Jelang Ramadan, HHUGS Cari Dana untuk Bantu Keluarga Muslim

HHUGS adalah salah satu organisasi sosial di Inggris Raya yang berperan besar dalam membantu keluarga-keluarga muslim di negeri itu yang membutuhkan bantuan baik dalam bentuk materi maupun dukungan moral. Banyak keluarga-keluarga muslim di pelosok Inggris yang sangat membutuhkan uluran tangan, tapi saat ini HHUGS hanya bisa memberikan bantuan secara berkala pada 100 keluarga muslim saja karena minimnya dana.

Sebagai organisasi sosial, HHUGS mengandalkan pemasukannya dari donasi. Tahun 2009, organisasi ini tidak mampu memberikan bantuan finansial seperti yang mereka lakukan pada tahun-tahun sebelumnya karena ketiadaan dana. Mereka terpaksa menolak keluarga-keluarga baru yang mengajukan permohonan bantuan finansial, bahkan menghentikan bantuan finansial pada keluarga-keluarga yang selama ini mendapatkan bantuan.

Namun HHUGS berupaya untuk mencari dana itu. Mereka memanfaatkan momen menjelang Ramadan ini untuk menggalang donasi. Hari Minggu, tanggal 1 Agustus ini, HHUGS akan menggelar acara pengumpulan dana yang disponsori oleh stasiun televisi Islam, Cageprisoner–organisasi pendampingan bagi narapidana dan sebuah restoran di Inggris.

Acara yang akan digelar di Southhall, London itu akan menghadirkan tokoh-tokoh muslim di Inggris, acara lelang Kiswah (kain penutup kabah) dan dimeriahkan oleh group-group nasyid. Dana yang terkumpul dari acara ini akan digunakan untuk membantu keluarga-keluarga muslim yang kekurangan. Misalnya, memberikan bantuan finansial untuk memenuhi kebutuhan makanan, membiayai layanan kesehatan anak, membayar biaya sekolah, membiayai transportasi keluarga yang ingin mengunjungi anggota keluarganya yang berada di penjara dan atau sekedar memberikan dukungan moral dengan melakukan pendampingan.

Keluarga-keluarga muslim yang membutuhkan bantuan itu biasanya mereka yang berada dibawah perintah "pengawasan" aparat kepolisian. Sulit membayangkan betapa sulitnya hidup mereka yang berada di bawah perintah pengawasan aparat kepolisian. Khususnya jika yang berada dibawah pengawasan itu adalah kepala keluarga yang punya anak dan istri.

Kebebasan adalah anugrah dari Allah Swt. Tapi ketika kebebasan itu direnggut atas dasar prasangka, yang terjadi adalah para muslimah yang tetap harus mengenakan jilbabnya saat tidur karena takut aparat polisi tiba-tiba menggedor rumah mereka di malam hari dan melakukan penggeledahan, keluarga mereka dilarang mengakses internet, bahkan menonton televisi, mereka juga tidak bisa berkunjung ke rumah kerabat kecuali mendapat izin.

Ironisnya, kebanyakan, perintah pengawasan itu didasarkan pada bukti-bukti yang dirahasiakan, dimana orang yang dikenai perintah pengawasan atau pengacaranya tidak boleh tahu bukti-bukti itu.

Salah satu pembicara yang akan hadir dalam acara penggalangan dana HHUGS hari minggu ini adalah Cerie Bullivant, yang juga korban "perintah pengawasan" yang dikeluarkan kepolisian di Inggris.

"Begitu saya dinyatakan berada dalam pengawasan, kehidupan saya berubah total. Banyak sahabat yang menjauhi saya karena takut. Saya kehilangan orang-orang yang memberikan dukungan—komunitas muslim–mereka sangat takut dan tidak mau menarik perhatian sehingga mereka memilih menjauh," kata Bullivant.

Gerak dan aktivitasnya sehari-hari juga dibatasi, tidak boleh bepergian, tidak bisa pergi kuliah apalagi mencari pekerjaan, harus menandantangani surat pernyataan ke kantor polisi setiap hari. "Hidup Anda bukan milik Anda lagi. Anda tidak bisa merencanakan apapun dan polisi bisa menerobos masuk ke rumah saya kapan saja, ini bisa terjadi dua kali dalam seminggu," tukas Bullivant.

Keluarga Faraj Hassan juga salah satu yang mendapatkan "perintah pengawasan". Ia mengungkapkan, polisi Inggris seringkali menggeledah rumahnya untuk "menghancurkan" mental Hassan, istri dan anak perempuannya, Shaima yang masih berusia delapan tahun. Aparat juga sengaja menempatkannya dalam posisi yang rentan untuk melakukan pelanggaran sehingga selalu ada alasan untuk memperkarakan Hassan.

Shaima menyebut situasi yang dialaminya sebagai "masa kecil dibawah perintah pengawasan". Ia mengatakan, "Mereka selalu menggeledah rumah kami, memporak-porandakan barang dalam rumah bahkan mengambil barang milik saya. Saya dan ibu selalu merasa ketakutan," tutur Shaima.

"Bukan itu saja, saya dilarang menggunakan internet, tidak boleh main play station, tidak boleh menggunakan MP3. Saya tidak boleh pergi dengan ayah ke banyak tempat. Saya tak punya teman yang main ke rumah. Mereka juga pernah menolak keinginan ayah untuk menyekolahkan saya ke sekolah Islam, sampai akhirnya seseorang dari HHUGS membantu kami meski harus bernegosiasi selama tiga bulan. Ternyata, ada saudara-saudara muslim yang membantu kami," papar Shaima.

Dengan acara penggalangan dana menjelang bulan Ramadan ini, HHUGS berharap bisa mendapatkan lebih banyak donasi untuk membiayai kegiatan sosial mereka membantu keluarga-keluarga muslim yang membutuhkan bantuan finansial maupun dukungan moral. (ln/mxl)