Nourdeen Wilderman, Mualaf yang Pelopori Database Masjid di Belanda

Pemberitaan media Barat tentang Islam yang cenderung negatif, tidak membuat pemuda Belanda berusia 26 ini langsung percaya. Begitulah awal ia mengenal Islam dan membuatnya tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Islam. Hingga akhirnya ia mengucap dua kalimat syahadat pada 9 Desember 2007.

“Saya mengenal Islam sejak empat atau lima tahun sebelum saya bersyahadat. Itupun secara tidak sengaja. Saya membaca media massa dan Islam kala itu menjadi isu yang ramai dibahas di media massa Eropa,” kata Nourdeen Wilderman mengawali cerita perjalanannya menjadi seorang Muslim.

“Buku pertama tentang Islam yang saya baca sangat akademis dan sulit dimengerti. Saya lalu mencari buku lain dan saya terus membaca buku-buku tentang Islam. Setelah membaca buku-buku itu, Islam ternyata tidak seperti yang saya duga. Pada dasarnya, banyak pendapat-pendapat dalam Islam yang sama dengan apa yang pada umumnya saya yakini,” tutur Nourdeen.

Ia juga akhirnya mengetahui bahwa pemberitaan media massa yang mengatakan bahwa Islam menindas perempuan, salah total. “Saya menemukan bahwa Islam adalah agama yang rasional, ilmiah, mendorong umatnya untuk mempelajari apa yang ada di sekitarnya, bermeditasi. Islam adalah agama yang kritis,” ujar Nourdeen.

Sebelum mengenal Islam, Nourdeen selalu berpikir bahwa hidup sebagai ateis sangat mudah karena orang ateis bisa melakukan apa saja yang diinginkan. Tapi secara pribadi, Noudeen mengkritik gaya hidup seperti itu. Hingga pada suatu masa, kesadarannya tentang Tuhan mulai muncul. Hingga ia mengenal Islam, mempelajarinya dan merasakan kebenaran hakiki dalam al-Quran dan sunah-sunah Rasulullah Muhammad SAW.

Menurut Nourdeen, ia tidak pernah melakukan kontak dengan imam atau sahabat-sahabatnya yang Muslim dalam proses mengenal Islam. Semuanya ia ketahui dari buku-buku yang dibacanya. Bahkan pengetahuan Nourdeen tentang Islam kadang lebih luas dibandingkan teman-teman Muslimnya.

Nourdeen beruntung karena ia tidak menghadapi kendala berarti dari keluarganya ketika ia memutuskan masuk Islam. Ayah Nourdeen seorang atheis dan ibunya penganut Kristen. Untuk mengetahui reaksi orangtuanya, Nourden menanyakan pendapat mereka jika ia ingin memeluk agama lain, misalnya Islam. Dan orangtua Nourden menjawab, “Hidupmu adalah milikmu. Sepanjang engkau tidak mengganggu orang lain, engkau bebas menentukan.”

Meski demikian, kata Nourdeen, ibunya menyarankan agar ia menjadi seorang Kristiani saja karena lebih mudah. Nourdeen menjawab saran ibunya dengan mengatakan bahwa ia bukan mencari agama yang gampang, tapi agama yang paling benar. Sementara ayah Nourdeen tidak berkomentar apa-apa lagi, bahkan yang membuatnya bahagia, sang ayah menemaninya saat ia bersyahadat dan merekam moment bersejarah itu ke dalam video.

“Dalam mendukung saya, Ayah punya konsep bahwa biarbagaimanapun saya adalah bagian dari dirinya dan Islam akan menjadi bagian dari diri saya, untuk itu Ayah menerima saya dan keislaman saya,” imbuh Nourdeen.

Ia juga tidak menemui kesulitan dalam kehidupan profesionalnya setelah menjadi seorang Muslim. Setelah mengucapkan syahadat, Nourdeen langsung mengirim email pada bosnya di kantor dan mengabarkan bahwa ia sudah menjadi seorang Muslim. Dalam emailnya, Nourden menulis beberapa poin untuk diketahui atasannya, antara lain;

Akankah saya memanjangkan janggut? Tidak

Akankah saya bersalaman dengan perempuan? Ya

Akankah saya mengatakan pada para pelanggan bahwa saya Muslim? Tidak

Akankah saya mengambil cuti saat perayaan hari besar Muslim? Ya

“Alhamdulillah, Saya tidak dipecat. Saya malah dapat bonus di akhir tahun dari hasil evaluasi saya. Bos Saya bilang, selain kinerja Saya bagus sepanjang tahun, Saya juga sudah membuat keputusan yang sulit dengan menjadi seorang Muslim,” kata Nourdeen.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Nourdeen ikut dalam berbagai kegiatan dan forum-forum Muslim. Ia bertemu banyak Muslim lainnya dan meminta mereka mengajarkannya salat. “Mereka menyemangati saya untuk salat di masjid. Butuh waktu satu bulan buat saya untuk berani datang ke masjid. Awalnya saya sangat takut ke masjid, seperti anak kecil yang baru pertama kali ke kolam renang,” ungkap Nourdeen.

Tapi sekarang, Nourdeen selalu menyempatkan diri untuk salat ke masjid. Ia juga sudah banyak memiliki teman Muslim dan sesama mualaf. Nourdeen juga mempelajari al-Quran dan tafsirnya di Dar al ‘Ilm di Netherlands

Ditanya tentang buku Islam apa yang paling mempengaruhinya, Nourdeen menyebut buku berjudul “In the Footsteps of the Prophet” yang ditulis Tariq Ramadan, seorang cendekiawan Muslim kelahiran Mesir yang kini tinggal di Swiss. Ramadan juga cucu dari tokoh Ikhawanul Muslimin Mesir, Hassan Al-Banna. Ia menyukai buku ini, karena buku itu ditulis dengan pendekatan untuk warga Muslim yang tinggal di Barat.

Sekarang, Nourdeen Wilderman sedang sibuk mengerjakan proyek “Temukan Masjid yang Paling Sesuai untuk Anda”. Dalam proyek ini, ia mengumpulkan semua data dan informasi masjid-masjid yang ada di Belanda dan memuatnya di internet. Saat ini, proyek Nourdeen sudah berhasil mengumpulkan data dan informasi lengkap 160 masjid dari ratusan masjid yang tersebar di seluruh Belanda. (ln/iol)