Semangat Islam di Negeri Kincir Angin

Islam merupakan salah  satu dari beragam agama di Belanda. Kebanyakan umat muslim di Belanda berasal dari keturunan imigran.

Umat Muslim Belanda yang terbesar berasal dari Turki (46%), Maroko (38,8%), Suriname (6,2%), Pakistan (2,2%), Mesir (0,7%), Tunisia (0,9%), Indonesia atau Suriname (1,6%), dan lainnya (3,9%). Meski demikian, tak sedikit warga Belanda yang juga memeluk Islam.

Berdasarkan data statistik Central Bureau de Statistiek pada 1994, jumlah umat Islam dari 15.341.553 jumlah penduduk Belanda pada saat itu, menempati posisi ketiga (3,7%), setelah Katolik Roma (32%), dan Kristen Protestan (22%). Sebanyak 40 % warga Belanda mengaku tidak beragama, dan sekitar 0,5 persen pemeluk Hindu.

Pada 1971, jumlah umat Islam 54.300 jiwa, dan meningkat pesat pada 1993 menjadi 560.300 jiwa. Kenaikan rata-rata 0,6 persen setahun. Bertambahnya jumlah umat Islam dari tahun ke tahun itu, diperkirakan berasal dari imigran dan sebagian lain mendapatkan hidayah, dan pernikahan.

Di negeri kincir angin tersebut, juga terdapat organisasi untuk umat muslim, yaitu Vereeniging Euromoslim Amsterdam yang merupakan organisasi yang dikelola terutama oleh warga Muslim asal Indonesia. Organisasi ini sudah ada sejak awal 1970 di mana beberapa orang Muslim Indonesia yang merantau di Amsterdam mulai berkumpul secara rutin dan saling membantu di antara sesama perantau.

Seiring dengan berkembangnya anggota dan berbagai kebutuhan maka dibentuklah suatu organisasi dengan nama Gotong Royong. Kegiatan di antaranya melakukan pembelajaran Alquran bagi anak-anak dan pengajian.
Pada pertengahan tahun 70-an organisasi ini melebur kedalam organisasi yang lebih besar yaitu Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) Netherland. Selanjutnya organisasi Gotong Royong menamakan diri sebagai PPME Amsterdam.

Kegiatan pun semakin marak dan organisasi ini menjadi wadah silaturahmi warga Muslim asal Indonesia di Amsterdam. Organisasi ini juga memberikan dakwah dan informasi tentang Islam pada warga asli Belanda atau non-Muslim lainnya yang tertarik untuk mendalami agama yang didakwahkan oleh Rasulullah SAW.

Untuk lebih fokus terhadap dakwah dan kegiatan yang berhubungan dengannya, maka pada musim semi tahun 2010, pengurus organisasi ini memutuskan untuk memisahkan diri dari PPME Nederland dan kembali berdiri sendiri dengan nama Euromoslim Amsterdam. Selain mengorganisir shalat tarawih, kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap hari Ahad di antaranya:

  • Kelas pengajian bapak-bapak berbahasa Indonesia. Pengajian ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan agama bagi mereka yang berbahasa Indonesia.
  • Kelas pengajian bapak-bapak berbahasa Belanda.  Pengajian ini ditujukan untuk memperkenalkan dan mempelajari dasar-dasar ilmu agama bagi para mualaf.
  • Kelas pengajian ibu-ibu berbahasa Indonesia. Pengajian ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan agama bagi para wanita / ibu-ibu.
  • Kelas pengajian anak-anak dan remaja. Pengajian ini ditujukan untuk mempelajari ilmu agama dan belajar membaca kitab suci Alquran. Mereka yang belajar mulai umur 6 hingga 17 tahun dan dibagi dalam berbagai tingkatan.

 

Walau kampanye anti Islam cukup gencar dilakukan di negeri Belanda, di antaranya oleh politikus Geert Wilders, namun hal ini tidak menghalangi turunnya hidayah Allah SWT kepada seseorang. Rata-rata sebulan sekali ada saja orang Belanda atau non-Muslim lainnya yang mengucapkan syahadat melalui Euromoslim.
Euromoslim memiliki anggota sekitar 250 orang, sedangkan anggota yang aktif mengikuti kegiatan pada hari Ahad sekitar 100 orang. Pucuk pimpinan Euromoslim sendiri saat ini dipegang oleh Faisal Rizky, seorang mualaf Belanda yang memiliki nama asli Jan Peter Zeeman.

Untuk mendirikan bangunan baru di Belanda tidak mudah, sama halnya untuk membangun masjid. Banyak gereja yang tidak lagi difungsikan dan dijual kepada umum. Menurut Ahmad Nafan Sulchan, salah seorang pendiri PPME masyarakat sekitar gereja lebih senang gereja itu dijadikan masjid daripada digunakan untuk kepentingan lain, diskotik misalnya.

Gereja Immanuel itu kini menjadi masjid. Lantai bawah digunakan untuk pengajian dan kegiatan remaja Islam. Lantai atas untuk shalat. Pada Ramadhan lalu, masjid Al-Hikmah dipenuhi warga Indonesia, yang diperkirakan lebih 5.000 orang.

Berdirinya Masjid Al-Hikmah memperpanjang deretan jumlah masjid di Belanda. Pada 1990 saja, jumlah masjid sudah mencapai 300 di seluruh Belanda. Ini meningkat jauh dari 1971, yang ketika itu hanya terdapat beberapa buah, di antaranya Masjid Mubarak yang didirikan kalangan Ahmadiyah (1953), dan Masjid Maluku An-Nur di Balk. Masjid Maluku itu didirikan eks anggota Koninklijk Nederlandse Indische Leger (KNIL). Pada 1951-1952 sekitar 12 ribu anggota KNIL beserta keluarganya dari Maluku dibawa ke Belanda. Sebagian mereka beragama Kristen, sebagian lainnya Islam. Saat ini diperkirakan terdapat lebih 50 ribu orang Maluku di Belanda

Dalam In het Land van de Overheerser karya Harry A Poeze, seperti dikutip Muhammad Hisyam dalam buku PPME; Sekilas Sejarah dan Peranannya dalam Dakwah Islam di Nederland, orang Islam pertama yang datang ke Belanda justru adalah Abdus Samad, Duta Besar Kesultanan Aceh untuk Belanda, pada tahun 1602. Hanya saja, kedatangan Abdus Samad ketika itu tidak dalam misi dakwah, selain waktu kunjungan yang singkat.

Selanjutnya, pada 1951-1952, sekitar 12 ribu anggota KNIL yang sebagian besar berasal dari Maluku, sebanyak 200 di antaranya beragama Islam, datang ke Belanda. Mereka yang semula ditempatkan dalam satu kamp dengan non-Muslim, lalu memisahkan diri dan bergabung sesama Muslim di kamp Wijldemaerk, Desa Balk, Provinsi Friesland. Di sinilah mereka membangun Masjid An-Nur yang dipimpin Haji Ahmad Tan. Sebagian lain, yang pindah ke Riiderkerk, mendirikan Masjid Baiturrahman yang indah pada 1990. Masjid ini pendanaannya dibantu Pemerintah Belanda.

Mushola Al-Ittihad yang terletak di Daguerrestr No 2 Den Haag itu, juga pernah dikunjungi tokoh-tokoh Indonesia, antara lain Jenderal Purn AH Nasution, Ruslan Abdul Gani,  WS Rendra, Emha Ainun Nadjib, dan Taufik Abdullah.

Hubungan kerjasama juga dilakukan dengan organisasi-organisasi Islam di Belanda dan Jerman, antara lain dengan organisasi Islam Turki, Maroko, Tunisia, dan Suriname. Di Belanda, juga berdiri Nederlandse Islamitische Parlement (NIP), organisasi yang bergerak dalam bidang penggalangan dan penyatuan organisasi-organisasi Islam di Belanda. Selain itu ada pula Federasi Organisatie Muslim Nederland. Federasi ini berfungsi mewakili kepentingan umat Islam dalam hubungannya dengan Pemerintah Belanda. Hubungan PPME dengan organisasi-organisasi itu antara lain menyangkut tukar menukar informasi.

 

Dalam skala besar, PPME menjalin hubungan dengan Rabithah Alam Islami, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), dan Stichting Der Islamitische Gemeenten in Suriname (SIS), dalam mengirim dai-dai ke Suriname. Melalui PPME pula, sejumlah alumni Timur Tengah berhasil direkrut sebagai guru agama di Suriname.

Selain itu, PPME juga ikut memprakarsai berdirinya Federatie Organisaties Muslim Nederland, yang diketuai tokoh Muslim Belanda Abdul Wahid van Bommel. Organisasi ini kemudian bubar dan diganti Islamitische Informatie Centrum.

Untuk internal, PPME pun giat mendorong remaja Muslim belajar Islam. Menurut Chaeron, mantan ketua PPME periode 1976-1979, pada setiap libur para remaja Islam dari Amsterdam, Den Haag maupun Rotterdam melaksanakan flits school atau pesantren kilat.

Dalam kegiatan dakwah dan sosial, PPME antara lain melakukan pengislaman, mengorganisasi perjalanan haji/umroh, pernikahan, dan memelihara solidaritas kekeluargaan. Dalam pengislaman, menurut laporan kerja kepengurusan periode pertama (71-73), PPME mengislamkan 21 orang (enam lelaki, 15 perempuan). Tahun 1984-1986 sebanyak sembilan orang yang terdiri diri dari orang Indonesia, Belanda, dan Inggris. Periode berikutnya sebanyak enam keluarga atau 33 orang. Jumlah seluruhnya tidak ada data resmi.

PPME juga memanfaatkan media elektronik dalam berdakwah. Melalui Kepala Seksi Siaran Bahasa Indonesia di Radio Hilversum, Ny Ardamari Sudji, pada 1970-an PPME diberikan kesempatan untuk mengisi siaran khusus Mimbar Jumat di radio tersebut. Namun sejak Januari 1994, acara itu ditiadakan lagi karena munculnya peraturan dari Pemerintah Belanda menghapuskan acara-acara yang tidak diprioritaskan atas pertimbangan keuangan.

Maka, bukanlah suatu kemustahilan jika islam akan berjaya kembali di eropa, jika semangat berdakwah terus menggebu, tak kenal lelah. Sebagai muslim yang baik sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk terus menggelorakan islam ke seluruh dunia di tengah sengitnya kontra yang terus melanda. – Dani Fitriani-