Sumayyah Mehan: Puasa Ramadhan Pertamaku Seperti Bencana

Sampai sekarang Meehan masih menyimpan bundelan artikel Dr Hamid. Ia ingin memberikannya pada anak-anaknya. “Meski klipingnya sudah berwarna kuning dan lemnya sudah banyak yang lepas, tapi informasi dalam kliping ini tidak ternilai,” ujar Meehan.

Dari pengalaman puasa pertamanya, Meehan introspeksi diri bahwa ia seharusnya lebih banyak mempelajari Islam terlebih dulu sebelum memutuskan masuk Islam. Ketika mengucapkan dua kalimat syahadat, Meehan berpikir bahwa segala sesuatunya akan mudah-mudah saja, tapi ternyata tidak.

“Saya sudah berjalan jauh untuk meningkatkan keimanan dan pengetahuan saya tentang Islam. Sekarang saya berani bilang bahwa hubungan saya dengan bulan suci Ramadan, jauh lebih baik dibandingkan ketika pertama kali saya mengenal Ramadan,” tegas Meehan.

“Saya mencintai bulan Ramadan. Jujur, Ramadan selalu di hati saya. Bulan dimana kita meningkatkan ibadah dan melakukan banyak hal untuk Allah dan untuk kemanusiaan. Ramadan adalah kesempatan untuk mengendalikan kebutuhan fisik, seperti menahan lapar dan dahaga sebagai bentuk kepatuhan pada Allah Swt,” tutur Meehan.

Bagai Meehan, bulan Ramadan sangat istimewa. Di bulan ini, umat Islam banyak menghabiskan malam-malamnya untuk beribadah dan memohon ampunan pada Allah. “Ramadan juga menjadi bulan yang penuh keceriaan. Bangun tengah malam untuk makan sahur, saya masih bisa mengingat harumnya aroma roti yang hangat dan ketika saya membuka jendela, saya melihat semua orang sibuk menyiapkan makanan di rumah mereka,” kenang Meehan. (iol/L)