Tina Styliandou: Saya Dididik Untuk Membenci Islam

Tina Styliandou, seorang perempuan Yunani yang sejak kecil hidup di lingkungan kelurga yang membenci Islam. Bahkan ia mendapatkan pendidikan yang memdoktrin orang untuk membenci Islam. Tapi hidayah Allah Swt menjauhkan hati Tina dari perasaan benci itu dan Tina malah menjadi seorang Muslim.

Menurut Tina, kebencian terhadap Muslim dalam lingkungan keluarganya berakar dari sejarah masa lalu. Ayah Tina dan keluarganya menghabiskan hampir sebagian besar hidupnya di Istanbul, Turki. Mereka adalah keluarga penganut Kristen Ortodoks, berpendidikan dan kaya. Seperti umumnya penganut Kristen Ortodoks yang tinggal di negeri-negeri Muslim, mereka sangat memegang teguh ajaran agamanya.

Situasinya berubah total ketika pemerintah Turki membuat kebijakan untuk mengusir penduduk Turki asal Yunani dan merampas seluruh harta benda, rumah dan bisnis mereka. Keluarga ayah Tina pun pulang ke Yunani dengan tangan kosong. "Itulah yang dilakukan Muslim Turki terhadap orang-orang Yunani", peristiwa itu tertanam kuat di benak mereka dan menjadi pemicu kebencian terhadap Islam dan Muslim.

Pengalaman serupa yang juga menimbulkan kebencian terhadap Muslim di lingkungan keluarga ibu Tina. Pada masa itu, keluarga ibunya tinggal di sebuah wilayah di Yunani yang berbatasan dengan Turki. Lalu terjadi serangan yang dilakukan oleh pasukan Turki ke wilayah tersebut. Pasukan Turki, menurut cerita ibunya, membakar rumah-rumah warga Yunani dan mereka harus mengungsi untuk menyelamatkan diri. Sejak itulah tumbuh kebencian terhadap Muslim, khususnya Muslim Turki.

Turki memang pernah menduduki Yunani selama hampir 400 tahun. "Dan kami diajarkan untuk percaya bahwa Islam bertanggungjawab atas kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang Yunani. Orang-orang Turki adalah Muslim dan kejahatan mereka dianggap sebagai refleksi dari agama mereka," ujar Tina.

Tak heran, ketika marak karikatur dan penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad Saw beberapa waktu lalu, penghinaan dan pelecehan itu menjadi bagian dari mata pelajaran dan ujian di sekolah Tina. "Selama beratus-ratus tahun, buku sejarah dan agama kami mengajarkan untuk membenci dan mengolok-olok agama Islam," ungkap Tina.

Tina mengatakan,"Dalam buku-buku kami, Islami bukan agama dan Muhammad bukan nabi. Muhammad hanya seorang pemimpin yang sangat cerdas dan seorang politisi yang menggabungkan hukum dan aturan-aturan dalam keyakinan orang Yahudi dan Kristen, kemudian menambahkannya dengan ide-idenya sendiri dan menaklukkan dunia."

"Di sekolah, kami diajarkan untuk mengolok-olok Nabi Muhammad, para isteri dan sahabat-sahabatnya," sambung Tina.

Meski demikian, Tina menyatakan bahwa saat ini tidak orang Yunani yang masih mempercayai ajaran semacam itu. "Alhamdulillah, Allah melindungi hati saya. Banyak orang-orang Yunani lainnya yang berhasil melepaskan diri dari kepercayaan yang diwariskan agama Kristen Ortodoks, yang dibebankan pada pundak mereka. Dengan kehendak Allah, mata, hati dan telinga mereka telah terbuka untuk melihat bahwa Islam adalah agama yang benar yang diturunkan oleh Allah. Dan Muhammad adalah seorang Nabi, Nabi terakhir dari seluruh Nabi," papar Tina.

Tina bersyukur karena tidak sulit baginya untuk memeluk Islam, karena kedua orangtua Tina sendiri bukanlah penganut Kristen Ortodoks yang relijius. "Mereka jarang beribadah dan hanya ke gereka jika ada pemakaman atau acara pernikahan," kata Tina.

Ia menambahkan, "Ayah saya jauh dari agamanya, karena ia hampir setiap hari menyaksikan penyelewangan yang dilakukan para pendeta. Bagaimana mereka bisa ceramah soal Tuhan dan ketuhanan, jika pada saat yang sama mereka mencuri uang gereja untuk membeli villa, mobil Mercedes dan melakukan homokseksualitas di kalangan mereka?Ayah saya jadi muak dan memutuskan untuk jadi ateis."

Menurut Tina, dalam kekristenan, menjadi seorang pendeta adalah profesi yang menguntungkan. Para pendeta yang korup memicu anak-anak muda Kristen menjauh dari agama Kristen dan mereka mencari keyakinan yang lain. Termasuk Tina yang kala itu masih remaja.

Menjadi Seorang Muslim

Tina mengaku sejak remaja ia sudah merasa tidak puas dan tidak percaya lagi dengan ajaran Kristen. Tina percaya Tuhan itu ada, ia mencintai Tuhan dan takut pada Tuhan. Tapi ajaran Kristen membuatnya bingung. Tina pun mulai melakukan pencarian, tapi tidak pernah melirik agama Islam. "Mungkin karena latar belakang lingkungan saya yang membenci Islam," tukasnya.

Hidayah itu datang dari seorang lelaki Muslim yang kemudian menikah dengan Tina. Suaminya menjawab semua pertanyaan Tina tentang agama Islam tanpa merendahkan agama yang dipeluk Tina sejak lahir. "Suami saya juga tidak pernah menekan saya atau menyuruh saya pindah agama," aku Tina.

Tiga tahun menjalani pernikahan, Tina belajar banyak tentang Islam, membaca Al-Quran dan buku-buku agama. Wawasannya tentang ketuhanan mulai terbuka, bahwa tidak ada konsep trinitas dalam Islam dan bahwa Yesus bukan Tuhan. Muslim meyakini bahwa Tuhan itu satu dan Yesus adalah seorang Nabi. Keyakinan itu yang mendorong Tina mengucapkan dua kalimat syahadat untuk menjadi seorang Muslim.

"Selama bertahun-tahun saya merahasiakan keislaman saya dari orang tua, keluarga dan teman-teman saya. Saya dan suami tinggal di Yunani dan berusaha ibadah sesuai ajaran Islam meski sangat sulit karena dii tempat tinggal saya, tidak ada masjid dan tidak akses untuk belajar Islam. Ia juga tidak pernah menjumpai orang salat atau mengenakan jilbab, " tutur Tina.

Yang ada, kata Tina, hanya sejumlah imigran Muslim yang datang ke Yunani untuk mengembangkan bisnis. Tapi mereka sudah terpengaruh oleh budaya dan gaya hidup Barat dan tidak lagi menjalankan ajaran Islam.

"Saya dan suami melaksanakan salat dan puasa dengan mengandalkan kalender. Kami tidak pernah mendengar adzan di sini dan tidak ada komunitas Muslim yang bisa memberikan dukungan moril pada kami. Lama kelamaan, kami merasakan adanya penurunan dari sisi keimanan. Bisa dibayangkan, saya seorang mualaf tanpa dasar-dasar pengetahuan tentang Islam yang memadai," ujar Tina.

Oleh sebab itu, Tina dan suaminya memutuskan pindah ke salah satu negara Muslim ketika anak perempuannya lahir. "Kami ingin menyelamatkan puteri dan jiwa kami. Kami tidak ingin puteri kami hidup di lingkungan budaya Barat dimana ia harus berjuang untuk mempertahankan identitasnya sebagai Muslim atau bahkan identitasnya itu hilang sama sekali," papar Tina. (ln/readislam)