Inilah Ilmuwan Jepang yang Hafal Alquran dan Kuasai 30 Bahasa

Dia adalah seorang tidak saja ahli dalam bahasa utama tiga peradaban Timur Jauh, Barat dan Islam, tetapi juga warisan intelektualnya. Ia menulis dengan sangat kompeten tidak hanya tentang Lao-Tse tetapi juga Ibn Arabi dan Mulla Sadra selain juga para ahli filsafat Barat.

Abu Zaid melihat sisi lain dari Izutsu sebagai seorang sarjana yang diberikan bakat luar biasa, yang jarang muncul di lingkungan akademik, karena menghubungkan gagasan-gagasan filsafat dengan teks tertulis yang merujuk pada makna asli dari bahan bacaan kuliahnya. Gaya ini adalah penggabungan wawasan filsafat dan analisis dengan menumpukan perhatian secara cermat pada teks, bahasa, kalimat, kata dan bahkan huruf-huruf, yang menjadikan Izutsu seorang guru yang baik di dalam cara sarjana tradisional yang termasyhur dari pelbagai peradaban yang selalu dijadikan dasar dan asas oleh sebuah teks tradisional.

Bahkan menurut Nasr, kemampuan Izutsu dalam bidang ini telah hilang dalam sebagian besar di dalam pendidikan universitas modern di mana ide-ide filsafat yang diajarkan biasanya terpisah daripada satu analisis yang cermat terhadap teks-teks tradisional tentang dasar daripada pentafsiran klasik.

Berkaitan dengan bagaimana Toshihiko Izutsu memahami kajian teks-teks Islam, William C. Chittick memberikan testimoni bahwa hal ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masa kecilnya, yang dipaksa ayahnya untuk mempraktikkan zen. Toshihiko merasa sangat tidak nyaman dengan pengalaman ini. Akibatnya, ia memutuskan untuk memasuki sebuah bidang yang sejauh mungkin dari pendekatan Zen dalam memahami realitas, dan oleh karena itu ia memilih linguistik.

Sejak itulah, Toshihiko Izutsu mulai mempelajari beberapa bahasa asing. Izutsu tidak hanya tertarik pada aspek intelektual dari semua kajian di atas, tetapi juga aspek estetik dan sebenarnya aspek estetik kehidupan itu sendiri. Sarjana Jepang ini sangat peka terhadap keindahan visual dan lisan.

*) Penulis: Alwi Husein al Habib, Ketua Bidang Pemberdayaan Manusia di Center for Democracy and Religious Studies ( CDRS) Kota Semarang dan Mahasiswa UIN Walisongo Jurusan Ilmu al Quran dan Tafsir. (glr)