Aburizal Bakrie 'King Maker'?

Mulai terbukti Aburizal Bakrie memiliki ‘power’ politik, yang tak tanggung-tanggung. Semuanya diperlihatkan dengan sangat jelas kepada publik. Betapa Ketua Umum Golkar ini, sejatinya ‘the real power’ di Indonesia.

Dengan sangat piawi Aburizal berhasil mengkosolidasikan partai-partai politik, melalui fraksi-fraksi mereka di DPR, yang kemudian mengambil keputusan opsi C dalam kasus bail aut Bank Century, dan dengan keputusan itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati terdepak dari jabatannya, yang sekarang digantikan Dirut Bank Mandiri, Agus Martowardoyo.

Kepergian Sri Mulyan Indrawati ke Washington, yang menjadi salah satu managing direktur dari Bank Dunia itu, tak lain, sebuah ‘strategic exit’, yang dispersiapkan dengan matang, yang akan menyelamatkan kekuasaan Presiden SBY. Semuanya berjalan dengan sangat lancar, tanpa kesulitan, dan sekarang Sri Mulyani sudah meninggalkan Indonesia, tanpa kasusnya yang melibatkan dirinya sebagai fihak yang bertanggung jawab tersentuh oleh hukum.

Berikutnya, tindakan politik yang sangat mengejutkan, terbentuknya Sekretariat Gabungan (Setgab), yang diketuai Presiden SBY, dan Aburizal Bakrie sebagai ketua pelaksana harian. Ini menunjukkan betapa posisi Aburizal sangat ‘powerfull’ selain Presiden.

Kebijakan dan keputusan politik yang diambil Presiden SBY, akhirnya menjadi sangat tergantung pada Aburizal, aplikatif atau tidak. Karena dia sebagai ketua pelaksana dalam Setgab. Maka, posisi Aburizal memiliki daya tawar (leverage) yang tinggi dalam politik.

Semuanya itu semakin nampak jelas dalam episode politik berikutnya, yang sebenarnya ini menjadi sebuah ‘big question’, terutama bagi pandangan rakyat, yang masih mengharapkan ditegakkan hukum dan keadilan. Tetapi hukum dan keadilan akhirnya pupus oleh adanya kekuasaan. Segalanya dapat  dinegosiasikan, dan akhirnya menjadi selesai.

Tidak salah yang mengatakan dengan terbentuknya Setgab itu, hanya melahirkan politik ‘kartel’, di mana dari hulu sampai ke hilir, keputusan politik dengan segala implikasinya hanya di tangan beberapa orang. Tentu yang paling mencolok, sesudah pengunduran Sri Mulyani, langsung kasus Bank Century, menjadi tidak ada lagi keinginan membawa ke ranah hukum.

Hal itu bersamaan dengan keputusan politik yang diambil partai-partai koalisi yang mendukung pemerintahan SBY, dan melalui Setgab sudah menandatangani pernyataan yang tidak akan melanjutkan kasus Century itu sampai ke ranah hukum. Artinya, kasus Bank Century sudah ditutup.

Padahal, sebelumnya mayoritas anggota DPR memilih opsi C, yang secara ekplisit menyebutkan adanya pelanggaran hukum, dan menyebutkan nama Sri Mulyani dan Boediono sebagai pihak yang bertanggung jawab. Tetapi, semuanya telah berakhir dengan tanda tangan para pemimpin partai politik,yang menolak kasus ke ranah hukum. Ini semuanya tidak terlepas dari peranan Aburizal Bakrie, yang melaksanakan kebijakan Presiden SBY.

Presiden SBY memiliki pilar kekuasaan yang kokoh dengan dukungan Aburizal Bakri, yang nota bene ketua umum Golkar dan Partai Demokrat serta PAN. Sedangkan partai-partai lainnya yang ikut mendukung sebagai faktor komplementer. Dapat diprediksikan dalam lima ke depan, sampai tahun 2014, pemerintahan ini akan menjadi stabil. Tetapi, tidak tertutup kemungkinan akan adanya perubahan sikap, seperti yang dialami hubungan antara Jusuf Kalla dengan SBY, diujung kekuasaan, sehingga menyebabkan sisa umur pemerintahan SBY tidak efektif.

Golkar dengan sangat ‘canggih’ selalu memiliki ‘exit strategic’ keluar dari krisis, dan kembali dapat mengambil dan menggenggam kekuasaan. Hanya sebentar mengalami krisis, saat Soeharto lengser, tetapi faktanya Golkar tidak sampai punah, dan kini berjaya kembali, sesudah dua kali dapat menggenggam kekuasaan di era SBY.

Saat Akbar Tanjung sudah tidak memiliki lagi pengaruh, maka Akbar ditendang di Kongres Bali, dan digantikan Jusuf Kalla, dan kepentingan Golkar dapat diselamatkan dengan adanya kekuasaan yang dipegang Jusuf Kalla, yang menjadi wakil presiden, sekaligus menjadi ketua umum Golkar.

Episode sejarah tergambar, bagaimana Jusuf Kalla tersingkir dari kekuasaan, tetapi faktanya kekuasaan yang ada tetap bergantung kepada Golkar, sekalipun Aburizal tidak duduk di ekskutif, tetapi sebagai ketua umum Golkar dengan suara yang besar di parlemen, SBY mempunyai kepentingan yang besar pula  kepada Golkar. Hal ini terbukti dengan digenggamnya jabatan sebagai Ketua Setgab oleh Aburizal Bakrie.

Terakhir, pendapat para pengamat yang mengatakan dengan adanya Setgab itu, melahirkan politik kartel itu tidak salah. Bagaimana Mahkamah Agung, menolak peninjauan kembali (PK) perkara yang diajukan Direktur Jendral Pajak atas kasus tunggakan pajak PT. KPC senilai Rp1,5 triliun, yang merupakan anak perusahaan dari PT.Bumi Resources, yang tak terlepas dari Aburizak Bakrie, dan kasus itu telah diputus Mahkamah Agung tanggal 24 Mei lalu.

Ini semua bukti bahwa Aburizal Bakrie, Ketua Umum Golkar, adalah ‘the real power’. Wallahu’alam.