Masihkah Tersisa Rasa Malu Itu?

Gemuruh di media tentang peritiwa yang tak layak, dahsyatnya bagaikan air bah tsunami. Semua orang membicarakannya. Semua orang memperdebatkannya. Tentang sebuah peristiwa, yang mengharu-biru hati dan pikiran kalayak secara luas. Terutama di kalangan remaja, tetapi juga dikalangan orang dewasa.

Perbuatan yang tidak patut, dan semestinya sangat privat (pribadi) dipublikasikan secara luas. Dampaknya sangat luas dan luar biasa. Tentu, semuanya karena media ikut serta menyiarkan peristiwanya, terutama media elektronik. Hanya kebetulan yang melakukan peristiwa itu, orang yang memiliki posisi di masyarakat, dan selama ini akrab dengan masyarakat.

Peristiwa itu sendiri hanyalah menggambarkan semakin dekadennya (merosotnya) secara moral anak bangsa ini. Perlahan-lahan kehidupan menjadi lebih permisif. Tidak ada lagi batasan mana yang boleh dan mana yang dilarang. Semua yang diinginkan dan dimauinya dilaksanakan dengan bebas. Tidak ada lagi yang dapat membatasinya.

Peristiwa yang berlangsung akhir-akhir ini yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki posisi di masyarakat, dan dikenal akrab oleh masyarakat, bukan hanya terjadi belakangan ini. Tetapi sudah berulang-ulang.

Sesungguhnya yang membedakan antara manusia dengan binatang itu hanyalah adanya rasa malu. Manusia yang sempurna secara phisik dan diberi akal serta hati, bila sudah tidak memiliki rasa malu, karena hidupnya sudah didominasi hawa nafsunya, maka sekalipun statusnya masih sebagai manusia, tetapi ia sudah berubah menjadi binatang.

Binatang bisa kawin di mana saja dan kapan saja. Tidak peduli. Ada yang melihat atau tidak ada yang melihat. Menjadi tidak penting. Karena binatang hanya mengikuti instink (hawa nafsunya). Ayam, anjing, kambing, kerbau, sapi, kuda, harimau, dan binatang lainnya, bisa di mana saja melakukan kawin, tidak perlu tempat khusus, dan yang sifatnya privat (pribadi), karena hal itu tidak dikenal dalam dunia binatang. Mereka berbuat sesuai dengan naluri instinknya. Itulah dunia binatang. Tidak ada lagi yang namanya malu.

Lalu, bila manusia sudah masuk ke dalam dunia binatang, rasa malunya sudah tidak ada, berbuat sesuai dengan instinknya (hawa nafsunya), bahkan perbuatan yang sifatnya pribadi, melakukan hubungan kelamin (badan) laki-perempuan, kemudian direkam dan dipublikasikan kepada kalayak, tanpa ada sedikitpun rasa malu?

Jika sudah tidak ada sedikitpun rasa malu, mengapa harus memerlukan tempat khusus, dan harus direkam? Mengapa mereka tidak saja melakukan hubungan sek (badan), secara terbuka, tidak perlu mencari tempat khusus, seperti yang dilakukan binatang. Binatang kawin hanya karena instinknya. Tidak ada akal dan hati. Tetapi manusia yang memiliki akal dan hati, berbuat dan bertindak lebih jelek, dibandingkan dengan kumpulan binatang. Tanpa ada rasa malu.

Kalau di jalan-jalan ada orang gila, dan telanjang orang-orang yang melhat menjadi malu, sekalipun orang gila kesadarannya sudah tidak ada, sehingga tidak mmiliki rasa malu lagi, tetapi kalau ada yang memberi pakaian, maka pakaian itu digunakannya. Sehingga, auratnya menjadi tertutup tidak dilihat oleh setiap orang. Itu orang yang gila, yang tidak memiliki akal.

Bagaimana yang orang yang masih memiliki akal, sehat secara phisik, tidak gila atau hilang ingatannya, tetapi melakukan perbuatan, yang sifatnya privat, dan orang lain yang memiliki rasa malu dan kesadaran, pasti tidak akan setuju dengan perbuatan yang tak layak itu. Bagaimana hal-hal yang sifatnya sangat privat dan dilakukan di tempat tidak terbuka, tetapi dipublikasikan dengan terang-terangan?

Apakah Indonesia akan memasuki era baru, di mana rakyatnya sudah tidak lagi mempunyai rasa malu, dan dapat melakukan perbuatan apa saja, yang disukainya tanpa ada rasa malu.

Inilah masa depan yang sangat menakutkan. Apalagi kelak di akhirat. Zina termasuk perbuatan dosa besar. Tetapi mereka melakukan dengan penuh kesadaran dan menjadi bangga melakukannya. Benar-benar telah terjatuh ke dalam dunia binatang. Wallahu’alam.