Sengsaranya Hidup di Jakarta

Tadi malam rata-rata baru dapat pulang ke rumah dini hari. Diantara jam 2.00-2.30, bahkan ada yang menjelang subuh. Sejak usai magrib kendaraan tidak bergerak. Mobil dan motor terjebak banjir. Seluruh jakarta lumpuh total. Inilah kehidupan di Jakarta hari-hari ini. Menyengsarakan.

Seorang ayah menjemput anaknya di Warung Jati (Buncit), menjelang pukul 2.00 dini hari. Kenderaan yang ditumpanginya tak dapat bergerak. Akhirnya turun dan jalan kaki. Menuju tempat yang aman di sebuah kantor surat kabar. Seorang ibu menunggu suaminya menjemput. Tinggal sendirian dipinggir jalan, tak ada yang menenaminya. Teman-teman pergi berjalan kaki. Tidak dapat lagi berlama-lama. Seorang pelajar berjalan kaki dari Buncit sampai Pasar Minggu. Waktu menunjukkan sudah pukul 12.30, dan masih harus menunggu kendaraan yang menuju Depok.

Banyak yang berjalan kaki, dan tidak mendapatkan kenderaaan menuju rumah mereka. Terpaksa menunggu hingga menjelang Subuh. Memang, keadaan jalan-jalan baru sepi sudah menjelang Subuh. Sampai pukul 2.00 dini hari sepanjang jalan raya Pasar Minggu macet, tak bergerak. Semua kenderaan terpaku di jalan. Seorang teman yan g tinggal di Cibitung harus menghabiskan waktu tujuh jam untuk bisa sampai rumah. Semuanya menderita dan sangat sengsara.

Kondisi seperti ini akan terus berlangsung. Karena curah hujan masih akan tinggi. Potensi akan terjadi banjir masih cukup besar. Sehingga hari-hari yang akan datang masih akan menghadapi keadaan yang sulit bagi seluruh orang yang bekerja di Jakarta.

Jakarta terus mengalami perubahan yang luar biasa dalam beberapa tahun belakangan ini. Pembangunan terus berlangsung. Gdung, kantor, apartemen, dan sarana-sarana lainnya, berkembang dengan pesat. Lahan-lahan yang dulunya kosong telah berubah statusnya menjadi bangunan. Jumalah lahan-lahan kosong yang menjadi resepan semakin sedikit. Semuanya berubah menjadi gedung dan bangunan kantotr atau apartemen dan hotel. Sudah sangat sedikit jumlah lahan yang kosong, yang dapat menjadi tempat resepan air.

Selain ltu, wadukwaduk atau setu telah banyak pula yang berubah fungsi. Daerah-daaerah yang menjadi panyangga banjir, seperti di daerah Pantai Kapuk, yang dulunya banyak pohon bakau dibabat habis, dan sekarang menjadi apartemen, dan kantor, serta pabrik. Inilah yang menyebabkan terjadinya banjir dan genangan air di mana-mana . Selain, setiap kali dilaksanakan pembangunan tidak ada ‘drainase’ yang terpadu yang dibangun, yang dapat mempercepat penyaluran air. Seperti yang terjadi jalan protokol Thamrin dan Sudirman. Tak heran ketika curah hujan tinggi, maka jalan menjadi tergenang air.

Straregi menjadikan ‘Botabek’ (Bogor, Tanggerang, dan Bekasi) menjadi daerah penyangga, justru menjadikan setiap hari terjadinya kmacetan di mana-mana. Banyak perumahan di pinggir kota, yang merupakan daerah penyangga, setiap hari menjadi macet. Seluruh jalan yang menuju pusat kota menjadi sangat macet. Karena banyaknya kenderaan yang menuju pusat kota Jakarta.

Jakarta, yang tidak terkena hujan dan banjir, setiap harinya sudah macet, karnna banyaknya kenderaan. Sampai sekarang belum ada solusi yang efektif untuk mengurangi dampak dari kemacetan yang ada. Kemacetan akan terus berlangsugn sepanjang hari. Situasi seperti tak juga mendapatkan perhatian pemerintah secara serius. Sudah berapa kali ganti pejabat, gubernur, tetapi tak ada satupun yang mampu mengatasi problem kota Jakarta.

Pemerintah seharusnya mempunyai rencana kebijakan ke depan tentang sistem transportasi di Jakarta. Sudah terlalu banyak kendaeraan pribadi mobil, dan pemerintah DIK Jakarta, harus berarti melakukan moratorium selama 50 tahun bagi kendaraan baru. Membuat sistem angkutan baru yang lebih bersifar massal, seperti di negeri Eropa, Jepang, dan sejumlah negara lainnya, yang relatif efesien, dan tidak boros bahan bakar.

Hidup di Jakarta ini, bukan hanya sengsara, tetapi juga tidak efesien, dan trerlalu banyak waktu yang terbuang, di jalan, dan akhirnya dampaknya akan menghancurkan kehidupan itu sendiri..Wallahlu’alam.