Sistem Memberi Upah dalam Islam

Ustaz, ada yang bertanya kepada saya bagaimana adab memberi upah kepada karyawan dalam Islam? Terus ada kasus di tempat kerjanya, bahwa apabila seorang karyawan tidak masuk kerja satu hari tanpa keterangan, maka gajinya pada saat gaji-an akan dipotong 3 x gaji. Apabila alpanya lebih dari satu hari maka berlaku kelipatannya. Bagaimana menurut hukum Islam, apakah hal itu diperbolehkan? Apakah termasuk zholim tidak? Mohon kalau ada hadits shohih dan ayat Al-qur’an yang menerangkan hal itu disertakan.

Mungkin demikian dulu, atas jawabannya sebelumnya saya ucapkan Jazakumullahu khoiran katsiran.

Hukum yang berlaku dalam masalah upah dan gaji, sebenarnya kembali kepada keridhaan kedua belah pihak. Prinsipnya adalah ‘an taradhin, yaitu kedua belah pihak saling ridha yang disepakati di awal perjanjian.

Apa yang anda contohkan itu menjadi tindakan zalim dari pemilik perusahaan, apabila tidak ada transparansi sebelumnya. Bila tidak ada kesepakatan yang jelas dan dipahami dengan sepenuhnya oleh pihak karyawan, maka tindakan itu jelas perbuatan yang zalim dan haram. Harta hasil potongan itu merupakan harta yang bernilai haram bagi pemilik perusahaan, karena merupakan hasil penipuan yang nyata.

Allah SWT telah menyiapkan neraka khusus yang diberi nama al-Wail sebagai tempat untuk menyiksa para tukang tipu, termasuk perusahaan yang dengan cara zalim memberlakukan peraturan yang tidak jelas serta menjebak karyawannya.

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (QS. Al-Muthaffifin: 1-3)

Kata al-Waylu oleh sebagian mufassir disebutkan bukan hanya berarti celaka, melainkan juga sebuah nama neraka di akhirat nanti, tempat disiksanya orang-orang yang curang dalam masalah timbangan khususnya, atau melakukan penipuan secara umum.

Adapun bila sejak awal sudah ada kesepakatan yang jelas dan dipahami oleh kedua belah pihak, lalu pihak karyawan pun sudah menandatangani secara suka rela tanpa paksaan atau keberatan yang disembunyikan, maka kesepakatan itulah yang harus dijadikan pedoman.

Pihak pemilik perusahaan tidak bisa disalahkan apabila memberlakukan peraturan tersebut, karena telah ada kepastian antara kedua belah pihak. Namun kesepakatan itu bukanlah wahyu yang turun dari langit. Apabila suatu ketika ada hal-hal yang dirasa kurang adil, atau tindakan yang dirasa merugikan salah satu pihak, maka tidak ada salahnya bila perjanjian itu direvisi dan diamandemen.

Pihak pemilik perusahaan seharusnya bisa memahami alasan-alasan yang diberikan, lantaran setiap perjanjian itu punya masaberlaku yang tertentu. Apabila masa berlakunya sudah selesai, tentu bisa saja perjanjian itu diperbaharui lagi dengan revisi yang disepakati kemudian.

Dan yang pasti, pemilik perusahaan wajib membayarkan upah para pekerja sesuai dengan perjanjian, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

من استأجر أجيرًا فليسمّ له أجره

Siapa yang mempekerjakan karyawan, wajiblah memberikan upahnya.

Tindakan memotong upah mereka dengan berbagai trik licik, termasuk tindakan yang menyalagi agama. Sedangkan bila pemotongan itu didasarkan pada kesepakatan yang jelas dan dipahami serta disetujui sepenuhnya oleh pihak karyawan, tidak mengapa bila diberlakukan, selama masa perjanjian itu masih berlaku.

Wallahu a’lam bishshawab, Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.