Memilih Jamaah yang Mana?

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Ustadz yang dirahmati Allah. Seperti kita ketahui bersama sekarang ini banyak jamaah-jamaah di dalam Islam, seperti salafiah, tarbiyah, Jamaah Tabligh dan sebagainya.

Pertanyaan saya adalah: harus memilih jamaah yang manakah saya, agar saya selamat dunia dan akhirat? Dan berdosakah saya jika tidak berjamaah? Sebab ada hadits yang menyebutkan agar kita berjamaah. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Hadits tentang wajibnya berjamaah itu memang benar. Hanya konteksnya di zaman sekarang ini perlu kita pahami secara benar.

Apakah benar bahwa siapa saja yang tidak ikut ke dalam kelompok-kelompok yang anda sebutkan itu, lantas dianggap tidak akan masuk surga? Apakah kelompok-kelompok itu representasi yang sah tentang sebuah jamaah yang dimaksud oleh Rasulullah SAW?

Pertanyaan ini penting untuk dijawab. Mengapa?

Karena seolah-olah bila kita tidak memilih salah satunya, kita ini bukan umat Islam. Sebab ancamannya tidak akan masuk surga. Apakah seorang muslim tidak cukup hanya menjadi umat Islam saja, tanpa harus ikut-ikutan menjadi anggota sebuah kelompok jamaah tertentu?

Kelompok Bukan Representasi Jamaah Muslim
Sebenarnya berbagai macam kelompok umat Islam yang ada sekarang ini, sama sekali bukan representasi dari jamaah muslim yang banyak disebutkan di dalam hadits-hadits tentang jamaah.

Sebab kelompok-kelompok itu tidak ada mirip-miripnya dengan jamaah muslimin yang dahulu digagas dan dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW.

Di antara beberapa perbedaan mendasar antara lain adalah:

1. Jamaah muslimin di masa Rasulullah SAW hanya ada satu, tidak dua, tiga, empat atau ribuan seperti yang ada sekarang ini.

2. Setiap umat Islam di masa Rasulullah SAW otomatis dianggap sebagai anggota jamaah muslimin. Tidak ada seorang muslim pun yang dianggap bukan anggota jamaah muslimin.

Berbeda di zaman sekarang ini, di mana para petinggi kelompok tertentu ada yang sampai menuduh bahwa orang yang tidak ikut ke dalam barisannya sebagai bukan umat Islam.

3. Di masa Rasulullah SAW, bai’at bukanlah pintu gerbang untuk menjadi anggota jamaah muslimin. Pintu gerbangnya hanya satu, yaitu mengikrarkan dua kalimat syahadat. Adapun bai’at Aqabah I, Aqabah II, Bai’at Ridhwan, sama sekali tidak terkait dengan keanggotaan para shahabat terhadap jamaah Rasulullah SAW.

Berbeda dengan sebagian metode kelompok-kelpompok di masa sekarang ini yang menjadikan bai’at sebagai pintu gerbang untuk menjadi anggotanya. Kalau belum dibai’at maka dianggap belum menjadi anggota, hanya menjadi simpatisan semata.

Kalau bai’at itu hanya dijadikan semata sebagai proses menjadi anggota sebuah kelompok atau organisasi, mungkin tidak masalah. Tetapi kalau bai’at itu dipercaya sebagai bagian dari apakah seorang itu dianggap berjamaah atau tidak secara syar’i, maka pemahaman ini kontradiktif.

Sebab kalau ada orang tidak ikut dalam kelompok itu, apakah boleh dianggap sebagai orang yang tidak berjamaah sebagaimana hadits yang disabdakan oleh Rasulullah SAW? Pemahaman ini akan menjerumuskan semua umat Islam sedunia ini sebagai bukan bagian dari umat Islam, karena 1, 5 milyar (1.500.000.000) umat Islam di dunia ini, tidak ada satu pun yang berstatus sudah berjamaah. Kecuali beberapa ribu orang yang berbai’at kepada jamaah itu.

Pemahaman seperti inilah yang pada gilirannya akan menggiring orang awam kepada pemahaman keliru tentang takfir. Seolah-olah, siapa pun yang tidak ikut ke dalam kelompoknya, berarti tidak berjamaah. Dan kalau tidak berjamaah, berarti akan masuk neraka. Dan kalau pasti masuk neraka, bukanka berarti kelompok itu sudah mengkafirkan seorang muslim?

Silahkan Ikut Kelompok

Apa yang kami sampaikan di atas bukan berarti kami melarang umat Islam untuk ikut aktif di berbagai kelompok yang ada. Sama sekali tidak. Silahkan saja ikut berbagai macam kelompok yang ada.

Tetapi yang penting, jangan saling menjelekkan, jangan saling mencaci, jangan saling menghina dan jangan saling menuduh kafir antara sesama kelompok di tengah umat. Sebaliknya, semua kelompok itu, yang mana saja, wajib hukumnya untuk duduk bersama serta saling bersinergi satu sama lain.

Jangan jalan sendiri-sendiri seolah-olah tidak merasa butuh dengan saudaranya. Bukalah pintu hati untuk keberadaan kelompok lainnya. Toh, tidak mungkin masalah umat Islam ini dikerjakan sendirian saja. Kita butuh banyak tenaga yang mungkin tidak kita miliki di dalam barisan kita sendiri. Mungkin tenaga itu justru ada di dalam kelompok lain. Maka tidak ada yang salah kalau kelompok-kelompok itu saling bekerja sama di semua bidang.

Toh tujuan mereka sama, yaitu berjuang membela agama Islam dan menjadikan Islam sebagai agama yang dianut dan dijalankan oleh umat.

Mengapa pula kita harus saling gasak, saling gesek dan saling gosok? Bukankah tindakan dan sikap negatif seperti itu malah bertentangan dengan karakteristik jamaah muslimin yang digagas oleh Rasululah SAW?

Semoga Allah SWT menyatukan umat Islam seluruhnya ke dalam satu barisan di belakang bendera Rasulullah SAW, serta saling mengasihi satu sama lain, amin.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc