Penundaan Hari Pelaksanaan Sholat Iedhul Adha

Ass. wr. wb.

Ustadz ykh. semoga pertanyaan ini segera dijawab untuk menenangkan hati saya dan mungkin muslimin yang lain.

Sejumlah ulama menetapkan Jum’at 29 Des 2006 sebagai hari untuk berpuasa Arofah bagi muslimin Indonesia (artinya mereka mengakui bahwa hari Iedhul Adhanya harusnya Sabtu esok harinya), tapi mereka malah menetapkan hari Iedhul Adhanya Ahad 31 Desember dengan alasan untuk kesatuan ummat dan kenyataan dulu Rasul pernah menunda sholat Iedhul Adha.

Mohon keterangan dari Ustadz tentang ini. Jazakallah atas jawabannya.

Wass. wr. wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarkatuh,

Apa yang anda sampaikan itu tidak lain adalah sebuah ijtihad fiqih dari sebagian umat Islam. Kita wajib menghormati ijtihad itu sebagai sebuah fatwa. Meski barangkali sebagian di antara kita ada yang kurang sependapat dengan hasil ijtihad ini.

Kita berhusnudzdzan bahwa ijtihad itu sudah didasarkan pada dalil-dalil syar’i yang kuat serta pertimbangan yang masak. Dan insya Allah tidak bertentangan dengan sunnah dan syariah Islam.

Misalnya tentang alasan menjaga kesatuan umat, memang hukumnya wajib. Semua ulama sepakat bawa persatuan dan kerukunan sesama umat Islam adalah sebuah harga yang mahal. Namun tetap harus dibayar dengan harga berapapun, selama masih halal dan dibenarkan.

Sikap menjaga persatuan ini kadang sering dianggap sepele oleh sebagian kalangan. Bahkan ada sebagian dari umat Islam yang justru suka mencari sikap-sikap yang bertentangan dan rentan memecah-belah persatuan umat. Sampai urusan yang masih diperdebatkan hukumnya oleh para ulama, malah diangkat seolah-olah menjadi bagian aqidah. Siapa yang pendapatnya tidak sama dengan pendapatnya, harus siap dijadikan korban caci maki, cercaan, hinaan, pelecehan bahkan ditunjuk hidungnya sebagai ahli neraka. Tentu sikap seperti ini sangat kita sayangkan.

Dasar Syariah Penundaan Shalat Id

Menunda pelaksanaan shalat Id hingga satu hari kemudian, bukan tidak pernah dilakukan di masa Nabi SAW. Kita menemukan beberapa bukti otentik dari dalil-dalil sya’i yang menegaskan bahwa hal itu pernah terjadi di masa Rasulullah SAW.

عَنْ عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنْ الْأَنْصَارِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالُوا غُمَّ عَلَيْنَا هِلَالُ شَوَّالٍ فَأَصْبَحْنَا صِيَامًا ، فَجَاءَ رَكْبٌ مِنْ آخِرِ النَّهَارِ فَشَهِدُوا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ ، فَأَمَرَ النَّاسَ أَنْ يُفْطِرُوا مِنْ يَوْمِهِمْ ، وَأَنْ يَخْرُجُوا لَعِيدِهِمْ مِنْ الْغَدِ رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلَّا التِّرْمِذِيَّ

Dari Umair ibn Anasdari kerabatnyadari kalanganAnshar bahwa mereka berkata, “Kami tidak melihat hilal syawwal. Karena itu di pagi harinya kami berpuasa. Lalu di penghujung siang (menjelang zuhur) datang rombongan di mana mereka bersaksi di hadapan Rasulullah saw bahwa mereka telah melihat hilal kemarin. Maka Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk berbuka pada hari itu dan menunaikan shalat ied pada keesokan harinya. (HR Ahmad, Abu Daud, al-Nasai, dan Ibn Majah)

Berdasarkan hadits ini maka para ulama membolehkan penundaan pelaksaan shalat Id. Di antaranya adalah Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam As-Syafi’i, Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah. Termasuk juga Al-Awza’i, Al-Tsauri,Ishaq serta kedua murid Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad.

Beda Pendapat Tentang Motivasinya

Namun ada sedikit perbedaan pendapat dalam kebolehannya. Sebagian ulama mensyaratkan kebolehan ini hanya bila terdapat ketidak-jelasan jatuhnya tanggal 1 Syawwal, sesuai dengan sifat khusus dalam kisah di dalam hadits di atas.

Sementara sebagain yang lain tidak mensyaratkannya. Dan mereka pun menggunakan teks hadits yang sama. Menurut mereka, diketahui bahwa rombongan yang telah melihat hilal itu ternyata tidak melakukan shalat Id pada harinya. Mereka menundanya hingga hari kedua, sedang mereka melakukannya dengan sengaja.

Ini menunjukkan bahwa penundaan itu dilakukan -bahkan- oleh mereka yang sudah tahu pasti masuknya tanggal 1 Syawwal.

Karena itu kita tidak bisa menyalahkan pendapat sebagian ulama yang berketetapan jatuhnya tanggal 10 Dzulhijjah 1427 H pada hari Sabtu tanggal 30 Desember 2007, namun kemudianmenunda shalat Id pada satu hari ke depan yaitu pada hari Ahad tanggal 11 Dzulhijjah 1427 H.

Paling tidak, sebagai sebuah ijtihad fiqih, kita wajib menghormatinya, meski barangkali ada sebagian di antara kita yang tidak sepenuhnya setuju dengan kebijakan itu. Sebab kejadian seperti ini bukan perkara baru. Nyatanya di masa Rasulullah SAW pernah terjadi.

Semoga Allah SWT melimpahkan rasa kasih sayang di antara kita sebagai umat Muhammad SAW yang sejiwa, sehati, selangkah dan seperjuangan. Dan semoga Allah SWT bermurah untuk memberikan kita semuakemampuan yang cukup dalammemahami syariah-Nya, Amien.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarkatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.