Cemburu yang Dianjurkan dan Dilarang dalam Islam

Eramuslim – Adanya rasa cemburu merupakan ‘bumbu’ dalam suatu rumah tangga. Pasangan suami-istri yang tidak memiliki rasa cemburu sama sekali akan membuat hubungan keduanya terasa dingin.

Dalam ajaran Islam, cemburu dipandang sebagai sesuatu yang penting. Sebuah riwayat dari ‘Amar bin Yasir menegaskan pentingnya keberadaan rasa cemburu dari seorang istri. Bahkan, mereka yang tidak memiliki rasa cemburu sama sekali terhadap apa pun yang berlaku atas suaminya diancam tak akan masuk surga.

Riwayat ‘Amar itu juga menyebutkan dua golongan lain yang diancam tak akan masuk surga, yaitu para peneguk khamar dan mereka yang menyerupai lawan jenis (mutasyabbihah).

Tidak ada sanksi atas seorang istri yang cemburu. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim menjelaskan tentang kejadian ketika seorang istri Nabi Muhammad SAW merasa cemburu, sampai-sampai sang ummul mu`minin itu memecahkan piring hantaran yang dibawakan madunya kepada Nabi SAW.

Beliau pun tidak berkata apa-apa kecuali mengumpulkan pecahan piring itu dan mengumpulkan makanan yang berserakan, seraya berkata kepada Muslimin para tamunya, “Ibu kalian cemburu.”

Rasul SAW lantas membawakan piring baru sebagai ganti piring yang dipecahkan istrinya itu.

Cemburu berlebihan?

Dalam buku Tuhfah al-Arusain karya Majdi bin Manshur bin Sayyid asy-Syuri dijelaskan, cemburu merupakan salah satu sifat alamiah dari seorang perempuan (istri). Oleh karena itu, lelaki atau suami pun mesti memahami pasangannya kala dilanda cemburu.