Hijrah dan Semangat Perubahan

Eramuslim – Peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah menjadi titik awal kebangkitan peradaban Islam. Nur Ilahi yang semula mengalami berbagai kendala dan tantangan, setelah peristiwa bersejarah itu mendapatkan titik terang.

Kaum anshar yang berada di Madinah telah siap mendukung dengan harta dan jiwanya untuk ikut memperjuangkan agama Islam. Mengingat pentingnya peristiwa yang terjadi pada tahun ke-13 kenabian tersebut, maka Khalifah Umar bin Khattab menetapkannya sebagai penanda atau titik awal dari perhitungan tahun Hijriyah dalam kalender Islam.

Di dalam peristiwa hijrah itu terdapat pelajaran penting tentang makna perubahan. Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam arti yang lebih luas bermakna perpindahan dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Perubahan tersebut harus didasari niat atau ‘azm yang kuat disertai dengan pengorbanan, baik waktu, tenaga maupun harta (QS ar-Ra’d: 11).

Nilai utama yang mestinya ditanamkan dalam setiap momentum tahun baru Hijriyah adalah semangat untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Setidaknya ada tiga ruang lingkup perbaikan (ishlah) yang penting untuk dijadikan sebagai bahan refleksi dan evaluasi dalam momentum tahun baru 1442 Hijriyah.

Pertama, perbaikan kualitas diri. Kualitas diri maksudnya adalah meningkatkan kesalehan diri dengan senantiasa meng-upgrade keimanan dan amal saleh. Tahun ini tentu harus lebih baik dari tahun kemarin. Semangatnya tidak boleh sama, apalagi lebih buruk.