Jendela-jendela Ketauhidan

H. Muhammad Widus Sempo, MA

Oleh: H. Muhammad Widus Sempo, MA.

Hamparan makhluk Allah yang tertata rapi di muka bumi ini memamerkan aneka ragam ayat keesaan Allah yang indah dan memukau dengan jendela-jendela ketauhidan yang mereka punya. Setiap dari mereka tercipta dan terdesain khusus oleh mekanisme rabbbani untuk menjalankan fungsi ini. Di sini penulis tidak mengajak pemerhati ayat-ayat ketauhidan membuka satu persatu jendela-jendela itu, karena pada dasarnya, jendela-jendela ketauhidan mereka tanpa batas, sesuai dengan tingkat pembukaan dan pencerahan ilmu ilahi terhadap mereka yang berusaha memahami dan menjiwainya.

Jika demikian halnya, penulis hanya mengajak Anda menelusuri jendela-jendela ketauhidan sebagian kosakata penciptaan, dan hendaknya itu adalah tanah sebagai contoh terdekat, materi dasar penciptaan manusia dan unsur terpenting kehidupan.

Segenggam tanah terdesain dengan sempurna oleh motif rabbani sehingga dengan sendirinya tumbuh-tumbuhan mendapatkan segala kebutuhan mereka dengan sempurna. Yang diketahui oleh dunia saintis sampai pada saat sekarang bahwa tanah terdiri dari 22 unsur senyawa kimia. Yang menjadi pertanyaan: “Siapakah yang menciptakan tanah dengan unsur-unsur ini sehingga ia dengan sendirinya dapat menjadi media pertumbuhan aneka ragam tanaman? Bukan hanya itu, tanah dengan unsur-unsur kimianya hadir sebagai salah satu media pengobatan dan menjadi satu-satunya pembersih terhadap najis jilatan anjing.Di samping itu, setiap jenis tanah punya Streptomyces (mikroorganisme) yang dapat diolah menjadi anti biotik untuk meredam pergerakan mikroba-mikroba bersel tunggal (uniseluler). Fungsi tanah tidak berhenti sampai di sini, tetapi ia pun membantu tanaman menyerap pupuk dan nitrogen. Siapakah yang menciptakan tanah dengan aneka fungsi tersebut?”

kebodohan mutlak bagi mereka yang mengembalikan penciptaan tanah ke kekuatan alam seperti pengikut filsafat natural (latin: naturalis philosophia), atau menganggap fenomena ini sebagai kebetulan belaka. Apakah mungkin yang tertata rapi, kaya dengan senyawa kimia, sarat dengan fungsi kehidupan, terancang khusus dengan motif tinggi di luar dari kesanggupan manusia, atom-atomnya menyesuaikan diri dengan kebutuhan makhluk sekitarnya, apakah mungkin makhluk seperti ini tercipta oleh kekuatan alam, atau tercipta oleh dirinya sendiri, atau nampak di muka bumi ini secara kebetulan? Kebodohan mutlak bagi mereka yang memilih salah satu dari pilihan tersebut. Jika anak sekolah dasar pun yang cara berpikirnya sangat sederhana mampu menjauhkan kemungkinan-kemungkinan tersebut, kenapa di antara mereka masih ada yang menyuarakannya?

Jika Anda telah menyakini kemustahilan kemungkinan-kemungkinan tersebut, maka tidak ada di hadapan Anda lagi pilihan lain, dan itulah yang benar dan hak, yaitu dengan mengembalikan penciptaan seluruh makhluk kepada Allah yang Maha Pencipta.

Sebelum Anda diajak menengok ke pintu ketauhidan yang lain, penulis mengajak Anda untuk mengutip salah satu argumen kuat Ustadz Nursi dari pelbagai argumen beliau dalam meruntuhkan filsafat natural di karyanya (Risalah at-Tabiah). Di sana beliau berkata:

Jika semua makhluk ini yang tercipta dengan apik, indah, sempurna, seimbang, dan penuh hikmah, penciptaannya tidak dikembalikan kepada Allah yang Maha Memiliki qudrah mutlak, Maha Bijak dengan hikmah mutlak, dan lebih mengembalikannya kepada kekuatan alam, maka wajib baginya mendatangkan pada setiap genggaman tanah semua laboratorium yang ada di Eropa, sehingga tanah itu dapat disulap menjadi media pertumbuhan dengan sendirinya terhadap aneka jenis tanaman yang indah dan memukau (tentunya ini mustahil). Yang demikian itu karena setiap genggaman tanah seperti mini apotik hidup yang memperlihatkan kesiapan yang luar biasa untuk menjadi media pertumbuhan terhadap semua bentuk biji-bijian di seantero alam. Jika kelayakan tanah ini sebagai media pertumbuhan tidak dikembalikan kepada qudrah Alah yang Maha Pencipta lagi Maha Penguasa, tentunya itu menghendaki dari kekuatan alam mesin-mesin buatan yang bekerja di setiap jenis tanaman, karena jika tidak seperti itu, maka mereka tidak mungkin menghadirkan di hadapan mata kita pelbagai jenis bunga dan buah di alam wujud ini. Yang diketahui bersama, biji punya unsur senyawa kimia yang serupa dengan air mani dan telur, yaitu hidrogen, karbon, dan asam acid. Tentunya, mendesain bunga-bunga itu dengan motif yang berbeda, apik, dan anggun memesona dari segenggam tanah menghendaki dengan sendirinya adanya pabrik-pabrik mini di tanah tersebut, sehingga ia mampu menyulam sulaman-sulaman hidup dan mengukir ukiran-ukiran indah yang tidak terhingga (maksudnya tanaman).

Sungguh sangat sesat buah pikiran para filosof naturalis! Ketahuilah ini dan kiaskanlah sejauh mana kesesatan mereka yang melihat diri mereka sebagai pemikir dan ilmuwan dari neraca berpikir sehat dan ilmu pengetahuan yang benar, mereka yang mengira kekuatan alam pencipta segala sesuatu. Mereka itulah yang menjadikan kebohongan dan kemustahilan sebagai jalan hidup. Olehnya itu, remehkan dan cemohlah mereka. “

Setelah Anda menemukan hakikat di atas dengan menengok ke dalam jendela ini, sekarang Anda diajak yang kedua kalinya melihat jendela ketauhidan lain yang ada di tanah. Jendela itu adalah jendela tasbih.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa setiap makhluk bertasbih sesuai dengan fitrah penciptaan mereka masing-masing (لسان المقال) yang menyiratkan pesan-pesan ketauhidan (لسان الحال). Yang diberikan kesempatan dan taufik oleh Allah untuk mendengarkan dan mengetahui tasbih-tasbih mereka, mereka itulah yang tidak terpaku pada makna lahiriah tasbih itu sendiri, tetapi berupaya memahami sejauh mana mereka menyuguhkan tingkat kehambaan yang luar biasa terhadap Allah SWT.Yang menjadi pertanyaan: “Bagaimanakah tanah menyuguhkan kehambaan mutlaknya kepada Allah (لسان الحال) dengan tasbih (لسان المقال) yang ia miliki?”

Pertanyaan ini telah dijawab oleh beberapa ayat Alqur’an, di antaranya:

Firman-Nya:

49. Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. (Q.S. An-Nahl [16]: 49)

40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Q.S. Yasin [36]: 40)

Untuk lebih mengetahui sejauh mana kedua ayat ini memberikan jawaban terhadap pertanyaan di atas, para pecinta tafsir ilmiah diajak mendengarkan perkataan Dr. Muhammad Ahmad Dhargam berikut ini:

“Dr. Hasan Izzuddin al-Jamal di bukunya (Al-Hayah wa Al-Maut, hlm. 22) berkata: “Tanah yang kita injak dan kita kira benda mati yang tidak punya gerakan sedikit pun, ternyata terdiri dari atom-atom dan elektromagnetik yang senantiasa bergerak. Setiap atom terdiri dari partikel-partikel atom kecil yang senantiasa beredar dengan teratur mengitari garis edar mereka, putaran mereka kebalikan dari arah putaran jarum jam. Di dalam setiap atom terdapat inti atom atau nukleus yang terdiri dari proton dan neutron, ia dikelilingi oleh muatan-muatan listrik yang beredar mengitarinya, seperti ka’bah yang dikelilingi oleh orang-orang beriman yang sedang tawaf.””

Yang anehnya, mekanisme edaran muatan-muatan listrik mengelilingi inti atom seperti kumpulan planet-planet yang beredar pada garis edar mereka masing-masing. Fenomena ini sesuai dengan firman Allah SWT: “Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Q.S.Yasin [36]: 40).”

Kenyataan ilmiah ini menegaskan bahwa benda padat yang kita kira benda mati, ternyata punya gerakan dan aktifitas, mereka punya galaksi-galaksi dengan pergerakan yang terbatas, penuh dengan keseimbangan, keapikan, dan keindahan desain yang luarbiasa. Lihat ke atom ini! Zat terkecil ini memiliki kehidupan tersendiri yang terlihat dari kekuatan elektrik yang ia miliki. Apabila kekuatan atom ini didesain khusus secara ilmiah, ia dapat menghancurkan dunia dan isinya. Tentunya, ini mengisyaratkan bahwa atom dan kekuatan elektriknya bertasbih pada orbit mereka masing-masing menunjukkan keagungan dan qudrah Alah yang mutlak.”

Penafsiran ilmiah seperti ini dijumpai juga sebelumnya di penjelasan Ustadz Said Nursi terhadap cara kerja atom sebagaimana berikut:

“Setiap atom seperti prajurit yang punya keterkaitan dengan seluruh satuan kemiliteran, seperti: regu, peleton, kompi, bataliyon, brigade, resimen, dan divisi. Ia punya tugas tertentu sesuai dengan keterkaitannya dengan satuan-satuan tersebut, ia pun punya gerakan khusus sesuai dengan tugasnya yang diatur oleh sistem satuan tertentu. Partikel atom yang terlihat sebagai benda padat seperti yang ada di kelopak mata Anda punya hubungan khusus dan tugas tertentu di mata, kepala, tubuh, dan kekuatan-kekuatan tubuh, seperti: kekuatan memeroduksi, memompa, membuang, dan memotret benda-benda yang terlihat oleh mata. Di samping itu, ia juga punya keterkaitan dengan pembuluh nadi, pembuluk balik, dan urat saraf, bahkan ia punya hubungan dengan atom-atom yang ada pada manusia lain.

Keterkaitan dan tugas atom yang banyak ini menunjukkan bahwa atom tidak lain kecuali makhluk Allah yang Maha Mutlak Kekuatan-Nya. Dia seperti petugas yang senantiasa tunduk terhadap keinginan-Nya.”

Hematnya, kedua teks penafsiran ini terhadap ayat-ayat tasbih makhluk hidup, tanah dan atom-atomnya sebagai contoh, memberitahu bahwa peredaran atom-atom pada orbit mereka sendiri dan keterkaitan dan fungsi mereka terhadap mekanisme tubuh adalah bentuk tasbih mereka (لسان المقال) yang menyuarakan dengan begitu kuat (لسان الحال) qudrah Allah yang mutlak, keagungan, keindahan, dan ketinggian zat dan sifat-sifat-Nya. Di samping itu, mereka pun menyuarakan kehambaannya secara mutlak kepada Allah SWT yang siap menjalankan ibadah fitrah mereka denga penuh kepatuhan dan keikhlasan. Jika demikian halnya dengan tanah, unsur utama kehidupan, kenapa manusia yang tercipta dari tanah angkuh untuk bertasbih dan patuh terhadap titah Allah SWT?

Jendela ketauhidan berikutnya adalah jendela yang memperlihatkan sifat-sifat kehambaan yang patut diteladani, sifat-sifat kemanusiaan yang dibiaskan oleh fitrah penciptaan tanah.

Tanah senantiasa diinjak oleh kaki, meskipun demikian, ia unsur utama kehidupan yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang terdesain khusus dalam mekanisme rabbani yang memukau. Ia dengan qudrah ilahi menyuguhkan aneka ragam makanan yang dibutuhkan oleh setiap tanaman yang menancapkan akar mereka ke kedalaman tanah yang gelap seperti tamu yang mengulurkan tangannya ke hidangan makanan setelah mendapat izin dari pemilik hidangan, memikul batang-batang pohon yang kekar, ranting-ranting yang menjulur, buah-buah segar yang bergantungan di sela-sela daun. Tentunya, yang berakal dari mereka bukan hanya berhenti pada batas pengetahuan ini, tapi ia mampu menarik hikmah darinya bahwa yang terpuji dari mereka adalah sifat yang senantiasa memperlihatkan rendah diri, yang bermanfaat dari mereka adalah sosok pribadi yang senantiasa ingin memberi yang terbaik kepada sesama, mereka yang tidak pernah berhenti memikirkan masalah-masalah sosial masyarakat sekitar, bangsa, dan umat ini.

Tanah dan atom-atomya siap dipakai oleh seribu satu keinginan manusia, ia senantiasa memberi, disadari atau tidak. Olehnya itu, yang memahami sifat ini adalah mereka yang tidak pernah berhenti memberi, mereka yang tidak menunggu penghargaan apa pun dari setiap pemberian. Ia tetap memberi, meski kadang pemberiannya diingkari, baginya yang terpenting memberi, karena bagaimanapun di sana ada Allah yang senantiasa melihat setiap pemberian. Bukan dari mereka yang senantiasa menyebut-nyebut pemberian hanya karena merasa pemberiannya tidak dihargai atau diingkari. Jika demikian halnya bahasa kemanusiaan (لسان الحال) yang diisyaratkan oleh fitrah penciptaan tanah, tentunya bahasa kemanusiaan(لسان الحال) yang diisyaratkan oleh fitrah penciptaan manusia jauh lebih tinggi dan mulia. Jangan pernah merasa tinggi, atau punya kelebihan dari yang lain! Memberi dan memberi, dan jangan menunggu penghargaan, atau menampakkan kejengkelan hanya karena merasa pemberian tidak dihargai. Anda bukanlah pemberi mutlak, Anda tidak lain kecuali hijab terhadap Allah Maha Pemberi yang tidak henti-hentinya mencurahkan rezeki-Nya kepada makhluk. Itulah isyarat-isyarat kemanusiaan dan ketuhanan yang diperlihatkan oleh tanah di jendela ini.

Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pemerhati hakikat-hakikat ketauhidan menyuarakan kesimpulan berikut ini:

“Tengok dan petik hakikat-hakikat ketuhanan lewat jendela-jendela ketauhidan setiap makhluk! Telusuri isyarat-isyarat keindahan bahasa mereka (لسان المقال) yang menyuarakan dengan(لسان الحال) kesucian, keindahan, keagungan, dan ketinggian zat dan sifat-sifat Allah! Temukan nilai-nilai kemanusiaan yang dipentaskan oleh mereka dengan jendela-jendela maknawi yang ada pada diri mereka! Mulailah membangkitkan kesadaran tauhid Anda dengan menjadikan tanah dan jendela-jendela ketauhidannya pembuka dan batu loncatan dalam hal ini!”

Sumber

Ustadz Said Nursi, Risalah at-Tabiah, hlm. 22-24

pernyataan ini telah ditegaskan sebelumnya di tulisan kami (Apakah Dia Bertasbih seperti Aku Bertasbih?) yang dimuat di: http://www.dakwatuna.com/2012/05/20369/apakah-dia-bertasbih-seperti-aku-bertasbih/

Unsur-unsur tanah tersebut dan khasiatnya telah disebutkan di tulisan sebelumnya (Mengapa Jilatan Anjing Dibersihkan dengan Tanah, Bukan dengan Air?) yang dimuat di:

http://www.dakwatuna.com/2012/03/19564/mengapa-jilatan-anjing-dibersihkan-dengan-tanah-bukan-dengan-air-1/

Muhammad Ahmad Dhirgam, al-Haqaiq al-Ilmiyah fi Alqur’an Al-Karim, hlm. 54

Haqâiq at-Tauhid, hlm. 47