3 Tingkatan Ikhlas dalam Beribadah

Eramuslim – An-Nawawi di kitab Syarh al-Arba’īn menjelaskan bahwa hadis di bawah ini menjadi dalil kuat akan pentingnya niat yang tulus (ikhlas) dalam setiap amal perbuatan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari ’Umar bin Khatthab r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari & Muslim).

An-Nawawi juga menerangkan tentang adanya tiga tingkat keikhlasan seorang hamba, yaitu: pertama, beribadah karena takut akan siksa Allah SWT. An-Nawawi menamakan tingkatan ini dengan ’ibādatul-’abīd; ibadah para budak. Kenapa? Karena yang seperti ini, sebagaimana mental seorang budak mematuhi perintah hanya karena takut disiksa oleh Tuhannya.

Kedua, beribadah karena mengharapkan surga dan pahala dari Allah SWT. Tingkatan ikhlas ini oleh An-Nawawi disebut sebagai ’ibādatut-tujjār; ibadah para pedagang. Sebab, seperti halnya pedagang yang selalu mencari keuntungan, orang-orang yang berada pada tingkatan ini juga hanya memikirkan keuntungan dalam ibadahnya.

Ketiga, beribadah karena malu kepada Allah SWT dan demi memenuhi keharusannya sebagai hamba Allah yang bersyukur disertai rasa khawatir sebab amal ibadahnya belum tentu diterima di sisi-Nya.