Gembala

Seorang anak penggembala begitu asyik menikmati hijaunya padang rumput dari atas punggung seekor kerbau. Sesekali, ia menepuk punggung sang kerbau yang berjalan lambat mengikuti kendalinya. Kemana pun arah yang dituju si anak gembala, kerbau mengikuti dengan berjalan lambat, berhenti sebentar, dan berjalan lagi.

Suatu hari, ayah si anak gembala kerbau membawakannya seekor kuda. Postur sang kuda lumayan bagus: tinggi tegap, sehat, dengan bulu berwarna coklat kemilau.

“Ayah akan mengajarkanmu bagaimana mengendarai kuda, anakku,” ujar sang ayah sambil tersenyum mendapati keceriaan sang anak.

Hanya dengan beberapa kali putaran, si anak gembala merasa yakin mampu mengendalikan laju sang kuda. Dan, mulailah hari-hari kesibukannya yang berbeda dengan hari sebelumnya.

Kini, si anak gembala tidak lagi menunggangi seekor kerbau yang lamban, berhenti, dan lagi-lagi berjalan lamban. Saat ini, ia sedang berada di atas tubuh seekor kuda yang bergerak gesit, cekatan, dan siap berlari kencang kapan pun si anak gembala mau.

Tapi, ada yang aneh yang dirasakan sang kuda terhadap perlakuan si anak gembala. Si anak gembala akan marah seraya memecut sang kuda ketika ia tidak mau berjalan lamban, berhenti, dan berjalan lamban. Padahal, si anak gembala tidak lagi sedang berada di atas kerbau yang tidak mampu berlari cepat, apalagi melompati pagar.
**

Seorang pemimpin, di mana pun level dan jenis kepemimpinannya, adalah juga seorang pengendali. Pemimpinlah yang mengendalikan arah, kecepatan, dan ritme gerak orang-orang atau organisasi yang ia pimpin.

Terkadang, tanpa disadari sang pemimpin, orang-orang yang ia kendalikan punya potensi bergerak dan bermanuver lebih canggih dari apa yang dibayangkan sang pemimpin.

Namun kadang, seperti halnya si anak gembala, justru sang pemimpin tidak nyaman ketika organisasi dan orang-orang yang ia pimpin mampu bermanuver di luar kebiasaan dan selera yang diinginkan. ([email protected])

foto ilustrasi: pumpins