Kenapa Allah tak Jadikan Keturunan Nabi Adam Sama?

Syukur adalah menyebut nama-(Nya) ketika makan, dan memuji Allah Azza wa Jalla ketika selesai (makan). (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd, 1992, h. 61)

Dengan mengamalkan menyebut nama-Nya ketika makan dan memuji-Nya ketika selesai, kita sedang melatih diri kita sendiri untuk memahami dan mengenali nikmat-nikmat Allah di sekitar kita. Kita harus akui bahwa makanan termasuk nikmat Allah yang sering kita lalaikan kedudukannya. Kita hanya memakannya tanpa merasakan atau mengenalinya sebagai nikmat.

Persoalannya adalah, jika hal yang setiap hari kita lakukan (makan), dan makanan yang merupakan kebutuhan sehari-hari tidak menyadarkan kita untuk bersyukur, lalu bagaimana dengan hal-hal yang jarang kita lakukan dan tidak termasuk kebutuhan sehari-hari. Tentu saja kita akan lebih melalaikannya. Karena itu, menyebut nama Allah ketika makan dan memuji-Nya setelah makan bisa menjadi awal dari pelatihan diri kita. Agar kita lebih terdidik dalam memahami setiap nikmat Allah. Kemudian perlahan-lahan kita akan mulai mengenali nikmat-nikmat-Nya yang lain dan merasakannya, sehingga kita akan bersungguh-sungguh dalam bersyukur dan menjadi orang yang dilebihkan Allah karena syukur kita kepada-Nya.

Pertanyaanya, sudahkah kita memulainya? Wallahu a’lam bish shawwab. (Inilah)