Kisah Hilton Tower

“Sungguh Allah Swt sangat membenci orang yang berkata cabul dan orang yang tidak sopan ucapannya.” HR. Abu Daud

Citra Trilestari saat itu menemani suaminya yang berhaji dengan fasilitas ONH Plus. Suaminya adalah seorang perwira tinggi TNI. Kisah yang disampaikan oleh Citra berlaku pada tahun 2001.

Malam itu, kami tiba di kota Mekkah, Citra menuturkan. Kami tiba di sebuah hotel terkenal di sana bernama Hilton. Waktu saat itu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Kami semua dikumpulkan oleh panitia di lobby hotel. Kami mendapatkan kamar double di lantai 14 tower 3.

Begitu tiba di kamar, kami menyadari bahwa kami telah dipermainkan. Rupanya kami bukan ditempatkan di Hilton Hotel, melainkan di Hilton Tower dan hal itu baru kami ketahui lewat brosur hotel yang diletakkan di dalam kamar.

Menyadari hal itu, suami saya yang seorang jendral aktif langsung naik pitam. Meski jam saat itu telah menunjukkan pukul 12 lewat, suami saya pun langsung menelpon kamar panitia untuk menyampaikan komplainnya.

Seorang panitia datang. Begitu ia hadir, suami saya langsung membentaknya bagai sedang berbicara kepada prajuritnya. Suami saya berkata dengan lantang, “Hey… Kenapa saya di tempatkan di kamar seperti ini? Saya ingin segera dipindah ke Hilton Hotel yang lebih layak. Ini sih bukan kamar untuk manusia. Ini lebih layak disebut sebagai kandang anjing!”

Mendengar kalimat yang diucapkannya, saya sempat beristighfar dalam hati. Saya menyayangkan tindakannya berkata sedemikian yang sering dia lakukan di tanah air. Tapi ini khan di tanah suci? Rasanya tak pantas berkata sedemikian!

Panitia itu pun hanya mengangguk-angguk saja ketika diceramahi oleh suami saya. Ia berjanji akan memberikan kamar yang tepat untuk kami. Dan kejadian itu pun usai. Lalu kami pun beranjak tidur karena kelelahan.
Rasanya belum lama kami berbaring. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk dengan keras berulang-ulang. Saya pun membangunkan suami, dan ia bangkit hendak membuka pintu dengan gusar. Saya yakin, siapapun orangnya pasti akan ia tempeleng.

Begitu pintu terbuka, nampak disana terlihat seorang room boy berdiri di muka pintu. Saya melihat dengan jelas bahwa ia adalah orang Indonesia. Bahasa yang ia gunakan pun adalah bahasa Indonesia yang fasih.

Aneh… suami saya tiba-tiba seolah terpaku di depan pintu. Room boy itu berteriak lantang kepadanya sambil berkata, “Kalau kamu tidak mau tinggal di kamar ini, keluar saja dari kota Mekkah! Kami tidak mau menerima anjing najis seperti kamu…!”

Suami saya pun yang tadinya gagah langsung berangsur surut. Dia diam terpaku tak bergerak sedikitpun. Saya pun juga diam terduduk di atas kursi menyaksikan kejadian itu. Petugas room boy itu kemudian keluar kamar dan menutup pintu. Ia berlalu dan meninggalkan kami dalam keheningan bisu.

Setelah beberapa saat ia pergi kami pun baru tersadar. Lalu saya berkata kepada suami, “Pa… Makanya hati-hati kalau bicara. Ini khan kota suci dan dekat rumah Allah.” Mendengar saya berkomentar, suami pun langsung naik pitam dan berujar, “Aku gak terima diperlakukan kasar seperti itu. Aku ini customer. Seharusnya kita dilayani dan dihormati. Besok pagi, aku akan datang ke kantor manajemen hotel untuk menyampaikan komplain.”

Keesokan pagi usai sarapan, saya mendampingi suami ditemani seorang panitia dari travel datang ke manajemen hotel. Kami menyampaikan komplain kejadian semalam dan kami menuntut agar room boy semalam diberi pelajaran. Manajer hotel itu melayani komplain kami dengan seksama. Ia menyatakan permohonan maaf, namun ia menanyakan ciri-ciri room boy yang dimaksud untuk perbaikan sikap yang bersangkutan.

Kami pun menyampaikan ciri-cirinya, termasuk kewarganegaraannya yaitu Indonesia. Saat sang manajer hotel mendengar penuturan kami, dahinya berkernyit. Ia katakan, bahwa tidak satupun orang Indonesia yang dipekerjakan sebagai room boy di hotelnya. Kami tidak langsung percaya dengan penuturan manajer tersebut. Kami menduga bahwa ia berkilah demi menyelamatkan korpsnya.

Kami terus berkeras, hingga ia memanggil supervisor room boy untuk menghadirkan daftar piket room boy yang bekerja pada shift semalam. Daftar itu dihadirkan, dan supervisor menjamin bahwa tidak ada anggotanya yang berbangsa Indonesia dan memiliki ciri-ciri yang kami sebutkan.

Kami masih berkeras dengan pendirian kami. Pihak hotel akhirnya menghadirkan semua petugas room boy yang bertugas semalam sesuai dengan list yang dipegang supervisor. Namun aneh, tak satu pun dari petugas room boy itu yang berkebangsaan Indonesia. Apalagi yang memiliki ciri yang telah kami sebutkan.

Setelah menyadari kekeliruan diri kami pun beringsut. Manajer hotel terlihat menyunggingkan senyum. Sementara kami merasa amat malu. Kami berpamitan kepada manajer hotel itu. Di lorong hotel saya dan suami sempat berpikir, “Jadi…., siapa ya room boy itu? Jangan-jangan…. malaikat yang Allah kirim untuk ngasih kita pelajaran…?!!”

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS. Al Baqarah, 2:197)

Ustadz Bobby Herwibowo