Mengangkat Kekeliruan Orang, Melupakan Kebaikannya

Kesalahan adalah tabiat manusia, apalagi kalau wilayah aktifitasnya pada tataran riil dengan segmen publik yang luas, berbeda kalau wilayah aktifitasnya hanya sebatas wacana dan diskusi terbatas. Kekeliruan memang harus diluruskan, setelah kita yakin bahwa itu kekeliruan. Tapi tidak dengan membuat kekeliruan baru dengan bergunjing, memperlebar masalah dan menafikan berbagai kebaikan yang ada, apalagi terhadap orang yang secara umum berusaha menempuh jalur kebaikan dan menebarkan kebaikan.

Adapun niatnya, hanya Allah yang mengetahui niat seseorang, kecuali kalau kita ingin menandingi Allah dalam masalah ini. Ada kisah menarik dan sangat dikenal (hadisnya dikutip oleh Imam Nawawi dalam Riyadhushshalihin, bab Tobat), yaitu tentang Ka’ab bin Malik, shahabat mulia namun pernah tergelincir karena mangkir dalam perang Tabuk.

Di tengah perjalanan, ketika ada seseorang hendak melampiaskan kekesalannya dengan berkata di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, dia tak ikut karena asyik dengan burdahnya…’

Mendengar itu, serta merta Muaz bin Jabal menyergah, ‘Buruk sekali apa yang kamu katakan, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mengenalnya kecuali dia orang yang baik.’ (Muttafaq alaih). (Inilah)

Wallahu alam bishowab.

Oleh Ust. Abdullah Haidir Lc.