Pencuri

Seekor burung mahal jenis merpati pos tampak gelisah dalam sebuah sangkar besi nan indah. Tubuhnya yang elok mulai terlihat lemas. Dalam dua hari ini, ia memang tidak mau makan.

Sang merpati yang telah menjuarai beberapa turnamen dunia ini, mulai dari kecepatan terbang hingga ketepatan target tujuan hinggap, yakin benar kalau tuan barunya yang dua hari ini memberinya makan, bukanlah tuan yang sebenarnya. Ia yakin dirinya telah dicuri.

Karena itulah, senikmat dan semahal apa pun makanan yang ditawarkan, ia tetap tidak mau makan. Sang merpati pintar ini yakin, menikmati makanan dari orang yang telah mengecewakan tuannya yang asli, berarti mengkhianati sang tuan yang telah menyayanginya dengan penuh cinta.

Namun, si pencuri tidak pernah marah dengan penolakan itu. Ia ambil lagi makanan yang belum disentuh itu, untuk kemudian diganti dengan makanan yang baru, yang lebih segar, dan lebih nikmat. Sang pencuri pun tidak lupa membersihkan kandang merpati dengan penuh hati-hati.

Begitulah hari-hari yang dilalui oleh sang pencuri kepada merpati curiannya. Sesekali, dengan penuh kelembutan, jari tangan sang pencuri membelai-belai bulu kepala merpati. Sungguh suatu perlakuan yang melebihi apa yang diterima si merpati dari tuannya yang asli.

Ketika lapar yang tidak lagi bisa ditahan, sang merpati akhirnya mencicipi makanan sajian tuan barunya itu. “Aih, lezatnya makanan ini. Baru kali ini aku merasakan makanan senikmat ini,” ucap sang merpati sambil terus memakan sajian yang ada di sangkarnya.

Keesokannya, sang merpati kembali menikmati sajian tuan barunya. Kali ini ia tidak lagi ragu untuk menikmatinya. Perasaan buruknya tentang siapa tuan barunya itu mulai sirna. Tubuhnya pun sudah mulai segar dan bugar. Sayapnya yang pernah rusak, kini kembali normal seperti sebelumnya.

**
Jika seseorang berada dalam keheningan muhasabahnya. Mungkin ia bisa merasakan bahwa begitu banyak ‘pencuri’ yang sangat dekat dalam keseharian kita. Ada ‘pencuri’ yang berkedok karir, ada yang berkedok demi masa depan, ada yang demi isteri dan anak-anak, ada yang berlabel demi maslahat yang lebih besar, dan lain-lain.

Tampilan kelembutan dan kebaikannya yang begitu mempesona, lambat laun mengurangi kejernihan timbangan batin kita. Suatu saat, seseorang tidak lagi bisa membedakan mana yang sebenarnya sebuah kebenaran dan mana yang kebatilan. Mana yang memperbaiki dan mana yang merusak. Dan bahkan, mana Tuan Besar yang telah memberinya kehidupan, dan mana tuan-tuan kecil yang justru mencuri nilai-nilai kehidupannya. ([email protected])