Puasa dan Empati Sosial

Puasa bukanlah semata kewajiban bagi umat Islam. Dalam sejarah umat-umat terdahulu diperintahkan untuk melaksanakan puasa. Orang-orang Mesir Kuno sebelum mereka mengenal agama Samawi (Islam, Yahudi, dan Nasrani) telah mengenal puasa. Praktek berpuasa pun lalu beralih kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Puasa juga sangat populer pada agama-agama penyembah bintang. Pun demikian dengan agama Budha, Yahudi, dan Kristen.

Dalam kitab al Fharasat karya Ibn an-Nadim menyebutkan bahwa agama para penyembah bintang berpuasa 30 hari setahun. Juga ada puasa sunnat sebanyak 16 hari dan 27 hari. Puasanya bertujuan sebagai pemuliaan kepada bulan, bintang, dan matahari. (Quraish Shihab, 2007).

Dalam Budha demikian juga dikenal puasa, sejak terbit sampai terbenamnya matahari, mereka melakukan puasa 4 hari dalam sebulan. Mereka menamainya Uposatha, pada hari –hari pertama kesembilan, kelima belas, dan kedua puluh.

Orang Yahudi mengenal puasa selama 40 hari bahkan dikenal beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut –penganut agama ini, khususnya untuk mengenang para Nabi atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka. Demikian juga Kristen. Dalam kitab perjanjian baru tidak ada isyarat tentang kewajiban puasa namun dalam prakteknya mereka mengenal puasa yang ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama mereka (Quraish Shihab,2007).

Ajaran puasa bagi umat Islam tidaklah berdiri sendiri. Ia memiliki ketersambungan sejarah dengan agama-agama dan keyakinan-keyakinan sebelumnya. Paling tidak, puasa tidak hanya pemuasan batin, mental, dan spritualnya tetapi puasa menggembleng umat beragama untuk memiliki empati dan kepedulian sosial. Agama tidak semata kewajiban aini (individu) tetapi selalu berefek sosial. Orang-orang yang berpuasa mampukah mereka menyerap perasaan orang-orang miskin yang kadang ada kadang tiada. Maka puasa mengajari amal sosial.

Berpuasa bukan hanya berdampak sehat individu tetapi sehat sosial. Andaikan setiap orang peka akan kondisi-kondisi sekitarnya maka musnahlah kemiskinan di kolom langit ini. Sesungguhnya Tuhan telah mencukupkan dunia dan isinya untuk segenap makhluknya dengan perhitungan seluruhnya sudah mendapatkan hak berupa harta untuk mencukupi kebutuhannya dalam kehidupannya.

Akan tetapi di antara mereka ada yang rakus, tak peduli hak orang lain, semua dijepit dalam ketiaknya sehingga yang lainnya tidak mendapatkan bagian apa-apa. Sumber kemiskinan hanya satu, orang tidak rela berbagi dan tidak menunaikan hak yang lainnya. di sinilah pentingnya aktualisasi puasa.

Aspek lain puasa adalah mencegah berbagai penyakit, baik fisik maupun mental. Sejumlah Peneliti menyebutkan dengan puasa, kerja sel getah bening membaik 10 kali lipat. Jumlah sel T limfosit yang berfungsi sebagai kekebalan semakin bertambah banyak, antibody semakin meningkat dan reaksi imun semakin aktif akibat bertambahnya protein lemak.