Puasa dan Empati Sosial

Puasa dapat menghindarkan diri dari penyakit kegemukan. Penyakit ini bisa menimbulkan gangguan pencernaan. Penyebabnya macam-macam selain karena kegemukan, obesitas juga bisa disebabkan oleh tekanan jiwa, lingkungan, ataupun masyarakat.

Kegamangan jiwa juga kadang menimbulkan gangguan pencernaan. Puasa disertai ibadah lain, seperti zikir, membaca Al Qur’an dapat menjauhkan diri dari ketegangan, jiwa dan pikiran menjadi tenang. Puasa mampu mengekang nafsu serta mengarahkan energi tubuh dan pikiran kepada sesuatu yang positif dan bermanfaat.

Ada juga pakar menyebutkan bahwa puasa mencegah terbentuknya batu ginjal di dalam tubuh. Kadar sodium dalam darah meningkat pada saat berpuasa sehingga hal ini dapat mencegah pengkristalan garam kalsium. Puasa juga dapat menambah albumin pada air seni yang berfungsi menghilangkan pengendapan garam. Pengendapan garam inilah yang nantinya dapat terbentuk menjadi batu pada saluran kemih.

Selain itu, puasa dapat menghindarkan dari bahaya racun yang menumpuk dalam sel-sel tubuh dan jaringan-jaringannya. Racun ini menumpuk akibat konsumsi makanan selama 1 tahun penuh tanpa puasa, terlebih makanan yang diawetkan dan makanan kemasan. Selain itu, racun tersebut juga berasal dari obat-obatan atau udara yang tercemar saat bernafas.

Kemuliaan berpuasa mendorong setiap hamba untuk menahan dan mengendalikan hawa nafsu kebinatangannya. Dalam diri manusia ada 2 potensi, potensi nasut (potensi binatang) dan potensi lahut (potensi ketuhanan). 30 hari lamanya berpuasa lalu dilanjutkan dengan puasa syawal 6 hari plus puasa senin dan kamis yang konsisten.

Keseluruhannya akan melahirkan manusia yang beremosi dan berjiwa lawwamah. Sebuah emosi yang mampu mengendalikan kecintaan duniawinya menuju kepada kesejatian diri yang dekat dengan penciptanya, tidak diperhamba oleh angan-angan duniawi kecuali harapan penghambaan dirinya kepada Tuhan semata. Nafsu dan emosi lawwamah bagi shaimun-shaimaat menjadi harapan tattaqun (agar kalian bertaqwa kepadaNya).

Puasa tidak mengenal agama, suku, kebudayaan, dan etnis. Puasa adalah panggilan kemanusiaan untuk sehat, sabar, berkehidupan sosial, dan berkepribadian. Andaikan ada orang yang tidak meyakini puasa maka sebenarnya ia pun telah mengusahakan dirinya utuk berpuasa minimal ia mengatur pola makannya karena panggilannya untuk sehat.

Bagi umat Islam yang berpuasa telah mendapatkan kelipatan keuntungan atau pahala. Pada satu sisi terpelihara tubuhnya untuk makin sehat, di sisi lain akan mendapatkan pahala dari sisi-Nya. (Okz)

Wallahu a’lam bishshawab.

Oleh: Basnang Said
(Wakil Sekretaris PP ISNU 2018-2023)