Renungan Soal Ucapan “Selamat Natal”

 

suasana natalOleh : Ustadz Ihsan Tanjung

Sungguh kondisi sebagian ummat Islam dewasa ini sudah sangat memprihatinkan. Betapa tidak, Allah di dalam Kitabullah Al-Quranul Karim jelas-jelas memerintahkan kita untuk mengajak Ahli Kitab (yakni kaum penganut Yahudi dan Nasrani) agar hanya menyembah Allah semata, namun dalam realitanya justeru tidak sedikit ummat Islam yang setiap tahun ketika memasuki bulan Desember malah berbondong-bondong mengucapkan selamat atas perayaan hari Natal. Sudahkah mereka benar-benar merenungi dampak dari ucapan “Selamat Natal” yang mereka layangkan kepada ummat Kristiani tersebut? Mari kita coba mendalami hal ini dengan hati yang tenang dan fikiran yang jernih.

Marilah kita lihat apa yang Allah perintahkan kepada kita ummat Islam di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)

Jelas di dalam ayat di atas Allah menyuruh kita mengajak kaum Nasrani untuk bertauhid yaitu hanya mengesakan dan menyembah Allah semata dan agar tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun di muka bumi ini. Dan tidak ada seorangpun muslim yang tidak kenal surah Al-Ikhlas —bahkan hafal sejak masih duduk di bangku SD— di mana di dalamnya terdapat firman Allah sebagai berikut:

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dia (Allah) tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Allah).” (QS. Al-Ikhlas [112] : 3-4)

Bagi seorang muslim keyakinan bahwa Allah subhaanahu wa ta’aala itu Maha Esa adalah perkara yang sudah selesai dan mantap diyakininya. Allah tidak punya anak dan Allah tidak punya orang-tua. Bahkan tidak ada sesuatupun atau seseorangpun di muka bumi ini, baik di masa lalu, masa kini maupun di masa depan yang bisa dan boleh disetarakan atau diserupakan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala.