Renungan Soal Ucapan “Selamat Natal”

Sekali lagi, alangkah tega dan zalimnya bila ada seorang muslim yang mengaku menjadikan Allah sebagai Tuhan Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak bisa diserupakan dengan apapun dan siapapun, kemudian melihat ada orang-orang yang meng-claim bahwa Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pemurah) punya anak lalu malah turut mengucapkan selamat pada hari dimana mereka merayakan peringatan hari kelahiran anak tuhan atau bahkan tuhan mereka itu.

Tidak mengucapkan “Selamat Natal” kepada kaum Nasrani bukan berarti kita tidak bisa bergaul dan berlaku baik kepada mereka. Silahkan berlaku baik kepada mereka sepanjang tahun. Tapi pada giliran tiba bulan Desember, khususnya tanggal tertentu, tunjukkanlah sikap Tauhid kita dengan tidak ikut serta melegitimasi kekeliruan keyakinan mereka dengan mengucapkan Christmas Greetings.

Mungkin ada yang bertanya, “Tetapi kenapa kita tidak mengucapkan ‘Christmas Greetings’ kepada mereka sedangkan mereka mengucapkan ‘Selamat Hari Raya Idul Fitri’ kepada kita?” Saudaraku, sungguh tidaklah sama antara Perayaan Natal dengan Hari Raya Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri merupakan sebuah momen dimana ummat Islam bersyukur telah sebulan penuh beribadah Ramadhan dengan shaum di siang hari, taraweh di malam hari dan berburu lailatul qadar. Ini semua merupakan perintah-perintah Allah untuk dilaksanakan dan dijanjikanNya akan mendatangkan keselamatan di dunia maupun di akhirat bagi pelakunya. Artinya memang seorang muslim yang mentaati Allah dengan beribadah Ramadhan adalah fihak yang selamat dan patut diberikan ucapan selamat. Sementara fihak yang merayakan peringatan hari lahirnya ‘anak tuhan’ atau lahirnya ‘tuhan’ bagaimana bisa dikatakan selamat sedangkan Allah sangat murka dengan claim batil tersebut? Lalu apa perlunya diberikan ucapan selamat kepadanya? Malah semestinya —jika sanggup— kita mengajak mereka untuk bertaubat dari claim batil tersebut dan kembali kepada ajaran murni Yesus alias Nabiyullah Isa ‘alahis salaam, yakni ajaran Tauhid.

Malah seharusnya kita malu kepada Allah karena kita belum kunjung melaksanakan perintahNya untuk mengajak mereka kepada kalimat yang disepakati antara kita dengan mereka:

تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)

Ya Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun, ampunilah kami yang belum kunjung sanggup secara terbuka melaksanakan perintahMu di atas bahkan sebagian kami justeru malah melegitimasi kesesatan Ahli Kitab dari kalangan kaum Nasrani. Amin ya Rabbal ‘aalamiin.