Dampingi Mereka…

anakpalestinaSejak usia TK hingga SD, anak-anak belajar membaca  Al-Qur’an, sholat dan ibadah lainnya di Taman Pendidikan Al-Qur’an. Mereka mulai dibiasakan untuk menjalankan dan mencintai amal sholeh sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Ta’alaa.

Orangtua mana yang tidak berbunga-bunga hatinya ketika menyaksikan gadis kecilnya sore-sore pergi ke masjid/mushola dengan memakai jilbab, kemudian terdengar dari mulut mungilnya melantunkan doa-doa dan ayat suci Al Qur’an.

Orangtua mana yang tidak bahagia ketika anak laki-laki kecilnya memperlihatkan hafalannya dan mulai senang sholat jamaah di masjid.

Serasa impian untuk mempunyai anak sholeh/sholihah sudah dalam dekapan.

Tetapi bagaimana ketika mereka mulai memasuki usia remaja/SMP?

Di SMP hampir belum ada pengajian untuk anak-anak SMP di sekolah masing-masing( Moga-moga saya salah) kemudian mereka juga sudah tidak ikut TPA/TPQ  lagi. Bagaimana menjaga amalan mereka yang sudah berusaha untuk dibiasakan ketika mereka TK-SD? Usia Remaja seharusnya adalah peralihan  dari ibadah yang awalnya hanya karena kebiasaan menjadi kepahaman sebelum menjadi kesadaran sepenuhnya. Apalagi mereka sudah mulai baligh, artinya mereka sudah bertanggungjawab terhadap ibadah yang menjadi kewajiban. Bagaimana mereka bisa menjalani ini jika tanpa pendampingan orangtuanya?

Sayangnya banyak orangtua yang lalai,

Yang awalnya sudah terbiasa menjadi tidak biasa lagi, mereka dibiarkan  untuk mengikuti naluri dan keinginan mereka. Ketika kecil dibiasakan memakai jilbab, ketika remaja banyak orangtua yang membiarkan anak remajanya tidak memakai jilbab dengan alasan kasihan, biar menikmati masa remajanya, dan hal-hal yang lainnya. Membaca Al-Qur’an pun tak terlalu penting lagi untuk ditanyakan. Alhasil…banyak masjid-masjid kehilangan anak-anak remajanya. Kemanakah mereka?

ِAkan lebih mudah menemukan mereka di rumah-rumah dengan Hp selalu ditangan, atau di depan televisi, atau di warnet-warnet asyik main game online. Atau di jalan-jalan saat minggu pagi bersama temannya lari pagi dengan hp ditangan, headset di telinga, dengan celana hotpants dan kaos pendek. Yang hari biasa susah bangun pagi dan sholat subuh tepat waktu, jika hari minggu langsung bangun tatkala alarm berbunyi.

Padahal mereka semua dulunya rajin mengaji ketika kecil, mereka berjilbab rapi dengan pipi tembemnya. Ketika mereka remaja yang harusnya sudah menutup auratnya ketika keluar rumah, mengapa diizinkan keluar rumah hanya dengan celana pendek dan ketat? Mengapa ketika anak laki-laki bapak/ibu banyak menghilang di warnet-warnet tidak langsung waspada dan bersegera untuk mencari jalan agar tidak segera tenggelam dalam dunia imajinernya yang akan menyedot semua energinya.

Sungguh mendidik anak adalah usaha yang terus  menerus, yang perlu kesungguhan dan dibarengi doa yang tak ada putusnya.

Tidakkah bapak/Ibu  risau ketika sepasang remaja mulai pacaran mereka menyapa pasangannya dengan ayah-bunda?

Diatri Ratih Rahayu, S.Si.,Apt