Mendidik dan Mengarahkan Kewajiban Beragama untuk ABG

Assalamualaikum Wr. Wb

Ibu Anita yang budiman, saya seorang Ibu dari 2 Anak. Saya tinggal di luar negri di mana lingkungan pergaulan Islami kurang memadai. perbedaan antara anak pertama dan kedua 8th. Anak pertama saya sangat sulit untuk melakukan sholat lima waktu. Kalaupun melakukan sholat harus adu argumen dan mengencangkan suara. Anak pertama saya hobby di depan komputer dan gangguin adiknya, apapun yang dilakukan adiknya selalu diganggu dan tidak ada kenyamanan untuk sang adik di rumah kalo ada kakaknya.

Suami saya sangat sibuk dengan pekerjaan dan hobynya, kurang ada waktu untuk bermain dengan anak. Sepertinya suamikupun merasa terganggu kalo pergi diikuti dengan anak pertamaku. Kedua-duanya sangat temperamen.

Beberapa kali saya memohon kepada suamiku untuk mengajak sisulung untuk kegiatan olahraga. Sesekali suamiku mengajak itupun atas permohonanku dan lama ga dilakukan lagi mungkin sudah 15kali ataupun kurang suamiku bawa sisulung jalan keluar selama masuk masa puber.

Tugasku total sebagai Ibu RT dan isteri karena kami tinggal diluar negri. Saya sangat berperan dalam pendidikan agama di rumah. Yang jadi masalah di sini

*Bagaimana menghadapi dan mengarahkan sisulung supaya ada kewajibannya sebagai seorang muslim karena sudah baligh dan sayang kepada adiknya.

**Salahkah saya yang selalu minta cerai kepada suami karena tidak ada kepercayaan suami kepada kemampuan saya dan terlalu besar beban yang saya rasakan karena pendidikan di rumahdan urusan rumah tangga saya yang mengerjakan.

Saya di Indonesia selalu bawa mobil kalo mengantar kegiatan anak. Suami selalu melarang sayauntuk mempunyai SIM di mana negara yang sudah 5th saya tinggali ini. Seminggu sekali di hariJumatsayamengantar sisulung sholat Jumat dan mengaji, keduaibadah tersebut kami tempuh dengan ganti-ganti kendaraan sampai 3 kali dan jalan kaki sampai tujuan. Kalau musim panas ga masalah buat kami tapi kalau musim dingin sangat kasihan kedua anakku karena jam 5sore saja sudah gelap. Kegiatan mengaji jam 6malam.

Kegiatan mengaji tidak bisa diharisabtu dan minggukarena beliau punya keluarga dan sangat sibuk sebagai karyawan.

Saya selalu dilarang untuk belajar perkembangankomputer, ilmu saya tentang komputer mandeg tidak berkembang. Alasan suami jam berapa saya harus istirahat karena seharian ngurus anak dan rumah. Sedih saya bu, sebagian hidup dan hartaku aku serahkan kepada suamiku.

Suamiku sangat santai sampai-sampai masalah anakkpun kalau aku bicarakan tentang sisulung yang makin mengasah kesabaranku dengan ringannya suamiku mendengarkan tanpa komentar karena suamiku tertidur dan aku bagaikan seorang ibu yang sedang bercerita sebagai pengantar tidur.

Mohon bantuannya bu Anita dalam mendidik dan mengarahkan putra putri kami menjadi anak soleh solehah. Terimakasih atas bantuannya, Semoga Ibu senantiasa Sehat, Barokah dan makin Bijaksana amin.

Assalammu’alaikum wr.wb

Ibu yang penyabar,

Menjadi ibu rumah tangga memang bukan tugas yang mudah, dan memiliki tingkat stress tersendiri, apalagi di tempat yang jauh dari sanak keluarga. Selalu bekerja pagi, siang dan malam untuk mengurus semua kebutuhan keluarga, merawat dan membersihkan rumah serta mendidik anak. Jam kerjanya jauh melebihi orang-orang yang bekerja di kantor yang masih punya kesempatan untuk melakukan selingan ataupun hiburan mengatasi kejenuhan, berbeda dengan seorang ibu yang hampir seluruh waktunya tersita sehingga seringkali tak ada hiburan untuk melepas kejenuhan.

Dan sangat disesali ketika ada suami yang tidak memahami hal tersebut dan tidak terlibat dalam mengurangi beban isterinya, minimal memahami kebutuhan isterinya untuk dihargai dan dimudahkan dalam menjalani tugasnya termasuk terlibat dalam pengasuhan.Dengan memahami kehidupan dan keteladanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, hal ini jelas bukanlah sunnahnya. Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menghargai dan bersikap baik, bahkan turun langsung meringankan beban isterinya dengan mengerjakan sendiri keperluannya dalam beberapa hal.

Kekecewaan yang terus menerus dirasakan karena beban yang berat memang dapat membuat orang pada akhirnya merasa frustasi. Itu nampaknya yang dirasakan ibu sehingga menuntut cerai dari suami. Namun perceraian sendiri bukanlah hal yang mudah dan selalu lebih baik dalam setiap permasalahan rumah tangga, karenanya meskipun hal tersebut diperbolehkan tapi selalu dijadikan solusi terakhir bahkan dihindarkan jika masih memungkinkan melakukan jalan lain.

Harapan ibu untuk bisa membimbing putra-putri menjadi pribadi yang sholeh dan sholehah memang tercermin dari usaha ibu yang luar biasa, yang rela menjalani perjalanan jauh dan agak sulit demi mendapatkan lingkungan keagaamaan yang tepat bagi buah hati. Meskipun berat namun hal ini bisa menjadi keteladanan bagi putra putri ibu, kegigihan ibu menunjukkan pada mereka bahwa nilai-nilai yang ibu perjuangkan adalah hal yang sangat penting. Tentu ini ikut menumbuhkan nilai dalam alam bawah sadar mereka, meski tak nampak sekarang tapi akan ibu rasakan satu saat.

Dalam mendidik buah hati, mungkin ibu perlu untuk lebih sering meluangkan waktu berkumpul dengan komunitas muslim sehingga anak memiliki teman dan lingkungan yang mendukung mereka. Apalagi remaja, seringkali lebih menanggapi menerima nasehat dari oranglain dengan senang hati. Padahal, nasehat yang sama telah mereka tolak ketika orangtuanya sendiri yang mengatakan.

Sedangkan mengenai anak yang suka menganggu adiknya, maka hal itu adalah wajar dalam hubungan antar saudara dan tidak kemudian mempengaruhi rasa sayang mereka. Perselisihan kakak beradik memang menyebalkan bagi orangtua, namun sebenarnya sebuah kesempatan bagi orangtua untuk membantu anak mengembangkan kemampuan untuk menghadapi konflik. Bahkan kadang membuat mereka lebih dekat. Dan jangan khawatir bahwa sikap itu akan terus berlangsung karena seiring bertambahnya usia, pertengkaran akan berkurang bahkan menghilang.

Karenanya jangan terlalu ikut memusingkan hal-hal seperti ini, akan membuat ibu tambah stress. Terkadang mengatasi pertengkaran adik-kakak pun orang tua tidak selalu harus ikut campur namun memberi kesempatan pada anak untuk dapat menyelesaikannya berdua, jadi adik terlatih untuk dapat membela diri dan kakaknya juga belajar batas-batas orang lain. Demikian ibu semoga tanggapan saya bermanfaat minimal mengurangi beban emosi ibu. Wallahu’alambishshawab.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr Anita W.