Berbeda ? Untuk Saling Mengenal (3)

Selesai dari urusan kamar ini, maka Herr Scholl memanggil seluruh penghuni kamar. Waktu itu hanya ada tiga orang di WG ini, Jan, Christina, dan Judith. Di kemudian hari saya mengetahui bahwa total penghuni adalah enam orang termasuk saya. Ketika saya tidak membalas uluran jabat tangan Judith dan Christina, Herr Scholl bertanya pada saya apakah memang mengatupkan tangan itulah cara salam saya. Saya hanya menjawab singkat alasannya, bahwa ada aturan Islam dalam menyentuh wanita dan saya adalah seorang muslim.

Judith wajahnya terlihat agak tidak nyaman, mungkin menganggap saya tidak membalas ekspresi persahabatannya, tetapi sikap Christina berbeda. Ia malah tersenyum. Herr Scholl kemudian malah mengatakan pada para penghuni WG ini untuk tidak mengajak saya minum-minum minuman beralkohol, karena saya seorang muslim. Saya yang melihat tingkah Herr Scholl hanya tersenyum sambil berujar dalam hati, „Herr Scholl, kalaupun mereka mengajak saya minum, insyaALLAH tidak akan saya penuhi.“

Rasanya yang paling tua di WG ini adalah saya, sebagai mahasiswa S2. Jan sedang menempuh Ausbildung, Judith dan Christina masih selayaknya SMA. Kemudian ada Tony yang baru tahun awal kuliah. Ada satu lagi penghuni wanita tetapi saya sudah lupa namanya, tetapi ia juga masih sebaya Judith dan Christina. Saya sebenarnya kurang nyaman dengan WG yang bercampur ini. Setiap dahulu mencari WG di internet, maka saya selalu mencari yang hanya berpenghuni laki-laki. Informasi penghuni laki-laki dan wanita biasanya tercantum pada setiap halaman penawaran WG di internet. Tetapi bila pada saat itu saya menolak tawaran Herr Scholl, saya tidak tahu di mana harus bermalam, sedangkan Hauptbahnhof[1] Oldenburg pun tidak bisa dipakai untuk bermalam.

Suatu saat sang penghuni wanita yang saya sudah lupa namanya itu membawa kereta bayi ke WG kami. Maka ketika saya dan Tony lagi di dapur, dan ia menyiapkan botol susu bayi, maka saya tanyakan apakah bayi itu anaknya. Mungkin agak kurang beralasan saya menanyakan ini, tetapi di Jerman ini bisa saja terjadi, karena pergaulan mereka begitu bebas. Mereka bisa hidup bersama semenjak remaja dan mempunyai anak pun tanpa diikat dengan pernikahan. Maka ia kemudian menjawab bahwa itu adalah anak kakaknya. Maka saya tanyakan umur kakaknya dan ia menjawab dalam umur yang masih muda.

Saya pun kemudian melanjutkan bahwa saya juga banyak menjumpai pasangan muda sudah mempunyai anak di Jerman, dan saya katakan itu bagus. Sebenarnya maksud perkataan saya adalah bagus bila diikat dalam pernikahan. Tony lalu berkata pada rekan satu WG kami ini apakah sang wanita bisa menduga bahwa saya ini sudah seorang ayah dari satu anak. Tony menunjuk ke saya. Maka rekan satu WG kami ini juga seakan tidak percaya. Ia tanyakan umur saya dan memang umur saya bisa dibilang masih muda untuk ukuran sebuah keluarga di Jerman.

Jan ini kamarnya sering ribut. Suara film dan video game adalah yang paling sering keluar dari kamarnya. Kadang musik keras pun diputarnya. Padahal kamar saya dan dia hanya dipisah lemari tempat peralatan bersih-bersih rumah. Untungnya kamar di Jerman ini sudah dirancang dengan sistem isolasi yang baik, sehingga tidak panas saja yang terisolasi dengan baik, tetapi mungkin juga membawa pengaruh pada isolasi suara. Ia hobinya memodifikasi sepeda. Sepeda bagusnya ia bawa ke kamarnya.

Ya, di Jerman ini hobi sebagian besar orang menurut saya adalah sepeda. Saya sering bertanya pada teman-teman dan saudara saya mengapa sepeda baru di Jerman ini amat mahal. Ya, memang mahal. Sepeda bisa berharga 1000 euro, 3000 euro, bahkan 10 ribu euro adalah mudah dijumpai di Jerman ini. Bahkan mereka yang amat hobi dengan sepeda ini bisa membeli sepeda yang lebih mahal dari harga mobil sekalipun. Karena itulah sepeda rasanya adalah satu-satunya barang yang tidak aman di Jerman bila ditinggal tanpa kunci di luar.

Saya masih ingat teman kuliah saya, Scott, ketika pertama kali beli sepeda di Oldenburg. Ia membeli sepeda bagus seharga 300 euro, kemudian ia letakkan di tempat parkir sepeda asrama dan ia kunci. Keesokannya betapa terkejutnya Scott, sepedanya sudah tidak ada dan ada bekas kunci seperti digergaji. Ketika kali lain saya melihat Scott memakai sepeda butut, saya sempat bingung apakah hendak tertawa menyambutnya atau malah bersedih, tetapi memang ia tampak lucu dengan sepeda yang tidak sesuai harapannya itu.

Ternyata di antara Judith, Christina, dan penghuni wanita lainnya, Judith lah yang paling tua dan sudah mendekati akhir masa sekolahnya. Ia sudah bersiap untuk jenjang pendidikan berikutnya. Tetapi ketika saya tanyakan hendak kemana, ia belum bisa menjawab antara kuliah di universitas atau mengambil bentuk pendidikan yang lainnya.

Christina adalah penghuni WG kami yang berkesan bagi saya. Ia memang gadis yang cantik dan manis. Tetapi sebenarnya bukan itu alasan utamanya. Awalnya memang karena ialah satu-satunya penghuni WG yang menghiasi wajahnya dengan senyuman ketika saya pertama kali pindah ke WG ini. Ia orang yang ramah. Tinggal di WG maka harus bersiap-siap berurusan dengan tanggung jawab membersihkan WG.

Di dapur banyak saya jumpai kertas-kertas yang bertuliskan siapa yang bertanggung jawab atas satu urusan dan siapa untuk urusan yang lain. Tetapi hal ini amat jarang dilaksanakan oleh penghuni WG. Pernah beberapa kali Herr Scholl datang ke WG kami dan melihat dapur yang tidak rapi, tangga yang berdebu, maka ia meminta saya agar jangan menunggu yang lain untuk membersihkan. Waktu itu ia berkata seolah mereka tidak bisa diharapkan dalam hal ini. Saya terkadang bingung hendak membersihkan dapur. Sisa makanan yang masih hendak dimakan dan yang sudah layak dibuang sulit untuk dibedakan. Bila keadaan seperti ini maka saya biasanya hanya membiarkannya saja.

Tetapi suatu saat saya melihat keadaan seperti ini di dapur, dan ketika hendak menggunakan dapur kembali untuk menyiapkan makanan, maka saya dapati dapur sudah rapi. Waktu itu hanya ada Christina selain saya di WG kami, jadi saya berpikir siapa lagi kalau bukan dia orangnya. Ini sering terjadi, dan ketika saya mendapati dapur bersih, maka hampir dipastikan bahwa Christina lah yang melakukannya. Hal lain yang membuat saya terkesan darinya adalah Christina ini selalu bangun pagi.

Bayangkan, sekitar jam lima pagi dia sudah bangun. Saya tentu tahu karena pernah melihatnya pagi-pagi keluar ke balkon. Rasanya hampir setiap hari terdengar suara pagi-pagi membuka pintu balkon. Kamar saya dan kamar Judith adalah yang paling dekat dengan balkon ini, sehingga jelas terdengar bagi saya bila orang keluar masuk balkon. Bila penghuni WG lainnya harus berangkat pagi ke sekolah mereka, maka setiap malam sehabis mereka berkumpul bersama, biasanya mereka meminta Christina untuk membangunkan mereka. Dan bisa saya dengar jelas bagaimana kadang-kadang Christina harus berulang-ulang mengetuk pintu kamar yang lain karena belum juga keluar dari kamar.

Penghuni sebenarnya dari kamar yang saya tempati adalah seorang gadis Jerman yang sedang melakukan magang selama beberapa bulan di kota lain. Jadi ketika mendapat kabar bahwa ia akan kembali ke Oldenburg, maka saya bisa melihat Herr Scholl kembali bingung merancang rencana untuk saya. Saya waktu itu tidak berniat lagi mencari-cari kamar WG baru, entahlah, rasanya sudah cape juga berurusan dengan akomodasi ini. Saya hanya menyerahkan pada Herr Scholl bagaimana rencananya terhadap saya.

Akhirnya Herr Scholl mengatakan pada saya bahwa salah seorang penghuni WG yang tinggal di bangunan rumahnya sebentar lagi akan selesai masa pertukaran mahasiswanya dan kembali ke Jepang. Sebenarnya namanya seingat saya sederhana, tetapi saya lupa. Jadi Herr Scholl akan memindahkan gadis Jepang ini ke dalam rumahnya, area pribadinya, dan memberikan kamar tersebut untuk saya tempati. Waktu itu Herr Scholl berkata bahwa sebenarnya kamar ini sudah ia rencakan untuk orang lain juga ketika gadis Jepang ini sudah pergi, tetapi waktu itu Herr Scholl meyakinkan saya bahwa dia akan menjamin bahwa saya pasti tetap dapat kamar.

Waktu itu dia mengisyaratkan dengan gerakan tangannya yang bersilang-silang, seolah memberi tahu bahwa strateginya adalah pindah sana dan pindah sini. Saya sendiri tersenyum ketika menulis ini, masih teringat bagi saya wajah Herr Scholl yang bingung dengan kehadiran saya di tempatnya. Ya, saya bukanlah penghuni yang direncanakan olehnya, sehingga tentu merepotkannya untuk mengatur kamar-kamar di rumahnya untuk penghuni yang satu ini.(Bersambung)

Catatan :

[1] Stasiun kereta