Mempraktekkan Islam, No Excuse for Shalat (2)

Ketika kami sedang mendaki Alpen, maka di tengah perjalanan saya menemukan air yang dialirkan pada setengah slinder terbuka yang terbuat dari kayu. Saat itu saya langsung berpikir bahwa ada baiknya saya mengambil wudhu untuk persiapan shalat ketika tiba pada tempat yang tepat. Rombongan kami kemudian berhenti ketika mendapati daerah yang bersalju untuk pertama kali. Betapa senang teman-teman saya melihat salju ini.

Mempraktekkan Islam, No Excuse for Shalat (1)

Yang membuat hati saya tenang menjawab bagaimana melakukan shalat di suatu tempat di mana tidak ada ruang khusus untuk shalat hanyalah keyakinan bahwa sesungguhnya tiap jengkal muka bumi ini adalah bumi ALLAH, dan itu berarti tiap jengkalnya adalah tempat sujud. Ya, hanya itu. Itulah alasan kenapa saya begitu mudah shalat hanya di koridor sepi Energielabor, yang kadang dilewati orang untuk mengambil hasil print lembar kerja mereka.

Big Science

Dalam khutbah ia katakan bahwa Islam hanya satu adanya. Dalam khutbah ia katakan tidak ada “Islam sana, Islam itu, Islam ini”, tapi hanya Islam. Ia buat kami merenung betapa umat saat ini bersatu untuk tertidur pulas, bersatu untuk membiarkan musuh berdebar-debar khawatir bangunnya umat ini, namun musuh sedikit tenang karena umat ini tidak juga bergerak, sehingga cukuplah itu menjadi pertanda umat ini lelap dalam tidurnya. Dialah yang dengan khutbah lantangnya seolah ingin menantang kebisuan hati kami ini untuk bersuara, sebelum datang masa di mana tidaklah kami akan beranjak kelak di Hari Kiamat nanti kecuali setelah ditanya,“Atas kapasitas yang kamu punya, apa yang sudah kamu lakukan terhadap saudaramu di Palestina?”

Desa Istimewa

Saya adalah orang yang gemar bertualang. Selama ada peta, insyaALLAH tidak akan tersesat, begitulah prinsip saya. Ketika awal datang ke Oldenburg, waktu itu saya habiskan seharian berkeliling kota kecil tersebut dengan berjalan kaki dari dan ke asrama saya hanya dengan mengandalkan sebuah peta. Ya, peta di Jerman ini reliable, amat sangat dapat diandalkan. Tampilannya jelas dan nama-nama jalan lengkap tercakup dalam sebuah peta.

Pindah Ke Suatu Desa (4)

Rumah yang kemudian saya tempati ini hanya rumah yang kecil. Pola bata melapisi dinding luar rumah. Frau Weiergraeber[1], nama sang nyonya rumah ini, menunjukkan kamar saya di atas. Ternyata ada dua kamar yang kosong, dan dia mempersilahkan saya untuk memilihnya. Saya meminta pendapat Aulia mana yang menurutnya terbaik, dan saya pun mengikuti sarannya untuk mengambil kamar yang terdekat dari tangga.

Pindah Ke Suatu Desa (3)

Saya melihat Linnich-Flossdorf ini di Googlemap[1]. Benarlah bahwa tempat yang akan saya tempati itu tidak lain adalah sebuah desa. Desanya kecil, hanya ada satu jalan raya yang menghubungkan desa ini ke Juelich. Tetapi dalam hati saya hanya berujar inilah yang terbaik dari ALLAH. Karena saya berencana membawa dua kopor besar, dan melihat medan tempuh yang tidak begitu fleksibel dari segi transportasi, maka saya menghubungi saudara saya Aulia di Dortmund untuk membantu saya pindahan ke desa ini. Kami bersepakat untuk bertemu di Koeln.

Pindah Ke Suatu Desa (2)

Ya, Juelich kotanya memang kecil, mungkin dua titik terpanjang di kota ini hanya 5 km. Tawaran yang ada mahal, tetapi ada satu yang murah, maka saya kirim aplikasi melalui fasilitas internet. Saya sempat bertanya pada saudara saya, Aulia di Dortmund, apa sarannya untuk menemukan pemondokan di Juelich. Ia kemudian memberi saran bahwa bila tidak menemukan tempat di Juelich, maka coba cari di kota terdekat, seperti di Dueren.

Pindah ke Suatu Desa (1)

Bagi saya, tidak banyak kesempatan saya untuk mencari uang tambahan di Jerman. Jadi, setiap ada peluang yang kira-kira saya sanggup untuk mengerjakannya maka saya berusaha mendapatkannya. Saya pernah bekerja di universitas membantu dosen saya. Waktu itu tugas saya amat sederhana. Perpustakaan khusus program master kami banyak dengan buku dan sudah tidak tersusun dengan baik atau perlu dirapikan nomor identifikasi dari tiap buku.

Mempraktekkan Islam, Brotherhood (4)

Namun entah kenapa saudara-saudara yang pernah saya temui dari Asia Selatan bagi saya memang terlahir untuk pandai memasak. Begitupun Anwar, masakannya enak. Dia begitu tenangnya memasukkan bumbu dan campuran masakannya seolah mengikuti feeling-nya dalam menakar. Pernah suatu kali kami mencoba masakan baru, dan saya hanya menyiapkan bahan-bahan, dan Anwar yang meracik dan memasaknya, maka hasilnya langsung enak, bahkan sempurna bagi saya untuk ukuran sebuah masakan.

Mempraktekkan Islam, Brotherhood (3)

Selama di Jerman saya membiarkan rambut saya panjang tanpa dicukur. Kalau istri saya melihat ketika kami webcam-an melalui internet, ia bilang saya gondrong tapi dia malah suka rambut saya panjang seperti ini. Pernah teman kuliah saya Giovani dari Kolombia mengomentari rambut saya yang gondrong dengan mengatakan, “Kahfi, rambutmu tumbuh tidak terkendali!” Ketika suatu saat saya sedang pulang ke Indonesia, maka komentar pertama yang meluncur dari orang tua saya adalah rambut saya.