Pembisik Dibalik Kegemilang Kekuasaan

 

Muhammad Al Fatih membeaskan Konstantinopel.

Muhammad Al Fatih membeaskan Konstantinopel.

Foto: wikipedia

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, penulis dan traveller.

Setiap penguasa pasti ada tim pembisik. Tak peduli zaman dahulu hingga sekarang. Istilahnya kerennya zaman now disebut ‘think-thank’.Mereka bisa datang dari kalangan apa saja asal dipercaya oleh sang penguasa. Lazimnya dari sanalah asal usul nasihat atas suatu kebijakan negara muncul sebelum diketahui publik.

Salah satu kisah klasik dalam khazanah Islam dalam soal para pembisik penguasa ini terjadi di bagian barat Turki, yakni Edirne. Kala itu yakni pada 30 Maret 1432, di kota inilah Muhammad Al Fatih dilahirkan. Konon, menjelang kelahirannya, sang ayah, Sultan Murad II sedang menderas Alqur’an dan sampai pada Surah al-Fath.

Nama Fatih konon terinspirasi dari sana. Apalagi di surah ini berisi janji Allah akan kemenangan kaum muslimin. Qadarullah, sebutan Al Fatih lalu tersemat di belakang namanya, jauh-jauh hari di kala baru lahir atau belum menjadi Sultan Turki yang berhasil menalkukan Konstantinopel.

Tepat 588 tahun yang lalu, narasi sejarah mulai dituliskan bersamaan dengan lahirnya bayi itu. Sang ayah lalu menghadirkan guru-guru terbaik untuk menggemblengnya sejak Fatih belia.

Tercatat dua guru yang selalu bersamanya, Syekh Aaq Syamsuddin dan Syekh Ahmad Al Kurani.

Dari kedua gurunya inilah semangat untuk menjadi pemimpin terbaik dari pasukan terbaik yang akan membebaskan Konstantinopel mulai mengalir dalam darahnya. Menghujam kuat dalam sanubari seiring desah nafasnya.

Ia tak pernah meninggalkan gurunya hingga detik-detik yang paling menentukan. Senin, 28 Mei 1453, Al Fatih menyaksikan sujud-sujud panjang yang dilakukan Syekh Aaq Syamsuddin dalam keheningan malam.

Uthb for teachers angk. 1

Usai bermunajad, Syekh Aaq lalu menemui murid kesayangannya itu. Diberikannya nasihat agar seluruh pasukan berpuasa esok hari, shalat qiyamul lail, berzikir dan memohon ampun atas segala dosa agar Allah bukakan pintu kemenangan.

Pasukan terbaik itu bukan tanpa persoalan. Hampir sebulan, tepatnya sejak mulai pengepungan 6 April 1453, perjuangan belum juga menunjukkan titik terang.