Tahiyatul Masjid saat Khotbah Jumat, Apa Hukumnya?

Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: Bangunlah menunjukkan bahwa sebelumnya orang tersebut telah duduk lebih dahulu. Oleh karena itu para ulama mengatakan bahwa terlanjur duduk tidaklah membuat kesunahan tahiyatul masjid menjadi gugur. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/228)

Maka kisah di atas menjadi dalil yang muqayyad (mengikat) bahwa tidak semua terlarang, sehingga spesial untuk salat tahiyatul masjid dibolehkan walau imam sedang khotbah Jumat. Hal ini sesuai kaidah Hamlul Muthlaq Alal Muqayyad yaitu memahami dalil yang masih umum (mutlak) berdasarkan dalil yang sudah khusus dan terikat (muqayyad). Jadi, secara umum memang dilarang berbicara ketika imam sedang khotbah, namun dikecualikan salat tahiyatul masjid.

Sebenarnya hal ini diperselisihkan ulama, sebagian mereka mengatakan tetap tidak boleh salat tahiyatul masjid ketika imam sedang khotbah. Alasannya bahwa kisah di atas adalah khusus bagi laki-laki itu saja, tidak berlaku umum. Dalam riwayat Ath Thabarani diketahui bahwa laki-laki tersebut bernama Sulaik. Ada juga yang mengatakan bahwa pembolehan ini hanya berlaku pada awal Islam yang sudah dihapus. Alasan lain adalah bahwa ada seseorang yang sedang melewati punggung jemaah, lalu nabi memerintahkan duduk dan berkata engkau telah mengganggu.

Kisah ini tidak memerintahkan salat tahiyatul masjid tapi memerintahkan duduk. Namun semua dalil ini dikoreksi oleh Imam Ibnu Hajar Rahimahullah secara baik; bahwasanya tidak ada dasarnya mengatakan itu khusus bagi Sulaik saja, tidak benar bahwa peristiwa ini telah dihapus hukumnya sebab Salik termasuk orang yang akhir masuk Islam, lalu perintah nabi kepada seorang laki-laki untuk duduk bukan salat tahiyatul masjid menunjukkan bahwa tahiyatul masjid bukan wajib tapi sunah, bukan menunjukkan larangan dilakukan ketika khotbah sehingga menurutnya bahwa salat tahiyatul masjid saat imam khotbah tetap boleh. (Lihat detilnya dalam Fathul Bari, 2/407-410, ada sebelas hujjah yang dikoreksi oleh Al Hafizh Ibnu Hajar)