Istri Menolak Bayar Hutang Saudara Suami

Assalammu’alaikum Wr, Wb

Bu, Saya bekerja di perusahaan swasta dan suami bekerja di BUMN, disamping itu kami juga buka toko. anak kami 2 masih balita. Beberapa tahun yang lalu suami meminjamkan modal kepada adek kandung dan Om nya tanpa sepengetahuan saya. Suami juga meminjam uang di Bank melalui koperasi Perusahaan sistim potong gaji untuk tambahan modal Om nya dengan perjanjian Om nya lah yang akan mengganti sebanyak gaji yang di potong setiap bulan.

Sekitar satu setengah tahun yang lalu suami meminjam uang di Bank dengan alasan untuk membayar hutang kepada temannya untuk menambah modal usaha kami. Enam bulan yang lalu suami kembali meminjam uang ke Bank dengan alasan untuk membayar hutang toko kami, dengan jumlah yang sangat besar. Saya tidak setuju karena terlalu besar. Akhirnya suami mengaku kalau hutang-hutangnya ke teman yang dulu masih belum lunas, saya kaget tapi terpaksa menyetujui.

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu

Sdr Dwipa yang disayang Allah, saya dapat mengerti perasaan Anda. Bagaimana pun, suami yang anda percayai, ternyata meminjamkan uangnya tanpa sepengetahuan anda. Padahal sebagai istri anda tentu keberatan bila ada rahasia yang mungkin saja akan mengganggu keharmonisan rumah tangga anda.

Dalam Islam, sesungguhnya, suami atau istri punya hak penuh atas hartanya; bila istri bekerja, maka hartanya adalah milik dia sendiri. Ia tidak berkewajiban untuk menafkahi suaminya. Tetapi bila ia ingin bersedekah, maka sedekah terbaik adalah yang diberikannya untuk keluarganya. Anda tidak berdosa bila gaji anda, anda gunakan untuk keperluan anda pribadi, tetapi anda akan mendapat tambahan pahala yang berlipat, bila anda mensedekahkan harta anda untuk menutup kebutuhan rumah tangga anda.

Tentang halnya suami, maka kewajiban utamanya adalah memberi nafkah untuk anak istrinya secara ma’ruf. Bila kewajiban nafkah ini tidak ia tunaikan, maka ia berdosa.
Rasulullah saw bersabda : “Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkankan untuk memerdekakan budak, dinar yang kamu sedekahkan untuk orang miskin dan dinar yang kamu nafkahkan kepada istrimu, yang paling besar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan kepada istrimu.”(HR Muslim)

Adapun tindakan suami anda, yaitu memberi bantuan kepada saudaranya tanpa sepengetahuan anda, sesungguhnya adalah tindakan yang bisa anda diskusikan. Sesungguhnya, apa yang dia lakukan adalah amalan baik, ia sedang menyambung silaturahim dengan kerabatnya. Anda perhatikan sabda Nabi saw :

“Shadaqah kepada orang miskin bernilai satu shadaqoh. Sementara shadaqoh kepada orang yang memiliki hubungan kerabat/keluarga (dwawil arham) bernilai dua : shadaqoh sekaligus menyambung hubungan silaturahim.”

Lalu mengapa ia tidak menceritakannya kepada anda? Apakah ia menduga, kalau anda tahu, anda akan menolak permintaan bantuan itu? Maka, Sdr Dwipa, bila apa yang dilakukan oleh saudara anda tidak mengganggu kestabilan ekonomi rumah tangga anda, mestinya tidak ada alasan untuk menolak membantu.

“Seluruh makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintai Allah di antara mereka adalah yang paling bermanfaat bagi tanggungannya (HR Baihaqi).

Berkaitan dengan hutang-hutang sebab om atau adik kandungnya, anda bisa mengajaknya untuk memusyawarahkan masalah ini. Bersikaplah lapang dada saat anda mengajaknya bicara, karena kelapangan anda akan membantu suami anda untuk bersikap secara obyektif antara kebutuhan keluarga intinya dan tanggungjawab pada om dan adiknya. Ajak agar suami bertindak secara terukur dan penuh perhitungan.
Ibu, aturlah emosi anda agar ia nyaman saat berdiskusi dengan anda.Berusahalah agar anda dan suami adalah satu team yang kompak dan terpadu. Sehingga apapun yang anda berdua putuskan, itu adalah keputusan bersama yang tidak mengandung kedzoliman antara satu fihak dan fihak lainnya.

Semoga Allah mengganti kebaikan yang dilakukan oleh suami anda kepada orang lain. Ikhlaskan dan semoga Allah swt mengganti dengan rizki yang berlipatganda dan barokahnya akan menaungi keluarga Anda. Amiin….

Wallahu a’lam bisshawab,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba