Dilema Aktualisasi dan Tuntutan Fitrah Wanita

Assalamu’alaikum wr. wb.

Ibu Anita yang dirahmati ALLAH, kami sudah menikah selama setahun, dan selama kurun tersebut karena kondisi membuat kami harus berpisah di kota yang berbeda. Isteri pada saat ini menjadi staf pengajar di salah satu PTN, sedangkan saya ditempatkan oleh kantor di sebuah daerah yang berbeda untuk kurun waktu yang belum bisa dipastikan.

Dilema yang kami hadapi adalah tuntutan kita untuk hidup satu atap seperti keluarga normal lain dengan konsekwensi bahwa salah satu di antara kami harus mengalah. Kebetulan isteri memiliki tipe wanita yang aktif, tidak bisa diam di rumah saja, sehingga bila tidak ada aktualisasi diri malah akan membuat jumud bagi isteri. Masalahnya di daerah tempat saya bertugas tersebut tidak ada institusi pendidikan yang memadai untuk menyalurkan keinginannya tersebut. Saya tidak ingin isteri mendampingi saya dalam kondisi yang tidak bahagia dan bete. Sedangkan bila saya harus pindah ke perusahaan lain, sepertinya masih agak sulit untuk mencari tempat pekerjaan seperti yang sekarang.

Kami meminta bantuan masukan Ibu untuk mencari solusi yang melegakan bagi kami. Sebab kami khawatir bila kondisi terpisah ini berlangsung terus bisa mempengaruhi kondisi rumah tangga kami.

Demikian disampaikan dan atas masukan Ibu, kami ucapkan jazakumullah khair..

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Assalammu’alaikum wr. wb.

Bapak Ahmad yang dimuliakan Allah,

Subhanallah menyenangkan sekali membaca tulisan bapak karena menunjukkan perhatian besar seorang suami kepada isterinya. Meskipun bapak seorang kepala rumah tangga tapi bapak memperhatikan kebutuhan dan perasaan isteri sebelum memutuskan sesuatu. Sikap bapak saat ini merupakan modal dasar untuk dapat melanggengkan pernikahan, semoga tetap dapat dipertahankan ya pak.

Hidup terpisah dengan pasangan kita memang tidak menyenangkan dan merupakan kondisi yang rentan terhadap konflik baik internal maupun eksternal. Dan bapak nampaknya menyadari hal tersebut sehingga berharap adanya jalan agar dapat tinggal satu atap dengan isteri, namun tanpa mengorbankan kebutuhannya.

Dalam hal ini nampaknya akan kembali kepada tugas dan peranan masing-masing dalam rumah tangga. Dalam Islam, sebagai kepala rumah tangga kewajiban bapaklah untuk memberi nafkah kepada isteri sehingga lebih utama bagi bapak untuk tetap mempertahankan pekerjaannya dibandingkan isteri bapak.

Namun memang tidak mudah bagi seorang wanita yang terbiasa aktif untuk meninggalkan aktifitasnya. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dan jiwa pengorbanan bagi wanita untuk kemudian memilih rumah tangganya menjadi prioritas utama. Memang situasi demikian dilematis bagi isteri bapak, oleh karenanya sebelum bapak putuskan memang ada baiknya membantu isteri untuk memikirkan alternatif kegiatan yang dapat dilakukannya agar terpenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya di tempat yang baru.

Jika belum ada lembaga pendidikan yang dapat menyalurkan kesenangannya mengajar, coba usulkan alternatif aktifitas lain yang dapat membuatnya tetap aktif. Mungkin bapak dapat mengawalinya dengan membantu mencari informasi yang lebih banyak tentang aktifitas lain yang mungkin diminati isteri bapak. Dengan berbekal informasi yang lebih luas tentang lingkungan di daerah bapak diharapkan ada alternatif solusi lain yang dapat menjadi pilihan bagi isteri bapak untuk tetap aktif.

Sebagai wanita kadang memang tidak mudah untuk bersikap ikhlas berkorban demi peranannya dalam rumah tangga, namun ketika dia dapat menikmati hal tersebut dengan niat yangbenar seringkali Allah tunjukkan jalan yang lebih baik untuk dirinya. Dan di situlah nilai seorang wanita, dengan semua pengorbanannya untuk keluarga maka Allah memuliakan kedudukan seorang wanita. Semoga isteri bapak menyetujui sudut pandang ini. Wallahu’alambishshawab.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr Anita W.