Harus Tinggal di Mana?

Kasus 1:

Assalaamu’alaikum,
Ibu Siti, saya ingin menanyakan seputar rumah tinggal setelah menikah. Menurut ajaran agama Islam suami tinggal di mertua ataukah isteri yang ikut suami. Berhubung saya sebagai suami belum dapat memberikan tempat tinggal. Yang saya inginkan isteri ikut serumah dengan orang tua saya. Tetapi isteri keberatan tetap meminta saya tinggal di rumah orangtua isteri.

Terus terang di situ saya tidak dapat berkembang, tidak dapat mengatur rumah tangga saya sendiri dengan baik. Kemudian bagaimana hukum isteri apabila tidak mau menerima ajakan kebutuhan biologis suami. Dengan alasan tertentu seperti belum mood. Padahal sudah lebih dari dua minggu. Jadi apabila ke kamar hanya untuk tidur saja. Kalau boleh saya ingin berkonsultasi pribadi via email dengan Ibu. Karena saya benar-benar bingung di samping usia pernikahan yang belum setahun.

Terimakasih

Wassalam
AR

Kasus 2:

Assalamu’alaikum Wr Wb

Saya ibu rumah tangga dengan 2 putra yang sudah 6 tahun berumah tangga, anak pertama saya dirawat dan tinggal di mertua selama saya bekerja sedangkan anak kedua tinggal di rumah orangtua saya selama saya bekerja, rumah kami terletak di tengah-tengah antara rumah orang tua dan mertua tapi baru 3 bulan ini kami beli rumah, walaupun dengan menyicil.

Tapi rumah kami yang sekarang itu jauh sehingga kami hanya pulang seminggu sekali dan di hari-hari kerja kami tidur bergantian antara orang tua dan mertua, tapi saya bingung kenapa sy belum nyaman jg tinggal di mertua krn dr dulu kami memang sdh misah sy minder aja krn di sana ada dua keluarga adik2nya dan saya berasal dari keluarga yang bs dibilang biasa aja.

Saya punya adik lelaki 3 dan semua belum bekerja sedangkan kondisi keluarga suami saya bisa dibilang sudah mapan anak2nya, saya jadi malu dan minder aja. Pendekna saya tidak betah kalau harus tinggal di rumah mertua, jadi kadang kita (saya dan suami) suka ribut gara-gara saya tidak mau nginep di rumah ibunya. Bagaimana solusinya Bu? Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawabannya

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh

Sdr AR & Olive yang dirahmati Allah, untuk kesekian kalinya kasus seperti ini muncul..sehingga patut menjadi pelajaran yang berharga bagi yang lain, insya Allah, terutama yang hendak berkeluarga.

Sdr AR & Olive…..keluarga dan rumah adalah tempat kembali yang nyaman setelah kita lelah beraktivitas menegakkan kehidupan kita di siang harinya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw ketika beliau ditanya tentang rumahnya, ”Baiti jannatii…” Rumahku adalah surgaku. Tentunya problem yang Anda rasakan itu mengganggu kenyaman Anda ya… Ibu dapat merasakan ketidaknyamanan itu. Tetapi tetap bersabar adalah obat termujarab dalam menangani masalah Anda.

Ada masa transisi dalam pernikahan, yakni ketika kira-kira lima tahun pertama, yang mana kemapanan seseorang sedang dibangun; Ini adalah tahapan yang krusial dalam menempuh perjalanan rumah tangga. Karena dalam periode ini masing-masing pribadi akan saling mengenal di banyak sisi, mulai dari kepribadian, karakter, watak, hal-hal yang disenangi atau tak disukai, belajar beradaptasi, mencoba memahami dan berempati dan yang juga penting adalah menumbuhkan rasa cinta, memiliki dan menjadi team yang solid yang siap menghadapi problem apapun secara bersama, tak ketinggalan juga adaptasi ekonomi.

Bapak AR dan Ibu Olive, Idealnya, Anda dan keluarga memang mandiri, terpisah dari masing-masing orang tua. Agar penumbuhan team yang solid itu tidak ”terganggu” oleh kebijakan yang berbeda dari beberapa fihak di luar Anda dan istri. Salah satu yang harus dipersiapkan oleh pasangan yang menikah adalah kemandirian, baik secara ekonomi dan lainnya. Berusahalah mencapai ini, meskipun harus mengontrak rumah, agar Anda dan istri dapat leluasa membangun rumah tangga baru. Hal ini tentunya ada pengecualian, misalnya untuk kemaslahatan harus tinggal dengan rang tua/ mertua.

Sdr. AR, suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan istri pun mestinya membantu suami untuk menegakkan kepemimpinan itu. Namun bagi suami, janganlah menjadi pemimpin yang otoriter dan sepihak. Nuansa dialogis harus diciptakan, agar kepentingan dua pihak dapat dipertemukan. Jadi. semua tergantung kebijakan keluarga itu sendiri.

Untuk Sdr. Olive, cobalah Anda menjalin keterbukaan dengan suami, nampaknya Anda belum mengemukakan perasaan yang selama ini mengganggu. Namun jangan pula berlebihan dengan perasaan tersebut. Jangan sampai kemapanan seseorang menjadi ukuran dalam menjalin hubungan. Meski Anda dari keluarga sederhana, tunjukkan bahwa Anda mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan, terutama dalam akhlak dan kepribadian maupun skill khusus. Misalnya ketika Anda bersama keluarga suami, Anda dapat tunjukkan resep masakan yang Anda kuasai, atau tips mendidik anak dari sebuah buku untuk didiskusikan, dsb. Jadi berbaurlah secara wajar. Sarankan dan diskusikan pada suami agar acara kunjung-mengunjungi keluarga dapat dilakukan tanpa harus menjadi pemicu pertengakaran. Silaturrahim hukumnya sunnah dan menjaga keharmonisan keluarga Anda harus diutamakan.

Untuk Sdr AR, sebelumnya Anda jelaskan manfaat dan kerugian, juga komunikasi yang terbuka dengan istri. Tanyakanlah kepada istri secara baik dan lembut hati apa yang menyebabkan ia tak mau tinggal di rumah orang tua Anda. Semoga dengan perjalanan waktu komunikasi Anda dengannnya menjadi komunikasi yang dilAndasi oleh kedalaman hati. Tidak ada sesuatu pun yang ditutupinya dari Anda. Ia pun akan terbuka apa yang menyebabkannya tak mau tinggal di rumah orang tua Anda. Jadi Anda berdua merasa ikhlas dengan keputusan bertanggung jawab yang telah Anda ambil. Masing-masing fihak tidak mengambil keputusan sendiri dan tidak membangun praduga bagi pasangannya dengan jawaban yang serba “kira-kira”.

Anda pun bisa mengusulkan untuk membuat waktu secara periodik, kapan saat Anda tinggal di rumah ibunya atau kapan ia juga tinggal bersama Anda di rumah orang tua Anda.

Begitupun dengan kewajibannya untuk melayani Anda. Mood atau tidak moodnya seorang wanita sangat ditentukan oleh kondisi psikologisnya Seorang suami wajib mempergauli istrinya dengan ma’ruf, menjadi imam bagi keluarga untuk kebaikan.

Jika suami ingin istrinya baik maka ia harus memberi keteladanan tentang kebaikan; Nah Bapak AR ….oleh karenanya memberi pemahaman kepada istri Anda di saat suasana sedang mendukung dan mengajaknya kepada aturan agama dengan pengarahan yang baik adalah keharusan.

Tak bisa dipungkiri, lelaki dan wanita memang berbeda dalam memandang hubungan suami istri ini. Lelaki lebih ke arah pemuasan syahwat, sedangkan wanita memandang hubungan seksual adalah ekspresi puncak dari cinta kasih yang dimilikinya. Kalau lelaki begitu menginginkannya ia akan mudah saja memenuhinya, tanpa membutuhkan waktu yang panjang. Sedang wanita membutuhkan kondisi, mood, hawa cinta dan ekspresi kasih dari suaminya. Dan waktunya tak sependek yang dibutuhkan lelaki. Bisa sepanjang hari atau bahkan bisa hitungan hari sampai minggu atau bulan.

Oleh karena itu, tetap bersabar, mengusahakan agar dia mau menerima dan mencintai Anda, membantunya untuk mendapatkan mood, menunjukkan kepadanya bahwa Anda membutuhkannya, mengucapkan kata-kata manis secara verbal dan menterapi dengan terapi peluk dan sentuh yang tulus semoga akan membuka hatinya. Juga saat Anda memberinya nafkah batin, Anda perlu memperhatikan kebutuhannya, menanyakan kepadanya hal-hal apa yang tidak menyenangkannya atau hal-hal apa yang diinginkannya dan yang tidak disukainya. Anda perlu juga memperhatikan ekspresi wajahnya, memuji dan berterima kasih kepadanya bila ia melakukan sesuatu yang Anda sukai dan tidak mencelanya bila ia melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai.

Sdr AR dan Olive, demikian yang dapat saya sampaikan, teriring do’a kebaikan dan segera ada solusi bagi Anda dan keluarga. Amin.

Wallahu a’lam bissshawab.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ibu Urba