Jauh dengan Pasangan

Kasus 1:

Assalamualaikum Ibu Siti..
Suatu ketika saya diberikan pertanyaan oleh teman saya, dia sudah menikah dan suaminya di luar kota, kadang untuk melepas rindu dia dg suaminya berinteraksi lewat telpon (HP)… dalam pembicaraan tersebut saking kangennya mereka menyalurkan hasrat mereka lewat HP.
Apakah dalam Islam diperbolehkan hal seperti ini?
Terimakasih
Wassalam
W

Kasus 2:

Ass..

Bu saya seorang wanita belum menikah, yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana hukumnya jika kita membayangkan kita bersetubuh dengan seorang laki-laki. yang saya ingin tanyakan lg setelah itu datang waktu sholat dan saya ragu untuk mengerjakan sholat sedangkan kalo saya mandi dulu itu tidak memungkinkan karena saya masih berada d tempat kerja, sehingga saya sering meninggalkan sholat saya, tolong beri penjelasan…

Terima kasih

Wass…

kasus 3:

Assalamu ‘alaikum

Saya sekarang tinggal dan bekerja di jawa timur, sedangkan isteri saya semenjak sebelum melahirkan anak 1 sampai dengan sekarang (anak usia 3 bulan) pulang dan masih tinggal bersama orang tuanya di banten. Konsekuensi tersebut memang sudah saya pertimbangkan sebelum saya pindah kerja, namun setelah saya jalani ternyata berat juga. Setelah itu saya ada kesempatan pulang baru 2 kali. saat anak lahir (1 minggu), dan anak umur 1.5 bulan (3 hari). Kebutuhan biologis yang tidak tersalurkan membuat saya melakukan onani. Bahkan kadang-kadang saya tidak membayangkan isteri saya, namun membayangkan orang lain. Apakah saya sudah menghianati isteri saya (selingkuh)? Bagaimana hukumnya? Dan bagaimana cara mengatasinya? Trimakasih.

Wassalamu ‘alaikum

Catatan: dan ada banyak pertanyaan yang mirip, mhn maaf tidak semua dimuat.

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh

Sdr. W, Dinda danDserta saudara-saudariku yang disayang Allah,
Alhamdulillah kita diberi Allah syariat yang sangat luar biasa lengkapnya. Termasuk masalah hubungan suami isteri. Islam memang memberi aturan yang jelas agar umatnya memiliki ketenangan hidup dalam setiap perilakunya.

Cara yang dilakukan dalam berhubungan sex seperti itu memang bisa dimaknai sebagai onani (bahasa Arabnya: istimta’ atau adatus sirriyah), sebab dia menggunakan tangannya, alat-alat, membayangkan/ berimaginasi untuk mengeluarkan mani supaya alat kelaminnya itu menjadi tenang dan darahnya yang bergelora itu menurun.

Kebanyakan para ulama mengharamkan perbuatan tersebut, di antaranya Imam Malik. Beliau memakai dalil ayat yang berbunyi, "Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas." (QS Al-Mu’minun: 5-7)
Sedang orang yang onani adalah melepaskan syahwatnya itu bukan pada tempatnya.

Sedang Ahmad bin Hanbal berpendapat, bahwa mani adalah barang kelebihan. Oleh karena itu boleh dikeluarkan, seperti memotong daging lebih.
Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Hazm. Tetapi ulama-ulama Hanafiah memberikan Batas kebolehannya itu dalam dua perkara:
1. Karena takut berbuat zina.
2. Karena tidak mampu kawin.

Pendapat Imam Ahmad ini memungkinkan untuk kita ambil dalam keadaan gharizah (nafsu) itu memuncak dan dikhawatirkan akan jatuh ke dalam haram. Misalnya seorang pemuda yang sedang belajar atau bekerja di tempat lain yang jauh dari negerinya, sedang pengaruh-pengaruh di hadapannya terlalu kuat dan dia kawatir akan berbuat zina. Karena itu dia tidak berdosa menggunakan cara ini (onani) untuk meredakan bergeloranya gharizah tersebut.

Tetapi yang lebih baik dari itu semua, ialah seperti apa yang diterangkan oleh Rasulullah s.a.w. terhadap pemuda yang tidak mampu kawin, yaitu kiranya dia mau memperbanyak puasa, di mana puasa itu dapat mendidik beribadah, mengajar bersabar dan menguatkan kedekatan untuk bertaqwa dan keyakinan terhadap pengawasan (muraqabah) Allah kepada setiap jiwa seorang mu’min. Untuk itu Rasulullah s.a.w. bersabda sebagai berikut:

"Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah ada kemampuan, maka kawinlah sebab dia itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung." (Riwayat Bukhari)

Memang dalam kasus di atas yang paling ideal dilakukan adalah mengajak isterinya untuk tinggal bersamanya. Bila hal tersebut belum memungkinkan, perlu dijadwal agar suami isteri tersebut memiliki waktu untuk memenuhi hak jasmaninya secara normal. Dikhawatirkan jika melakukan hal seperti itu melalui Hp, internet maka akan bocor dan menyebar ke kalangan luas; oleh karena itu perlu juga dipertimbangkan faktor keamanan dan penjagaan rahasia.

Adapun jika yang dibayangkan adalah orang lain yang bukan isterinya tentu saja hal ini dilarang dalam agama. Jauhilah tontonan-tontonan yang banyak merangsang nafsu ketika berjauhan dengan isteri, lebih afdhal jika banyak berpuasa karena akan membawa dampak ketenangan jiwa dari nafsu. Untuk saudara Dinda Anda harus mandi junub karena biasanya setelah merasakan kemi’matan akan keluar cairan yang mewajibkan mandi. Secara psikologis hubungan sex melalui imaginasi akan membawa kelainan psikis yang dapat berlanjut. Oleh karena itu mencegah lebih baik daripada menterapi, kan? Salam hangat teriring do’a Allah memberi solusi atas masalah Anda.

Wallahu a’lam bissshawab.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Ibu Urba