Keberatan dengan Tempat dan Jam Kerja Suami

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ibu, saya baru saja menikah 2 minggu lalu, saat ini suami saya bekerja di sebuah tempat hiburan. Saya sangat keberatan dengan tempat kerja suami saya karena saya melihat di tempat kerjanya banyak sekali pegawai wanitanya diharuskan berpakaian sangat minim, karena tuntutan pekerjaannya. Untuk saya sebagai seorang wanita dan juga seorang isteri saya sangat mengkhawatirkan suasana kerja seperti itu, saya merasa lebih banyak mudhoratnya ketimbang manfaatnya.

Selain hal itu, walaupun suami saya bekerja di level manajemen namun baru-baru ini suami saya juga akan direncanakan bekerja shift yaitu jam 06.00-14.00, 14.00-22.00 dan 22.00-06.00. Tentu saja saya sangat keberatan dengan berita ini saya khawatir untuk kebaikan keluarga kami. Saya ingin mencoba mengutarakan hal ini kepada suami dan menyarankan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Yang mau saya tanyakan:

1. Bagaimana memberikan penjelasan kepada suami agar malah tidak dikatakan berpikir yang tidak-tidak?

2. Bagaimana saran dari Ibu, langkah apa yang harus kami ambil untuk kebaikan keluarga kami karena saya ingin Kami tidak salah melangkah dan dalam ridho Allah?

Terima kasih,

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Assalammu’alaikum wr. wb.

Ibu Ina yang sholehah,

Nampaknya ibu mengkhawatirkan pengaruh pekerjaan suami terhadap keberlangsungan kehidupan keluarga. Tentu setiap isteri akan merasa cemas ketika suaminya di kelilingi oleh lingkungan wanita yang begitu menggoda. Bukan rahasia lagi jika pesona aurat wanita yang diumbar memang bisa memanaskan pandangan pria.

Saya setuju jika dikatakan bahwa pekerjaan suami memang beresiko karena dunia hiburan memang dekat dengan godaan dunia, mulai dari gaya hidup yang bebas sampai penampilan para wanitanya yang mempertontonkan aurat. Memang dibutuhkan pribadi yang kuat dengan keimanan yang baikagar tidak ikut larut terhadap arus kehidupan di dalamnya.

Kekhawatiran ibu mungkin memang bisa dipahami, hanya memang perlu cara yang bijak untuk menyampaikannya pada suami. Karena pekerjaan tentu merupakan masalah yang sensitif, bukan sekedar berkaitan dengan masalah keuangan saja tapi jika memang bidang itu dinikmati maka akan ada kaitan psikologis terhadap pekerjaan tersebut. Jika suami menikmati pekerjaannya yang terkait dengan kepuasan batin, maka memang lebih sulit baginya melepaskannya begitu saja.

Oleh karena itu sampaikanlah kecemasan dan kekhawatiran ibu dengan baik-baik. Tentu saja membicarakan hal semacam itu belum tentu bisa langsung mendatangkan hasil seperti yang ibu harapkan. Mungkin dibutuhkan waktu bagi suami untuk bisa menerimanya. Dan berhati-hati juga dalam memilih kata agar bulan madu pernikahan yang baru berlangsung selama 2 minggu tidak jadi rusak karena salah dalam menyampaikan maksud.

Di samping itu, saran saya pendekatan ibu bisa juga dimulai bukan sekedar memberikan saran dan masukan saja, tapi ajaklah suami lebih memperkuat keimanannya. Keimanan selain dapat memperkokoh diri dari godaan jugasangatpenting dalammenentukan apakah ia nyaman berada di lingkungan yang banyak kemasiatan atau lingkungan yang terjaga dari sisi moral dan agama.

Sabar ya bu, insya Allah dengan komunikasi yang baik dan hati yang tenang segala masalah dapat diselesaikan dengan baik. Sebagai pengantin baru merupakan saat yang tepat memang untuk sama-sama membangun sistem dalam keluarga agar perjalanan ke depan dapat dilalui dengan baik. Wallahu’alambishawab

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr. Anita W.