Kelangsungan Rumah Tangga yang Dilandasi Kebohongan

Assalamu’alaikum wr, wb

Ibu Anita yang dirahmati Allah. Saya ingin berkonsultasi dengan mengenai masalah Rumah Tangga saya. Sebelum saya bertanya, sedikit saya uraikan mengenai latar belakang saya.

Penikahan ini adalah pernikahan kedua buat saya. Sebelumnya saya adalah janda (36 tahun) beranak 1 dan anak ikut saya. Ada seorang lelaki mengaku bujangan mendekati saya. Setelah melalui proses perkenalandan menyelami diri masing-masing selama 9 bulan, dia melamar saya. Semenjak masa pendekatan itu dia sudah menjelaskan seandainya kami berjodoh, dia belum siap memperkenalkan saya pada ke luarganya dengan alasan kami beda sukudan dia minta waktu untuk dapat melunakan hati ke luarganya agar bisa menerima saya.

Berbekal keyakinan bahwa dia adalah lelaki yang sudah dewasa dan dapat menikah tanpa wali. Jadilah kami menikah resmi secara agama dan hukum tanpa sepengetahuan orang tua dan ke luarganya. Saya berjanji untuk bisa menerima keadaan apabila dia harus meninggalkan saya untuk urusan kantor atau keperluan ke luarganya.

Setelah usia perkawinan 5 bulan, saya didatangi seorang perempuandan kedua anaknya. Mereka mengaku anak dan isteri dari suami saya. Mereka telah menikah kurang lebih 9 tahun. Selama ini suaminya sering tidak pulang kerumah dengan alasan ke luar kota karena pekerjaan. Setelah saya klarifikasi dengan suami, dia mengakui kalau selama ini dia telah berbohong mengenai status & keadaan ke luarganya.

Isteri suami saya tidak bisa menerima keadaan ini, begitu juga saya. Saya syok karena dibohongi & tidak siap untuk hidup berpoligami atau harus bercerai kembali. Sampai akhirnya suami saya memilih cooling down dengan kembali pada isterinya setelah ditekan menandatangi surat perjanjian dengan pihak keluaga isterinya untuk bersedia menceraikan saya.

Dengan berbagai pertimbangan dalam keadaan sakit hati dengan kebohongan & kenyataan yang ada, pada kenyataannya sampai saat ini lelaki yang telah membohongi saya adalah suami saya. Saya berusaha menjalankan apa yang semenstinya dilakukan oleh seorang isteri dan berusaha untuk membangkitkan semangat suami untuk bisa memberikan keputusan yang terbaik bagi rumah tangga kami, karena saya tau kalau suami saya juga sangat terpukul dengan tekanan dari pihak ke luarga isterinya.

Sepenuhnya saya juga sadar mengenai kesalahan dan kelemahan posisi saya saat ini. Dan yang menjadi pertanyaan saya adalah bagaimana seharusnya saya bersikap dalam menghadapi masalah ini dan bagaimana dengan kelanjutan rumah tangga kami apabila sudah diawali dengan kebohongan dari suami.

Tanpa bermaksud untuk membuka aib rumah tangga, saya berharap melalui konsultasi ini saya memeroleh dorongan moril untuk dapat menyelesaikan masalah yang sedang saya hadapi.
Teriama kasih sebelumnya atas jawaban Ibu.

Wassalam,
Thie

Assalammu’alaikum wr. wb.

Ibu Thie yang penyabar,

Saya ikut prihatin atas apa yang ibu alami. Kebohongan suami terungkap dalam pernikahan, tentu hal itu sangat menyakitkan hati. Apalagiposisi ibu di sini nampaknya juga yang paling dirugikan, dinikahi tanpa surat resmi sehingga sangat rentan untuk diperlakukan sewenang-wenang tanpa perlindungan hukum.

Kepercayaan memang merupakan dasar dari pernikahan yang sehat dan memuaskan. Dalam hubungan yang penuh kepercayaan maka pasangan haruslah bersikap jujur satu sama lain dalam banyak hal. kata-kata dan tindakan mereka tidak dibayang-bayangi oleh dusta dan mereka tidak mengorbankan kebutuhan pasangannya untuk mengejar tujuan mereka.

Oleh karena itu jika suami ibu menghendaki kebaikan dalam rumah tangganya maka dia harus menghentikan kebohongan yang sudah terjadi. Seharusnya dia mengambil tindakan yang bertanggungjawab dengan menjadikan ibu isteri yang sah di mata hukum(bukan sekedar agama) meskipun dalam hal ini dia melakukan poligami.

Berani mengambil ibu sebagai isteri kedua berarti siap dengan konsekuensi dalam ke luarganya dan siap memperjuangkan ibu untuk diakui juga dalam ke luarganya dan bukan membohongi lagi semua pihak dengan alasan tekanan dan semacamnya. Menurut saya harus ada ketegasan dari suami untuk mempertahankan ibu dengan cara yang terhormat atau jika tidak sanggup maka menyelesaikannya dengan cara baik-baik dan bertanggungjawab.

Saya mengagumi kesabaran ibu yang tetap mendukung suami dalam menghadapi tekanan dalam ke luarganya, namun semua yang terjadi memang akibat dari ketidakbijakannya dalam melangkah. karenanya ibupun harus mendorong suami untuk meluruskan kembali semua yang telah terjadi dan meninggalkan kebohongan yang telah dilakukan. Pahit memang menerima kenyataan tapi mau tidak mau ibu harus siap menerima kondisi terburuk sekalipun dari keputusan terbaik yang dapat diambil oleh semua pihak. Wallahu’alambishshawab.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr Anita W.