Menghadapi Ibu yang Terlalu Merongrong Anaknya

Assalamualikum WR. WB

Dear Ibu Anita,

Kami adalah pasangan suami isteri yang baru menikah beberapa bulan. Semenjak kami menikah, Ibu saya mengingkan agar kami tidak usah menggontrak, cukup tingal dirumah ibu saya saja, karena memang rumah ibu saya masih banyak kamar dan kami keluarga kecil. Ibu saya biar ada temannya dan tidak kesepian.

Awalnya kami setuju dan berpikir kalo dengan mengontrak, bugdet kami akan lebih besar dari pada tinggal dengan Ibu saya. Lalu, karena sadar kami menumpang, hampir 90% pengeluaran di rumah kami berdua yang menanggung. Hal tersebut tidak masalah bagi kami berdua. Kami tahu itu kewajiban kami sebagai anak, terlebih lagi ayah saya sudah pensiundan tidak memiliki penghasilan, sementaraadik saya masih kuliah.

Yang menjadi hati kami risau adalah, Ibu dan adik saya yang memanfaatkandan mengandalkan kami sekali. Walau Ibu saya bekerja, tapi hampir setiap hari meminta ongkos ke kami, kami tidak tau gajiannya lari ke mana. Jika ditanya, alasannya untuk ongkos kuliah adik saya.Tetapi anehnya adik saya juga meminta ongkos ke kami.

Saya pernah tegaskan ke mereka kalo kami bukan bank berjalan dan saya sempat marah-marah karena pengeluaran di rumah melebihi budget bulanan kami. Tetapi hal tersebutt hanya efektif beberapa hari, selanjutnya berulang kembali. Saya benar-benar capek dan letih dengan kondisi di rumah seperti ini. Terlebih lagi, mereka tidak ada kerja samanya sama sekali, seenak-enaknya.

Padahal kami benar-benar mengencangkan ikat pinggang, tapi adikdan ibu saya tidak peduli, mereka seenaknya memakai fasilitas di rumah tanpa peduli akan bantu bayar. Dan yang bkin saya tambah kesal. Saya baru tau kalo ibu saya berhutang di mana-mana dengan alasan untukuang kuliah adik saya. Dan kami baru diberitau setelah ibu saya ditagih terus-terusan, ibu saya panikdan tidak bisa bayar, akhirnya beliau baru bilang ke kami. Mendengar jumlah hutangnya, sempat membuat kami shock.

Jujur Ibu Anita, saya jengkel dan tidak kuat lagi. Kami sebagai pasangan pasutri baru yang belum dikarunia anak, punya cita-cita dan tujuan ke depan. Tapi bagaimana hal tersebut bisa terwujud kalo setiap gajian, kami harus menutupi hutang-hutang ibu saya (ibu saya sering b’hutang ke warung-warung, walaupun saya telah belikan), bahkan semenjak saya bekerja (krng lbh 3 thn) saya tidak memiliki tabungan.

Saldo di bank selalu 0. Dan kondisi pasti akan berubah ketika kami dikarunia anak kelak, kami tidak mungkin bantu banyak.

Yang ingin saya tanyakan, bijak kah bagi kami, jika kami melilih mengontrak saja dan memberi ibu saya uang bulanan. Walaupun saya sadar, kami tulang pungung mereka. Kami ingin memberi pelajaran ke mereka, kalau hidup itu harus berusaha, bukan dengan cara meminta dan mengandalkan orang.

Mohon sarannya ibu.

Wasalam

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudari Safa yang sedang risau, semoga Allah memberi kesabaran.

Memang sulit ya, bila berada pada posisi anda, niat anda untuk memilih tinggal dengan orangtua untuk mengurangi budget untuk mengontrak, malah sebaliknya hampir menguras penghasilan anda setiap bulannya alias over budget.

Karena ternyata anda berdua sebagai tulang punggung keluarga, maka sangat diandalkan untuk menjadi sumber nafkah utama bagi keluarga. Terlebih lagi setelah ayah anda pensiun dan tidak lagi memiliki penghasilan dan meskipun ibu anda bekerja, mungkin penghasilannya tidak memadai, hingga otomatis anda berdualah yang diharapkan dapat menopang perekonomian keluarga.

Saya sangat memahami kerisauan yang anda alami saat ini. Dan sebagai pasangan muda, tentunya anda berdua berharap untuk dapat menyisihkan sebagian penghasilan anda berdua untuk rencana-rencana masa depan. Apalagi bila anda nanti dikaruniai buah hati, pasti banyak sekali cita-cita anda untuk buah hati nanti bukan? Mulai dari asuransi pendidikannya hingga punya rumah sendiri kelak.

Saya juga bisa memahami logika anda yang cenderung mempertanyakanbagaimana semua itubisa diwujudkan, apabila penghasilan anda selalu ‘ludes’ untuk membantu keluarga, serta membayar tagihan-tagihan milik ibu yang ternyata suka berhutang. Sehingga dapat dimengerti kejengkelan anda dengan kondisi seperti ini apabila terus menerus berlanjut.

Namun tidak salah kalau anda berdua juga sedikit merenung dan mempertimbangkan bahwa apa yang anda lakukan berdua dengan membantu adik dan orangtua itu sangatlah mulia. Terutama lagibila anda ikhlas melakukannya.

Karena semua itu tidak akan sia-sia di sisiAllah SWT. Kalau kita selalu dianjurkan untuk bersedekah dan infaq kepada orangmiskin yang tidak kita kenal, maka anggaplah semua yang anda berikan itu adalah sedekah dan infaq anda. Dan bahkan sisi Allah, pahalanya akan jauh lebih besar.

Dan sesuai dengan apayang kita imani, semua sedekah dan infaq ituakan memberikan keberkahan dan kelimpahan rezeki pada anda berdua. Faktor ini perlu anda pertimbangkan sebelum anda bicara tentang manajemen keluarga.

Menasehati apalagi menegur ibu tentu bukan hal yang terlalumudah, selain juga mungkin kurang etis. Pastiada kekhawatiran akan menyinggung dan menyakiti hati beliau. Sebab biar bagaimana pun beliau adalah orang yang paling berjasa di muka bumi ini. Kalau bukan karena ibu anda, anda tidak akan pernah lahir di dunia kan?

Anda pernah menegaskan sikap anda bahwa anda bukan bank berjalan, namun tampaknya kurang efektif ya? Nyatanya tetap tidak merubah sikap ibu dan adik anda.

Sebagai anak, tentu tidak salah kalau anda sedikit mencoba untuk menyampaikan keberatan anda kepada ibu dan adik anda. Tentunya dengan tata cara dan bahasa yang baik, jauh dari sikap menggurui apalagi memarahi.

Ada sementara teman yang sukses menerapkan sistem uang mingguan atau bulanan, kemudian minta rincian penggunaannya. Namun belum tentu cara pasti tepat untuk diterapkan pada keluarga anda. Meski caraini bertujuan agar ada pertanggungjawaban dalam penggunaan uang yang anda berikan.

Ada keluarga yang juga menerapkansistem ‘open management’, misalnyadengan menjelaskan dengan jujur berapa persisnya penghasilan kepada mereka sertakan menjelaskan mengenai alokasi biaya-biaya rutin bulanan yang harus dikeluarkan, termasuk ‘jatah’ untuk keperluan keluarga dan rencana-rencana anda di masa depan, misalnya tabungan untuk cicilan rumah.

Namun sekali lagi, belum tentu cara ini tepat untuk solusi buat ibu anda. Karena itu sebaiknya anda lebih banyak bicara dari hati ke hati kepada beliau. Urusan keuangan keluarga, terutama kepada ibu sendiri, tentunyamemang sangat berbeda dengan manajemen keuangan sebuah perusahaan.

Anda toh tidak ingin memperlakukan ibu anda seperti pembantu kan? Juga tidak seperti pegawai bawahannya anda yang kalau belanja harus pakai bon. Sebab biar bagaimana pun beliau ibu anda, wajarnya anak dan ibu memang tidak pernah ada hitung-hitungan. Pepatah mengatakan kasih ibu sepanjang hari, tapi kasih anak sepajang galah.

Mengenai kegemaran ibu berhutang, perlu diberi pengertian denganlembut dan sabar.Intinya pesan itu sampai, tetapi hati ibu tidak sampai terganggu, apalagi sampai luka.Berhutang memangbukan kebiasaan yang baik, tetapi saya akui memang sulit menghentikan kebiasaan itu.

Apalagi ibu anda merasa andalah yang akan menanggung hutang-hutangnnya. Seandainya anda bisa melakukan pendekatan yang mesra dan tetap sopan, sebenarnya tidak ada salahnya mengajak ibu bersama-sama anda ketika harus berhutang. Bukan berarti tiap mau berhutang harus selalu minta konfirmasi, tetapi jalanani belanjakeperlua keluarga berdua.

Sebagai keluarga baru, memang idealnya anda tinggal terpisah dengan orangtua atau mertua.Hal tersebut memang rawan dengan konflik dan campur tangan pihak ketiga.

Ide anda untuk mengontrak rumah terpisah dari orangtua dan memberi uang bulanan pada ibu, sebenarnyajuga salah satu cara, namun belum tentu tepat untuk keluar dari masalah. Apalagi kalau cara menyampaikan ide itu kurang cerdas dan cantik, malah nanti akanmemberi kesan bahwa anda menghindari keluarga dan tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga.

Sebab yang terpenting adalah menjaga hubungan harmonis dengan keluarga. Toh rezeki bisa dicari. Kalau kurang, kan bisa minta kepada Allah. Sebab yang punya rezeki itu Allah, bukan kita. Kita hanya berusaha, hasilnya akan ditentukan oleh Allah.

Pada akhirnya teruslah berdoa semoga Allah memudahkan niat anda dan diberi kesabaran dalam menghadapi sikap keluarga apalagi ibu anda, terlepas dari sikapnya yang kurang berkenan di hati anda.

Biar bagaimanapun beliau adalah seorang ibu yang melahirkan kita ke dunia. Bukankah sudah seharusnya kita memuliakan ibu kita, terlepas dari semua kekurangan beliau? Sebagai seorang anak sudah sepatutnyalah kita memberikan yang terbaik selama kita mampu pada ibu, mumpung kita masih berkesempatan membalas kasih sayang beliau. Semoga Allah merahmati anda dan menghilangkan kerisauan dihati anda.

Wallahu’alam bishshawab. Wassalamu’alaikum wr.wb