Merasa Sendiri Mendidik Anak karena Suami Mualaf

Saya sudah 14 tahun menikah, dengan 3 orang puteri. Suami saya baru memeluk Islam sebelum menikah dengan saya. Saya berusaha menanamkan nilai-nilai ke-Islaman kepada anak-anak saya. Tapi seringkali upaya saya tersebut mendapat gangguan dari suami. Misalnya ketika terdengar adzan magrib, suami malah memutarkan VCD. Hal ini hanya sebagai contoh saja.

Pada intinya, saya merasa sendirian dalam membesarkan dan mendidik anak-anak. Saya pengen sekali bisa sharing, berbagi dan bahu-membahu menjalankan rumah tangga ini. Tapi seringkali suami tidak nyambung alias salah mengerti apa yang saya katakan.

Bagaimana sebaiknya saya selaku isteri? Kata ustadz di pengajian seorang isteri tidak memiliki kewajiban untuk memberitahu suami dan jaminannya surga kalau nurut sama suami. Tapi kalau saya nurut suami yang tidak mengerti Islam dengan baik apa jadinya?

Wassalamualaikum,

Assalmmu’alaikum wr.wb.

Ibu Anik yang sholehah, Nampaknya ibu merasa kecewa karena suami tak dapat diajak bekerjasama dalam mendidik anak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang ibu kehendaki. Tentu rasanya jadi berat ya bu ketika pendidikan kita pada anak-anak tidak sejalan dengan suami sehingga ibu jadi merasa berjuang sendirian mendidik anak.

Kelihatannya keluarga ibu memang ladang yang subur untuk mendapatkan surga sebagaimana yang dikatakan ustadz. Namun rasanya saya memang tidak sepaham jika ketaatan kepada suami dalam segala hal sampai tunduk saja meski suami berlaku salah. Dalam hal ini kita bisa melihat keteladanan Asiyah istri Fir’aun yang teguh dalam keimanannya dan tidak taat pada suaminya yang mengajak kepada kemusyrikan.

Menurut saya keluarga ibu merupakan ladang pahala karena didalamnya ibu tak hanya harus mendidik anak-anak ibu tapi juga membimbing suami. Jadi tugas ibu dalam pendidikan menjadi ganda yaitu mendidik anak dan suami. Siapa bilang tugas mendidik hanyalah menjadi tanggung jawab suami, tapi istripun dapat melakukannya terlebih dengan posisi ibu di mana suaminya seorang mualaf. Oleh karena itu, ibu mungkin perlu merubah sedikit persepsi dalam memandang peran suami. Mungkin saja sebagai mualafpun suami tak banyak memahami bagaimana menanamkan nilai-nilai agama yang baik kepada anak-anak. Hal ini mungkin yang menjadikan cara ibu mendidik dan beliau berbeda karena berlainan sudut pandang.

Mendidik suami di sini juga bukan ibu menjadi guru baginya, tapi lakukan dengan cara yang halus dengan mengarahkan suami untuk dapat lebih memperdalam wawasan keagamaannya. Ajak beliau untuk menghadiri ceramah agama, silaturahmi ke rumah ustadz atau datangkan guru ngaji ke rumah. Dengan dekatnya suami dengan nilai-nilai Islam dan semakin luasnya wawasan keagamaannya maka diharapkan akan juga memiliki ghiroh pendidikan Islami yang sama dengan ibu. Sehingga dapat memperkecil perbedaan dalam mendidik anak. Demikian saran dari saya semoga bermanfaat. Wallahu’alambishawab.

Wassalammu’alaikum wr. wb.