Selaput dara tidak lagi 'intact' karena pemeriksaan medis, akankah bermasalah jika berkeluarga nanti?

Assalamu’alaykum wr wb,

Ibu Urba yang saya hormati,

saya punya seorang sahabat yang belum menikah dan tinggal di Eropa (Jerman). Sahabat saya ini punya masalah dengan siklus menstruasinya sehingga ia berkonsultasi ke seorang ginekolog. Sementara ini sahabat saya mendapat terapi hormon dari dokter ginekolog-nya. Namun, sebetulnya si dokter juga mengusulkan untuk melakukan pemeriksaan yang menggunakan alat yang dimasukkan ke dalam vagina sahabat saya ini. Sahabat saya berusaha menjelaskan bahwa sebagai orang Indonesia, keutuhan selaput dara ini sangat penting, apalagi bagi wanita yang belum menikah. Tapi si dokter berdalih bahwa pemeriksaan ini sangat penting untuk mengetahui masalah medis yang dihadapi sahabat saya ini dengan lebih tepat.

Yang ingin saya tanyakan:

1. Seberapa pentingkah keutuhan selaput dara ini bagi kelanggengan pernikahan, terutama dalam masyarakat muslim Indonesia? Karena sahabat saya sangat khawatir akan hal ini.

2. Seandainya sahabat saya tetap menjalani pemeriksaan itu, apakah menurut Ibu dia akan bermasalah dalam hubungannya dengan suaminya kelak bila ia sudah menikah?

3. Bagaimana cara terbaik dan syar’i untuk menjelaskan pada calon suami kalau selaput dara sudah tidak utuh lagi?

Terimakasih Ibu, untuk jawabannya. Jazakillah khairan kathira.

Wassalamu’alaykum wr wb

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Sdri. Aisha yang dirahmati Allah swt., Sebagai sahabat, Anda telah berperan menjadi teman dalam suka maupun duka, senantiasa hadir pada saat teman Anda menghadapi masalah. Semoga
menjadi amal sholih yang tiada merugi..amin.

Saya dapat memahami permasalahan yang menimpa sahabat anda tersebut, tentu wajar mengalami kegamangan mengambil keputusan. Bagi siapapun yang masih memandang ukuran sebuah moralitas, maka keperawanan adalah salah satu cerminannya, meskipun bukan satu-satunya. Hal ini perlu ditempatkan seiringan dengan ukuran moralitas itu sendiri, karena
keperawananpun konon bisa dimanipulasi dengan bantuan teknologi kedokteran? Wallahua’lam, tetapi jika ini terjadi maka di satu sisi ini adalah peluang bagi sahabat Anda tersebut namun juga ancaman bagi moralitas jika diukur oleh salah satu indikator saja. Dari beberapa penelitian, maka banyak perilaku seks bebas, dari berpegangan tangan sampai hubungan badan yang tidak sampai merenggut keperawanan, bisa dilakukan. Oleh karena itu, masyarakat terdidik akan memandang
indikator ini dengan lebih arif, apalagi dalam kasus sahabat Anda, ada alasan medis yang melatarbelakangi hilangnya keperawanan tersebut.

Sdri. Aisha yang dirahmati Allah swt.,
Adalah hal yang menginspirasi jika saya dapat meneliti dan menjawab pertanyaan Anda seberapa pentingkah masalah keperawanan bagi masyarakat muslim di Indonesia? Sayang sekali saya belum mempunyai data tentang hal itu, namun saya yakin bahwa laki-laki yang sholih akan dapat memahami permasalahan yang menimpa sahabat Anda tersebut secara proporsional. Bukankah keshalihatan seorang wanita bukan karena fisik semata? Masih ada indikator aqidah, ibadah maupun akhlak, bukan?

Sdri. Aisha yang dirahmati Allah swt.,
Seandainya sahabat Anda tetap menjalani pemeriksaan, apakah dia akan bermasalah dalam hubungannya dengan suaminya kelak bila sudah menikah? Ini juga tergantung banyak hal, karena hubungan dalam perkawinan dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya masalah seksualitas.

Kualitas komunikasi sangat mempengaruhi sehingga ada saling pengertian antar suami-istri. Namun saya ingin menyarankan, sahabat Anda tersebut melakukan konsultasi dengan ginekolog lain agar ada second-opinion tentang tindakan yang tepat terhadap kasus siklus menstruasi yang dideritanya; mungkinkah ada cara lain yang lebih tidak beresiko dengan hilangnya virginitas tersebut? Dokter yang berlatar budaya barat tentu akan kurang bisa empati alasan yang mendasar
tersebut. Beberapa kasus tidak teraturnya siklus menstruasi di masyarakat dalam budaya timur mungkin memunculkan terapi alternatif yang lebih ‘aman’.

Tentang bagaimana cara terbaik dan syar’i untuk menjelaskan kalau selaput dara sudah tidak utuh lagi, ya… dengan berbicara apa adanya pada laki-laki yang akan menjadi calon suaminya kelak. Namun jangan pada setiap laki-laki yang mendekatainya dia ceritakan hal tersebut, tetapi memang pada yang sudah serius saja. Insya Allah, kejujuran calon istri tentang kekurangannya justru akan memberi simpati dan efek positif berupa rasa penghargaan dari laki-laki yang akan menjadi suaminya kelak. Amin. Teriring salam dan do’a kemudahan untuk sahabat Anda.

Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba