Suami seorang Penjudi

Assalamualaikum Wr Wb Ibu Siti,

Saya seorang ibu rumah tangga dari seorang putra yang berumur  12 tahun.Saya seorang mualaf.

Pendek cerita suami saat ini  menggugat cerai saya dengan alasan yang dibuat buat,yaitu saya sudah pindah agama.Astafiruloh alazim sampai saat ini saya tetap muslim.Suami juga menginginkan hak pengasuhan anak.

Selama ini pertengkaran kami masalah judi.Kami menikah sudah 13 tahun,suami seorang penjudi berat sampai sekarang.Sebagai Imam dlm keluarga seharusnya dia wajib membimbing dan mencontohkan yg benar untuk anak istri.Tapi tidak pernah dia lakukan.

Suami sibuk berjudi hampir setiap hari & sering tidak pulang,sampai dikeluarkan dari pekerjaan.Sebagai istri saya sangat kecewa dan sedih.Saya tidak pernah mendapatkan keluarga yang sakinah,warmadah dan warohma.Saya juga menginginkan hak pengasuhan anak jatuh ketangan saya.

Saya ingin penjelasan dari Ibu.Siti.Bagaimana suami saya bisa membuktikan saya tidak lagi seorang muslimah?

Wassalam waalaikum Wr Wb

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu
Ibu Romana yang shalihat,
Saya turut prihatin atas yang terjadi pada Anda, mempunyai suami yang seorang penjudi tentu membuat suasana emosional maupun finansial dalam keluarga menjadi terganggu. Apalagi saat ini Anda yang mualaf dituduh kembali pada keyakinan semula oleh suami Anda sendiri. Sikapilah masalah ini dengan tenang, Bu, mudah-mudahan dengan bersikap tenang langkah-langkah ke depan lebih dapat direncanakan secara baik.
Ibu Romana yang shalihat,
Sebagai muallaf, saya melihat semangat yang memancar dari keimanan seorang Ibu untuk tetap istiqomah dan menjadi ibu yang baik. Sungguh ini kelebihan yang patut ditiru khususnya oleh ibu-ibu yang lain ketika menghadapi masalah. Teruslah jaga keimanan Ibu, tak perlu khawatir apa pendapat orang lain, serahkan pada Allah swt. dan buktikan dengan amal nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bermaksud riya’ pada suami, buktikan Anda semakin rajin dalam beribadah, ikut pengajian, membaca Al Qur’an atau ibadah lainnya. Saya menduga tuduhan suami sekedar untuk mengalihkan kekurangannya saja karena masih suka berjudi. Sebagai penjudi, pasti banyak finansial yang tersedot untuk kebiasaannya tersebut, sehingga otomatis kewajibannya sebagai pencari nafkah menjadi tidak optimal. Apakah Ibu melihat pengamalan agama suami cukup baik atau tidak? Jika baik, maka sungguh sayang jika pengamalan agamanya ini tak berfungsi dalam mengontrol perilakunya. Namun jika kurang baik, mungkin di sinilah masalahnya. Suami membutuhkan bimbingan dalam meniti keimanannya, aqidahnya. Keislaman seseorang tak cukup hanya dari hati, namun butuh bukti riil dari ibadah maupun akhlak, misalnya. Jadi Ibu tak perlu risau dengan tuduhan itu, karena yang penting keimanan baik hati dan perbuatan dapat Anda buktikan di hadapan allah swt. Kalau itupun masih belum menghentikan tuduhan suami, mintalah bantuan seorang ulama, misalnya untuk mengucapkan syahadat di hadapan ulama tersebut kembali. Namun inipun jika dipandang perlu dan Anda perkirakan akan memantapkan suami lagi.
Ibu Romana yang shalihat,
Hak asuh anak baru diperbincangkan kalau suatu pasangan sudah bercerai. Bukankah Anda dan suami belum bercerai? Saya kira wajar jika suamipun punya hak untuk mengasuh anaknya, terutama untuk diarahkan sesuai nilai-nilai islam. Berikan hak itu sewajarnya seorang Ayah mengasuh anaknya, bahkan dukunglah. Semoga suami justru tertantang untuk menampilkan dirinya lebih baik, karena seorang anak akan meniru model terdekatnya. Maka kalau anak-anak ingin tumbuh dengan baik, pendidik bertanggungjawab memberi contoh dengan teladan yang baik. Nampaknya suami perlu mendapat pencerahan rohani untuk dapat menjadi Bapak dan suami yang bertanggungjawab. Tingkatkan terus komunikasi dengan suami ya, Bu. Semoga dengan hati Anda yang seluas samudra menerima fitnah dan ujian ini, justru persoalan akan semakin jernih. Mudah-mudahan suami memperoleh hidayah untuk menyadari perilakunya. Teriring do’a Allah swt memberi kemudahan dan jalan keluar. Salam saya untuk Ibu Romana yang shalihat.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba