Ttg Wali Nikah

assalaamu’alaikum wr. wb.

saya ingin bertanya tentang wali nikah.

setau saya, ada 8 orang yang berhak menjadi wali nikah (yg kesembilan hakim)

jika ayah kandung calon istri sudah meniggal, maka orang2 di bawahnya yg berhak jadi wali.

dari 8 orang itu, hanya 3 yang memungkinkan: (yang lain tidak ada, spt keponakan ato sepupu)

1. adik laki2 kandung

2. kakak laki2 ayah

3. adik laki2 ayah

permasalahnnya:

1. adik laki2 kandung masih muda, dan sholatnya belom tertib.. jadi calon istri tidak mantap kalau adiknya itu yg jadi wali. meski adiknya itu usianya 18 thn.

2. kakak laki2 ayah (paman) tidak berdomisili dekat rumah, dan sbnrnya di dekat acara pernikahan ada acara lamaran anaknya yg beliau harus hadiri, dalam waktu dekat. oleh krn itu beliau berkeberatan kalo musti bolak-balik terbang

3. adik laki2 ayah (om) bisa hadir, insya Allah, tetapi secara mental beliau merasa tidak mampu mjd wali, karena jadi beban pikiran.. sehingga tidak mantap juga.

pada akhirnya kami masih bingung, bgmn shrsnya.. pertanyaan:

1. manakah yg lebih utama, keluarga yg berhak jadi wali, atau hakim? mengingat jika kami mendesak beliau2 dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah di keluarga, yg mana amat dihindari.

2. jika memang wali hakim yg digunakan, bgmn cara mengkuasakan nya? apakah adik laki2 harus mengkuasakan ke paman, lalu paman mengkuasakan ke adik, baru adik mengkuasakan ke hakim; ataukah adik bisa lgng mengukuasakan ke wali hakim?

mohon penjelasannya, terima kasih

wass ww

Sdr wwn yang disayang Allah,
Saya mencoba memahami permasalahan yang anda hadapi dengan calon istri. nampaknya Anda dan keluarga calon istri belum bersepakat tentang siapa yang akan menjadi wali nikah. Dalam pernikahanpun aturan-aturan Islam begitu luwes dan tidak mempersulit pemeluknya. Sdr wwn, Islam menentukan syarat-syarat wali, yaitu merdeka, berakal sehat dan dewasa dan beragama Islam. Seorang wali tidak disyaratkan harus adil, jadi yang keislamannya pun mengandung kemaksiyatan, tetap diperbolehkan menjadi wali, kecuali kalau kemaksiyatan itu melampaui batas-batas kesopanan yang berat.
Imam Syafii berkata, “Nikah seorang wanita tidak dapat dilakukan kecuali dengan pernyataan wali qarib (dekat). Jika tidak ada, dengan wali yang jauh, dan jika tidak ada dengan hakim.”
Sdr wwn yang disayang Allah,
Wewenang wali berpindah ke tangan hakim apabila :
1. ada pertentangan di antara wali-wali
2. bila walinya tidak ada. Tidak ada di sini karena meninggal atau hilang. Atau bila wali tidak datang dalam acara pernikahan
Maka, bila wali-wali yang mungkin dalam pernikahan anda, masing-masing memiliki keberatan pribadi, sebaiknya Anda memang tidak memaksakan mereka untuk menjadi wali dalam pernikahan Anda. Kalau pun Anda akhirnya memutuskan untuk menggunakan wali hakim, komunikasikanlah pilihan Anda itu kepada para wali Anda dengan cara dan akhlak yang baik, agar hubungan Anda bersama saudara dekat tidak mengalami masalah. Komunikasikan hal ini pada petugas di kantor urusan agama tempat Anda akan melangsungkan pernikahan agar dapat ditempuh cara yang lebih afdhal. Barakallahu lakuma atas pernikahan Anda Sdr wwn, dan dalam mengatasi permasalahan di atas semoga Anda mendapat kemudahan. ….amin…
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba