Bangkit Setelah Tergelincir dalam Perselingkuhan

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Pak Arief, perkenalkan saya Niko (nama samaran). Baru-baru ini saya menginjak umur 35 tahun.

Begini Pak, akhir-akhir ini saya sedang menata hidup saya kembali. Sederhananya, saya melakukan sebuah kekhilafan (sebuah perselingkuhan) pada kurun waktu setengah tahun yang lalu, dan sangat saya sesali.

Hal tersebut, tidak hanya membuat hidup saya berantakan, namun institusi-institusi yang saya rintis dan kelola juga tercemar. Akibatnya saya dikeluarkan dan dikucilkan dari lingkungan dan institusi yang dulu saya mulai dari bawah sekali.

Pada saat ini, saya hanya ingin bangkit kembali dan bermanfaat bagi banyak orang. Permasalahannya, saya bingung apa yang harus saya lakukan? Reputasi saya yang tercemar sepertinya tidak memungkinkan saya berpartisipasi dalam institusi–institusi yang bervisi baik, atau memulai kembali institusi baru.

Terima kasih Pak Arief,

Wassalaamu’alaikum wr. wb.

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Mas Niko yang jujur dan pemberani, berbahagialah karena Anda sudah berada on the right track. Seorang muslim sangat mungkin tergelincir ke dalam maksiat. Tapi muslim sejati pasti jujur mengakui kealpaan yang pernah dilakoninya. Tentu saja jujur utamanya terhadap diri sendiri dan orang–orang terdekat yang terkait langsung dengan masalah Anda. Dengan kata lain, jujur tidaklah berarti membuka aib itu kepada orang–orang yang tak ada urusannya dengan masalah tersebut.

Meminjam kredo Stephen Covey, “private victory precedes public victory,” upaya bangkit kembali dan kemudian memenangkan pertarungan kehidupan dimulai dari kemenangan dalam diri sendiri. Satu hal mutlak diupayakan: Mas Niko harus kembali menjadi manusia yang berbahagia.

Dari banyak formula kebahagiaan, ada satu yang menjadi favorit saya. Untuk itu saya berhutang pada salah seorang guru kehidupan saya, Pak Taufik Bahaudin. Menurut beliau, kebahagiaan berbanding lurus dengan stok modal spiritual kita. Tiga pilar menjadi keniscayaan dalam upaya membangunnya. Pertama, prasangka baik pada Allah SWT. Dasarnya adalah keyakinan bahwa Allah Maha Tahu, Maha Pengasih, dan Maha Bijaksana, sehingga tak pernah salah dalam menakar ketetapanNya. Di balik setiap ketetapanNya, yang paling pahit sekalipun, tersimpan manisnya hikmah yang hanya bisa diperoleh dengan keikhlasan dalam menerima. Kedua, bersyukur atas segala karunia Allah. Dan ketiga, bersabar atas apa–apa yang luput dari kita, atau belum sesuai dengan preferensi kita. Kedua hal ini, syukur dan sabar, adalah sebab kekaguman Rasulullah SAW terhadap orang–orang beriman, orang–orang yang bersyukur ketika mendapat karunia, dan bersabar ketika tertimpa musibah, sehingga keadaan apapun selalu baik kesudahannya bagi mereka.

Dengan menjadi manusia yang berbahagia Mas Niko kemudian bukan hanya bisa menularkan kebahagiaan tersebut pada orang lain, namun juga memusatkan seluruh energy yang dimiliki untuk memikirkan dan merealisasikan kebaikan. Percayalah Mas Niko, kebahagiaan yang berbuah kelapangan dada akan membuat Mas Niko bukan sekedar lebih kreatif dalam menelurkan strategi–strategi kebajikan yang jitu, namun juga konsisten dalam merealisasikannya, sehingga perlahan tapi pasti orang–orang di sekitar Mas Niko kembali pulih kepercayaannya kepada Anda.

Namun jurus pamungkasnya tetaplah doa Mas Niko. Paling tidak dua hal perlu menjadi substansi doa–doa yang Mas Niko panjatkan dalam segala kesempatan. Pertama, permohonan agar Allah menetapkan hati Mas Niko dalam kebaikan, betapapun berat cobaan untuk istiqamah di jalan yang lurus itu. Dan kedua, munajat agar Allah membalikkan hati orang–orang yang selama ini mencibir atas kesalahan masa lalu Mas Niko sehingga mereka kembali bersikap terbuka pada Anda.

Mas Niko, jika dikelola dengan tepat, dengan mental pembelajaran yang tangguh, dilandasi keikhlasan, insya Allah keterpurukkan yang disebabkan oleh kealpaan masa lalu seperti yang Anda alami akan berbuah manis dalam waktu yang tak terlalu lama: Mas Niko akan menjadi manusia baru dengan kualitas kepemimpinan yang teruji. Saya percaya orang yang terbukti mampu memimpin dirinya untuk bangkit dari puing–puing kekalahan punya modal yang lebih dari cukup untuk memimpin orang lain pada kesempatan berikutnya.

Demikian Mas Niko masukan saya. Wallahu’alam bish–shawab.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.