Dunia Tanpa Khalifah dan Antitesis Erdogan

 Assalamualikum wr Wb

beberapa waktu yang lalu saya membaca artikel eramuslim yang berisi tentang kehidupan manusia tanpa seorang khalifah. sejak zaman kemal pasha khalifah telah diahapuskan pertanyaan saya bagaimana bagaimana nasib orang muslim saat ini dimana tidak ada khalifah yang memimpin dunia islam, apakah muslim saat ini termasuk celaka? lalu apakah Erdogan yang memerintah turqi berhak mendapatkan julukan khalifah saat ini?

terimakasih atas jawabannya.

wassalam.

Alaykumsalam wr.wb

Saudari Nia yang dirahmati Allah. Mengangkat seorang kholifah dalam bingkai Khilafah Islamiyah adalah bagian dari perjuangan tiap mukmin. Khilafah adalah kewajiban tiap umat muslim untuk direalisasikan mengikuti konsep kenabian. Ia akan membuat penerapan Syariat Islam berlaku secara keseluruhan. Khilafah juga akan menghapuskan nasionalisme sebagai sumber perpecahan sesama muslim di tengah akhir zaman seperti sekarang ini.

Ketiadaan khilafah inilah yang membuat tiap negara muslim terkungkung oleh berhala pembanggaan antara satu Negara kepada Negara lainnya. Mereka tergelincir sektarian arabisme sekuler. Pemberlakuakn khilafah tentu akan menjadi salah satu kunci bersatunya umat muslim ketika landasan perundang-undangan umat muslim adalah hukum Allahuta’ala. Dalam Al Qur`an Allah SWT berfirman :

Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai? (QS Ali Imraan : 103)

Rasulullah SAW juga menekankan pentinya seorang Imam tunggal untuk menepis perpecahan sesama muslim. Dibaiatnya seorang Imam sebagai pemimpin seluruh tata pemerintahan Islam akan menjadikan dienullah ini semakin kokoh. Oleh karena itu, Rasulullah SAW akan kaitan terhadap masalah ini pernah bersabda :

Barangsiapa mendatangi kalian sedang urusan (kehidupan) kalian ada di bawah kepemimpinan satu orang (Imam/Khalifah) dan dia hendak memecah belah kesatuan kalian dan mencerai-beraikan jamaah kalian, maka bunuhlah dia! (HR. Muslim)

Antithesis Erdogan

Adapun pertanyaan saudara, apakah Recep Tayyip Erdogan yang memerintah Turki saat ini berhak mendapatkan julukan seorang kholifah bagi umat Islam saat ini, tentu kita bisa melihat indikasi-indikasinya.

Pertama adalah Turki saat ini dibawah naungan Erdogan masih menerapkan Sistem Demokrasi yang justru bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Sistem Demokrasi tidak menjadikan standar benar dan salah menurut Islam, namun dari suara mufakat masyarakat. Padahal Allah berfirman,

Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah diturunkan Allah kepadamu (QS Al Maidah: 49).

Entah kenapa Erdogan yang pernah bercerita tentang Khilafah kepada Sarkozy (Presiden Perancis) justru meyakinkan bahwa demokrasi dan Islam bisa bersatu. Dalam wawancara dengan AFP, Erdogan pernah berujar

"Kami tidak berusaha untuk menjadi contoh kepada siapa pun, tetapi kami dapat menjadi sumber inspirasi, karena Turki telah membuktikan bahwa Islam dan demokrasi bisa hidup berdampingan dengan baik secara bersama-sama."

Erdogan jua menambahkan, "Orang beriman tidak menghalangi mereka untuk hidup dalam demokrasi, dan sistem demokrasi ini tidak menghalangi iman seseorang, dan telah bertahun-tahun kami beriringan bersama di negeri ini."

Dengan segala hormat, kami hanya ingin menekankan bagaimana akan mendapatkan keadilan Islam jika suara terbanyak itu bersandar kepada manusia, terlebih manusia sekuler. Allah sudah berfirman bagaimana yang haqq dan bathil mustahil bisa disatukan

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah:42)

Oleh karena itu, Allah menyeru bahwa sudah seharusnya tiap manusia menyuarakan Islam secara kaffah bukan terpisah, apalagi jika orang tersebut adalah seorang pemimpin.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan…”(QS.Al-Baqarah:208)

Kedua, betul memang Erdogan begitu keras retorikanya dalam melawan Israel. Ia bersuara lantang akan nasib banga Palestina yang terjajah oleh kaum laknat zionisme. Erdogan pun keras mengultimatum Israel atas tragedi rombongan Freedom Flotilla beberapa waktu lalu. Pertanyaan selanjutnya apakah cukup seorang yang secara retorika begitu kencang melawan musuh Allah, bisa dikatakan Kholifah saat ini?

Terlepas rasa simpati kita terhadap Erdogan atas usahanya melawan Israel. Namun Erdogan seharusnya lebih riil mengerahkan pasukannya untuk berjihad melawan Israel dengan mengirim tentaranya ke Israel dan seluruh dunia muslim saat ini. Membebaskan negeri-negeri muslim di Palestina, Sudan, Somalia, Kaukasus, Afghanistan, dan belahan negara lainnya dengan darah dan nyawa. Allah berfirman:

“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (QS. Al-Anfal: 60)

Sebab jangankan diancam oleh manusia, sedang dilaknat Allah saja kaum Yahudi dengan millah kafir mereka masih berani membangkang.

Ketiga, ironisnya kita mengetahui beberapa aktivis Hizb At Tahrir (HT) justru dijebloskan dibalik bui pada masa pemerintahan Erdogan. Kejadian itu tepat pada tanggal 5 Maret 2010 silam, ketika anggota Biro Pemberantasan Terorisme Turki menangkap sejumlah aktivis HT.

Salah satu yang ditangkap tersebut adalah seorang wanita, Syighdam Albashon (26) yang sedang hamil 4 bulan dan anaknya yang berusia tiga tahun juga turut ditangkap dan dipenjarakan. Sebelumnya, suami Syighdam dan jurubicara HT Turki Yilmaz Chelik lebih dulu ditahan pemerintah setempat tanpa alasan yang jelas.

Tentu kita sangat melaknat kejadian ini, sebab dengan kejadian penangkapan organisasi yang lantang menyeruakan penegakan Syariat Islam dan Khilafah Islamiyah akan bertolak belakang dengan julukan Erdogan sebagai kholifah bagi umat muslim. Apalagi dengan tuduhan yang masih belum jelas, bahwa HT mendukung aksi terorisme dan itu sudah dibantah.

Keempat, Erdogan harus berani untuk keluar dari Uni Eropa, G-20, PBB dan organisasi-organisasi boneka ciptaan Israel dan Amerika lainnya. Tidak lagi meyakinkan Barat bahwa Islam dan Demokrasi bisa berdampingan demi menepis tudingan bahwa Islam adalah ideologi sempit. Karena cepat atau lambat ketakutan Barat tidak akan terelakkan ketika Khilafah Islamiyah berdiri.

Lalu dengan masuknya ke PBB dan Uni Eropa, jelas tidak ada manfaatnya bagi dunia Islam. PBB misalnya tidak berani menghentikan serangan Israel di Gaza. Uni Eropa juga diam ketika Wilders melecehkan Al Qur’an di Belanda. Sedangkan G-20 tidak lebih alat kapitalisme baru untuk menekan negera-negara muslim dibawah kontrol ekonominya.

G-20 sejatinya tidak terlepas dari tujuan Yahudi internasional dalam misi menaklukan ekonomi global. Ekonomi Yahudi yang amat bergantung pada pengendalian keuangan dan Bank sentral internasional membuat mereka membuat forum seperti G-20.

Mereka kemudian dengan cepat mengendalikan pusat dan perbankan internasional lewat sistem Kapitalisme seperti terjadi pada Bank Sentral Eropa di Frankfurt, Federal Reserve Bank di Amerika, dan Dana Moneter Internasional (IMF) atau Bank Dunia di Washington, yang menjadi pintu masuk Yahudi mengontrol seluruh dunia.

Dampak dari itu semua sangat terasa pada akhir KTT G-20 pada tahun 2009 di London. Para pemimpin G-20 kala itu menyusun sebuah draft "komunike"di mana mereka menjelaskan akan sebuah rencana untuk mengatasi krisis keuangan dunia. Komunike itu kemudian disusun pada tiga poin utama yang sarat dengan kepentingan New World Order.

Pertama menyerukan akan hadirnya satu intstitusi yang mengatur keuangan dunia. Kedua, membuat sebuah mata uang universal. Ketiga, sebuah seruan akan adanya satu pemerintahan tunggal yang disiplin untuk menerapkan praktek anti proteksionisme dalam perdaganan.

Lalu buat apa kemudian Turki justru bekerjasama dengan Perancis menjadi tuan rumah di G-20 akhir April nanti. Tentu kita berharap Erdogan memiliki kekuatan lebih berarti dengan kembali ke ajaran Islam sepenuhnya, menyeru kepada seluruh pemimpin Islam untuk kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah. Berjihad mengangkat senjata melawan Israel membebaskan negeri-negeri muslim lainnya, dan kumandangakan Khilafah Islamiyah ke seluruh antero bumi sebagai piagam persatuan Islam. Kalau begitu, bukan tidak mungkin kita angkat beliau menjadi kholifah.

Bahwasanya Imam itu bagaikan benteng (perisai/ tameng), dari belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung? (HR Muslim)

Apabila kalian menolong (agama) Allah, maka (pasti) Allah akan memberi kalian kemenangan (QS. Muhammad : 7)

Wallahua’lam bishshawab