Kurma, Teman Setia Kaum Hawa (1)

Oleh : Ustadz Luqman Kholid B

Berbicara manfaat kurma seperti tidak ada habisnya. Tak ayal baginda Rasulullah SAW mengibaratkan seorang muslim layaknya pohon kurma, mengapa? Sebagian ulama berpendapat bahwasannya perumpamaan tersebut dikarenakan pohon kurma memiliki kebaikan yang sangat banyak, buahnya enak dan dapat dimakan dengan berbagai cara. Bahkan buah kurma sejatinya adalah teman setia kaum hawa. Lho, kok bisa?

Kenyataannya kurma menjadi makanan yang dikonsumsi sejak seorang wanita dilahirkan hingga ia melahirkan. Sunnah men-tahnik menjadikan kurma sebagai makanan padat pertama yang diterima para bayi kaum muslimin, tak terkecuali bagi bayi-bayi wanita.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, sahabat Anshar abu Musa berkisah, “(Suatu saat) aku memiliki anak yang baru lahir, kemudian aku mendatangi Nabi SAW, kemudian beliau member nama padanya dan beliau men-tahnik dengan sebutir kurma.”

Peranan kurma selanjutnya bagi seorang wanita adalah ketika dibutuhkan untuk menggemukkan (memperindah) tubuh anak-anak wanita yang akan beranjak dewasa. Dalam hal ini contoh langsung dapat diketahui dari kisah ummul mukminin ‘Aisyah RA ketika hendak dipinang oleh baginda Rasulullah SAW.

Dalam Thibbun Nabawi Ibnu Qayyim menyebutkan riwayat bahwasannya ‘Aisyah RA menandaskan, “Mereka berusaha membuat saya menjadi gemuk dengan berbagai macam makanan, tetapi tidak berhasil. Ketika mereka berusaha membuat saya gemuk dengan mentimun dan kurma, saya pun menjadi gemuk.”

Beranjak dewasa tentunya seorang wanita akan mengalami pengalaman menempuh biduk rumah tangga dengan segala suka-dukanya. Adapun dikala duka Rasulullah SAW pun tak lupa berpesan pada para isteri kaum muslimin agar menjaga ketersediaan buah kurma untuk panganan keluarga.

Nabi SAW bersabda,

بَيْتٌ لَاتَمْرَ فِيْهِ جِيَاعٌ أَهْلُهُ.

Rumah yang tidak terdapat kurma di dalamnya penghuninya kelaparan.

Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah SAW memanfaatkan pengolahan kurma untuk dikonsumsi sebagai sirup Nabiz.

وَكَانَ يُنْقَعُ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله غليه وسلم يَشْرَبَهُ الْغَدَ وَبعْدَ الْغَدِ، ثُمَّ يَأْمُرُ بِهِ فَيُسْقَى أَوْ يُهْرَاقُ.

Rasulullah SAW mempunyai kurma yang direndam yang beliau minum esok hari atau lusanya, kemudian beliau memerintahkannya untuk diminumkan atau dituangkan.

Kemudian ketika wanita telah berumah tangga tentunya ia akan bercita-cita memiliki seorang balita, tidak sekedar balita. Bagi kaum muslimin memiliki balita yang mungil dan lucu juga ketika beranjak dewasa dapat menjadi hamba yang shaleh adalah sebuah cita-cita yang mulia. Maka dalam hal ini sekali lagi Rasulullah SAW berpesan pada kaum hawa dengan kurma.

Dalam Ath-Thibbun Nabawi, Imam Adz-Dzahabi menukil riwayat, yang pertama adalah, dari Ali RA berkata, kurma yang paling baik adalah albarniy, dalam satu riwayat Rasulullah SAW bersabda,

خَيْرُ تَمْرِاتِكُمْ البَرْنِيُّ يُذْهِبُ الدَّاءَ

Sebaik-baiknya kurma kalian adalah al-barniy yang dapat menghilangkan penyakit.”

Sementara dalam riwayat Abu Hurairah RA disebutkan:

الْبَرْنِيُّ دَوَاءٌ لَيْسَ لَهُ دَاءٌ

Al-Barniy adalah obat yang tidak ada penyakit di dalamnya.”

Ibnu Abbas berkata, Kurma yang paling disukai oleh Rasulullah SAW adalah Ajwa. Imam Adz-dzahabi berkata, “karena kurma ajwa makanan yang bagus lagi mencukupi, jika ditambahkan minyak samin padanya sempurnalah kecukupannya.” Dalam satu riwayat dikatakan:

Dari Saad bin Abi Waqqash RA secara marfu :

مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةٍ لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلَا سِحْرٌ. أَخْرَجَهُ ب وم.

Barangsiapa yang bangun pagi memakan 7 butir kurma ajwa tidak akan membahayakannya pada hari itu racun maupun sihir.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Terakhir dalam riwayat disebutkan dari Nabi SAW:

أَطْعِمُوْا نِسَاءَكُمُ التَّمْرَ، فَإِنَّ مَنْ كَانَ طَعَامَهَا التَّمْرُ خَرَجَ وَلَدُهَا حَلِيْمًا.

Berilah makan istri-istri kalian dengan kurma, karena barangsiapa yang makanan istrinya kurma, anaknya terlahir memiliki sifat sabar.”

Setelah hamil Sembilan bulan lamanya, fase kehidupan kembali berulang dimana seorang wanita akan melalui proses persalinan dan akan melahirkan manusia baru dengan susah payah. Namun bagaimanapun Islam adalah agama yang sempurna dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya tatkala bersusah payah.

Pahala syahid akan menjadi ganjaran bagi wanita yang meninggal ketika menjalani persalinan. Di samping itu untuk meringankan beban dalam melahirkan, Islam juga telah mengisyaratkan dengan kisah yang tak ada tandingannya, yaitu melalui kisah ibunda Maryam yang melahirkan seorang diri dalam kondisi tak bersuami.

Allah Ta’ala berfirman :

وَهُزِّيْ إِليْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكَ رُطَبًا جَنِيًّا.فَكُلِيْ.

“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. maka makanlah..,” (QS. Maryam:25)

Ya, kurma ruthab atau kurma masak yang masih segar itulah makanan Maryam. Imam Adz-dzahabi mengatakan dalam Thibbun Nabawi, “seandainya Allah mengetahui ada makanan yang lebih baik darinya, pastilah Allah memberikan kepadanya.”

Ahmad Rifat Al-Badrawi memberi komentar terhadap ulasan surat Maryam ayat 25 yaitu, bahwasannya penelitian modern telah menyatakan pentingnya kurma merupakan makanan yang memiliki kualitas suhu dan gizi tinggi, sehingga tidak kurang kualitasnya dari daging, dan memiliki keistimewaan dengan memakannya tidak akan menyebabkan suatu bahaya. Kurma mengandung zat gula, minyak, banyak vitamin (A, B1 dan B2), zat alpoten, garam logam diantaranya kalsium, fospor dan besi.

Sementara mengenai makanan bagi wanita nifas Ibnu Muflih Al-Maqdisi mengatakan bahwasannya Fariqoh adalah kurma yang direbus dengan hulbah (klabet) dan itu adalah makanan para wanita yang sedang nifas.

Itulah kurma dengan berbagai jenis dan bentuknya, entah tamr (kurma kering), ruthob (kurma segar), nabiz (sirup kurma), maupun racikan dalam bentuk fariqoh, masing-masing memiliki peran dalam fase perjalanan hidup seorang wanita dan inilah petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Wallahu ‘Alam. JR/TB