Zakat Dari Uang Yang Dihutangkan Kepada Orang Lain

 Assalammualaikum WW

Saya mempunyai beberapa pertanyaan mengenai zakat diantaranya :

1. Saya sebelumnya membeli tanah yang akan digunakan untuk bisnis, tapi dikarenakan suatu hal maka transaksi batal, tetapi pemilik tanah tersebut tidak bisa belum bisa mengembalikan uang saya yang telah masuk sebanyak 250juta, dan akan dikembalikan kepada saya sebanyak 196juta. apakah saya harus tetap menzakatkan uang tersebut dimana uang tersebut tidak didalam kekuasaan saya.

2. Seperti yang saya pahami sebelumnya mengenai zakat mal / harta, zakat berupa emas itu hanya dizakatkan hanya sekali saja jika telah mencapai nisab dan kepemilikan telah berlangsung selama setahun… melihat jawaban ustadz mengenai zakat saya mengambil kesimpulan bahwa seluruh harta baik yang dimiliki telah lebih setahun dan telah dizakatkan, akan wajib pula dizakatkan pada tahun berikutnya.

3. Dalam bisnis tentunya ada modal, jika modal tersebut telah dizakatkan pada tahun sebelumnya, apakah pada tahun berikutnya modal tersebut harus dizakatkan pula? karena selama ini saya hanya membayar zakat dari keuntungan saja dimana modal yang saya sertakan telah saya zakatkan.

4. Berkenan kiranya ustadz merekomendasikan buku2 yang berkenaan dengan zakat, karena pengetahuan mengenai zakat hanya saya terima dibangku sekolah yang sebelumnya saya kira itu cukup untuk pengetahuan saya dalam menunaikan kewajiban2 saya

Terima kasih ustadz saya tunggu jawabannya secepatnya, karena tidak menunaikan zakat besar konsekwensinya

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Andy Darmawan yang luar biasa dan kerap kali mengikuti hasil jawaban konsultasi zakat. Semoga kesadaran berzakat kita semakin meningkat dan besar pahalanya di sisi Allah Swt. Amin
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS. Al Baqarah (2): 274)

1. Syeikh Yusuf Qardhawi menjelaskan untuk penjualan rumah beliau mengqiaskan dengan zakat pertanian yaitu dikeluarkan zakatnya saat menghasilkan uang/keuntungan ketika menjualnya dengan prosentase 5 % atau 10 % dari total penjualan rumah. Demikian juga Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya, “Al-Fiqh al-Islam waadillatuhu” menjelaskan tentang rumah apabila menghasilkan pendapatan/keuntungan yang diperoleh baik dengan disewakan/dijual maka wajib dizakati.

Senada juga Syaikh Ibnu Baz dalam, "Fatawa Az-Zakah" menjelaskan jika rumah dipergunakan untuk diperjual belikan atau atau disewakan yang menghasilkan uang, maka nilai barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Hal inilah yang pernah dibahas pada mu’tamar ulama Islam kedua di Kairo, bahwa ada kewajiban zakat pada keuntungan atau hasil pendapatan penjualan rumah kalau sudah mencapai nishab dan ditunaikan saat menjual rumah.
Salah satu bentuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya adalah harta kekayaan dagang.

Namun bagaimana dengan orang yang menjual sesuatu misalnya rumah atau kendaraan tapi bukan dengan niat berdagang. Menurut para ulama, bahwa salah satu syarat orang yang berdagang adalah mereka menjual sesuatu dengan niat berdagang. Adapun orang yang menjual sesuatu tanpa niat berdagang dan ia hanya menjual barang pada waktu itu saja ia tetap harus membayar zakat dari harta yang telah ia dapatkan dengan syarat memenuhi nishab.

Bagaimana kalau harta/uang bapak masih dalam penguasaan orang lain? Para ulama fikih menjelaskan dan mengklasifikasikan model piutang dalam dua macam: Pertama ; piutang yang diharapkan dibayar. Yaitu piutang atau harta bapak yang masih ada pada penguasaan orang lain dan Bapak yakin bahwa mereka mampu melunasinya. Piutang seperti ini disebut sebagai piutang baik yang harus dibayar zakatnya oleh Bapak setiap tahun. Kedua; piutang yang tidak dibayar. Yaitu yang ada pada seorang yang mengingkari utangnya dan Bapak tidak yakin bahwa uang tersebut kembali sebab kesulitan finansial dan moral yang jelek sehingga mereka tidak mampu melunasinya. Piutang seperti ini disebut dengan piutang yang meragukan yang tidak wajib dizakati kecuali setelah benar-benar diterima. Ketika itulah wajib dibayar zakatnya untuk tahun yang berjalan saja walaupun telah sekian tahun berada di tangan si peminjam/orang lain.

Hal inilah yang juga dijelaskan oleh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya “Fiqh al-Islam wa adillatuhu” bahwa harta benda yang sudah mencapai nishab dan sedang dihutangkan kepada orang lain/masih dalam penguasaan orang lain (dan Bapak yakin uang tersebut bisa dikembalikan) sudah cukup nishab, maka wajib dizakati.

2. ”..dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At-Taubah (9): 34)

Betul Bapak Andy Darmawan terimakasih sudah membacanya, hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah yang menjelaskan semua harta yang sudah dizakati tahun ini kemudian tahun depan cukup nisab maka tetap wajib zakat. Sebagaimana peringatan Rasul kepada pengelola harta anak yatim hendaknya dikelola dengan baik atau dikembangkan harapannya harta tersebut tidak habis dimakan zakat yang ditunaikan setiap tahunnya jika cukup nisab. Sabda Nabi Muhammad Saw: "Barangsiapa mengurusi anak yatim yang memiliki harta, maka hendaknya dia berdagang (dengan harta tersebut) untuk anak yatim tersebut, dan jangan membiarkan harta tersebut hingga dimakan oleh zakat." (HR. Tirmidzi)

3. Dalil atas wajibnya zakat perdagangan adalah Allah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” (Al-Baqarah: 267)

Imam Tabari dalam kitabnya Tafsir at-Tabari (jilid V:555-556) mengatakan dalam menafsirkan ayat ini bahwa maksud ayat ini adalah, “Zakatkanlah sebagian yang baik yang kalian peroleh dengan usaha kalian, baik melalui perdagangan atau pertukangan, yang berupa emas dan perak”. Menurut ulama-ulama fiqih bahwa yang dimaksud dengan barang dagangan adalah barang yang diperjual belikan dengan maksud mencari keuntungan. Rasulullah Saw memerintahkan kita agar mengeluarkan zakat dari segala yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan. Sebagai mana beliau bersabda:” Bayarlah zakat kekayaan kalian” (HR. Turmizi)

Menurut ulama fiqih modal dalam usaha yang tidak bergerak seperti rumah, tanah, perabotan, gergaji dan kendaraan apabila dipakai sendiri tidak disewakan/dijual dan hanya dijadikan perlengkapan sendiri dalam usaha maka tidak ada zakat. Sebab, barang tersebut tidak bergerak dan tidak menghasilkan keuntungan. Kecuali jika harta tersebut disewakan/direntalkan atau dijual yang menghasilkan uang, apabila cukup nishab maka wajib zakat. Berbeda jika barang tersebut bergerak atau rumah itu menghasilkan uang dengan disewakan atau dijual, maka wajib zakat.

Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam Fiqh az=Zakat menjelaskan zakat hasil usaha wajib dizakati setelah dikurangi dengan kewajiban, seperti hutang dan pajak. Modal dagang yang ditekankan wajib zakat adalah berupa kekayaan cair atau bergerak. Sedangkan bangunan, timbangan, kendaraan dan perabot toko tak bergerak yang tidak diperjual-belikan dan tidak bergerak tidak termasuk yang dizakati. Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas berarti keuntungan yang didapat pak Andy dihitung dengan ditambahkannya modal perdagangan bukan hanya keuntungannya saja. Kecuali usaha Bapak dalam bidang jasa yang dihitung adalah pendapatan/keuntungan saja.

Contoh:
Perdagangan (usaha rental komputer) Bapak Andy yang tercampur antara modal dengan kebutuhan rumah tangga Pada bulan Muharram 1431H.
o Perkiraan Pendapatan atau keuntungan selama setahun (A) : Rp. 40.000.000,-
o Uang kas (B): Rp. 5.000.000,-
o Utang yang dapat ditagih (C) : Rp. 3.000.000,-
o Tabungan dari hasil transaksi usaha (D) : Rp. 4.000.000,-
o Hutang jatuh tempo yang harus dibayarkan untuk gaji dan kredit motor dan laptop (E) @ Rp. 1.000.000,-/perbulan = Rp. 12.000.000,-

Setelah haul satu tahun, maka perhitungan zakat perdagangannya sebagai berikut :
{(A+B+C+D)-E)}=Rp. 52.000.000-Rp.12.000.000=Rp. 40.000.000
Zakatnya adalah ; Rp. 40.000.000 x 2,5% = Rp. 1.000.000 (dalam setahun), atau Rp. 83.333 (kalau ingin diangsur perbulan ulama memperbolehkannya)

Menurut Syeikh Abdurrahman Isa dalam kitabnya “al-Mu’âmalah al-Hadîtsah Wa Ahkâmuha”, mengatakan cara pengeluaran zakat perdagangan yaitu apabila perdagangan telah mencapai nisab (85 gram emas) dan haul (satu tahun) sehingga dapat mengeluarkan zakatnya pada setiap akhir tahun. Dr. Yusuf Qordhowi menjelaskan zakat perdagangan bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali, atau berapa bulan sekali, terserah kepada kita. Sekiranya takut memberatkan kalau ditotal selama setahun, zakat bisa diangsur perbulan sekali jika ditotal seluruhnya setahun besar zakat yang dikeluarkan sama.

Jumhur ulama berpendapat zakat wajib atas benda yang diniatkan untuk perdagangan. Hadits yang mendasari kewajiban menunaikan zakat ini adalah : "Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang." ( HR. Abu Dawud ) Sabda Rasulullah s.a.w.: "Kain-kain yang disediakan untuk dijual, wajib dikeluarkan zakatnya." (HR.Al Hakim)

Maksud untuk memperdagangkan mengandung dua unsur tindakan dan niat. Tindakan adalah perbuatan membeli dan menjual, sedangkan niat adalah maksud untuk memperoleh keuntungan. Sehingga perhitungan zakat perdagangan dengan perhitungan modal ditambah keuntungan. Jika sudah ditotal modal dan keuntungan dalam setiap tahunnya ternyata lebih dari nisab harga @se-gram emas sekarang Rp. 300.000 x 85 (gram) = 25.500.000 maka dikali 2,5% (wajib zakat setiap tahunnya). Tetapi kalau kurang dari nisab maka tidak wajib zakat. Jelasnya, zakat perdagangan dihitung dari laba bersih usaha setelah dipotong operasional dan gaji. Di mana aktiva lancar dikurangi kewajiban jangka pendek. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Volume zakat = ( Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan ) –
(hutang-kerugian) x 2,5 %

4. Buku-buku tentang zakat banyak sekali yang bisa dijadikan bahan bacaan baik yang ditulis dari orang luar negri maupun dalam negri diantaranya karya Dr. Yusuf Al-Qardhawi yang sudah diterjemahkan “Hukum Zakat”, Prof. Dr. Wahbah Az-Zauhaili “Fiqh Zakat dalam dunia Modern”, Didin Hafiduddin, “Zakat dalam Perekonomian Modern”, Taufik Ridho “ Zakat Profesi dan Perusahaan”, Muhammad Zen “24 Hours of Contemporary zakat” dan masih banyak lagi penulis lain yang dapat dijumpai. Selamat mencari dan mempelajari buku zakat. Semoga Allah memberikan kemudahan dalam mempelajarinya. Amin

Al-hasil, berdasarkan penjelasan tersebut maka zakat perdagangan dihitung setiap tahunnya dari modal, keuntungan, piutang dan dikurangi hutang  yang dapat ditunaikan langsung saat mencukupi nishab, apabila tidak cukup nishab maka tidak ada kewajiban zakat dan sangat dianjurkan untuk sedekah atau berinfak sebab hidup kita akan lebih berkah dan bermanfaat.

Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Muhammad Zen, MA