Adab Usai Bermimpi

Eramuslim – Sebagai bunga tidur, mimpi menjadi sesuatu yang kerap mengilhami manusia. Kisah para nabi dan rasul pun mengajarkan kita bahwa Allah memberi petunjuk kepada utusan-Nya lewat mimpi. Alquran pun merekamnya, di antaranya pada kisah Nabi Yusuf AS dan Nabi Ismail AS. “(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku! Sungguh aku (bermimpi) melihat 11 bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.’” (QS Yusuf: 4).

Ibnu Abbas dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, Nabi Yusuf mendapatkan mimpi yang ditafsirkan oleh ayahnya, Ya’qub. Sebelas bintang itu adalah saudara-saudara Yusuf, sedangkan matahari dan bulan adalah kedua orang tuanya.

Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim merasakan dari mimpi anaknya ini tersirat hal yang penting. Menurut Sayid Quthb, Ya’qub merasakan dalam hatinya urusan ini berada di lembah agama, kemaslahatan, dan makrifah (pengetahuan). Hal ini berdasarkan hukum yang berkaitan dengan suasana kenabian dalam hidupnya. Dari apa yang diketahuinya, kakeknya Nabi Ibrahim telah diberi keberkahan oleh Allah, demikian keluarganya yang beriman. Maka, Ya’qub berharap Yusuf yang memiliki keistimewaan berupa kecerdasan dan ketampanan akan menyambung mata rantai keberkatan pada keluarga Ibrahim.

Keahlian takwil mimpi juga dimiliki Yusuf saat dia beranjak dewasa. Setelah tinggal di Mesir dan sempat berada di dalam penjara, Yusuf dikisahkan menakwilkan mimpi dua orang tahanan. Raja pun memanggilnya karena keahliannya itu. Raja sedang gundah karena bermimpi tentang tujuh ekor sapi betina gemuk dimakan tujuh ekor sapi betina yang kurus. Keanehan lainnya, terdapat tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering dalam mimpi itu.