Beda Antara Keinginan, Niat dan Nadzar

Assalamu ‘alaikum. Wr. Wb.

Ustadz

Apa bedanya keinginan, niat, janji, dan Nadzar menurut Islam. Yang saya tahu, konsekwensi hukumnya sangat berbeda. Tapi, dalam aplikasinya, sangat sulit untuk membedakannya.

Contoh,

Seseorang, dalam hatinya berkata, tahun ini, jika rezeki cukup, saya ingin melakukan ibadah Qurban.

Nah, keinginan untuk ber Qur’ban ini termasuk jenis apa (?). Yang saya tahu, jika ini Nadzar, maka hukumnya wajib manakala syaratnya terpenuhi, yaitu rezeki cukup, tanpa harus melihat, saat mau Qur’ban, ada atau tidak adanyaada tetangga atau famili yang lebih memerlukan uang itu. Tapi, jika ini hanya keinginan saja, maka lebih baik uang itu digunakan untuk yang sekiranya lebih penting (tidak mutlak harus Qur’ban).

Terima kasih Ustadzt.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Niat dan keinginan hampir mirip, meski masih tetap berbeda. Sedangkan nadzar sangat jauh berbeda dengan keinginan.

Di dalam fiqih, niat itu dtitetapkan di dalam hati sesaat sebelum sebuah ibadah ritual dimulai. Misalnya, sebelum kita mengucapkan Allahuakbar di awal shalat, kita memasang niat di dalam hati bahwa kita ini sedang akan melakukan shalat tertentu, dengan jumlah rakaat tertentu, dengan hukum tertentu dan pada waktu tertentu.

Sehingga ada sebagian ulama yang melafadzkan niat, seperti: Ushalli fardhal maghribi tsalatsa rakaatin mustaqbilal qiblati adaan makmuman lillahi ta’ala (Aku sengaja niat shalat Maghrib fardhu tiga rakaat menghadap kiblat pada waktunya sebagai makmum karena Allah ta”ala). Tentu saja hukumnya khilaf.

Akan tetapi dari adanya lafadz ini tergambar perbedaan yang sangat nyata antara niat dengan keinginan. Niat itu cenderung sebuah program yang sudah jadi tinggal dieksekusi, tinggal klik enter saja. Semua sudah didefinisikan.

Sedangkan keinginan lebih merupakan angan-angan atau program jangka panjang, yang belum didefinisikan. Misalnya, saat kebetulan lewat masjid dan sudah masuk waktu Ashar. Lalu terbersit keinginan untuk melakukan shalat Ashar di masjid itu. Itu namanya keinginan, belum lagi sampai niat. Karena belum didefinisikan, apakah sebagai imam atau makmum dan sebagainya.

Nadzar

Nadzar bukan sekedar keinginan atau niat, tetapi sebuah janji hutang kepada Allah untuk melakukan suatu bentuk ibadah sunnah tertentu, dengan syarat apabila dia mendapatkan apa yang diinginkan dari Allah SWT,

Misalnya, seseorang berjanji kepada Allah SWT untuk menyembelih kurban apabila Allah SWT memberinya seorang anak. Ini adalah syarat. Kalau Allah SWT memberi anak, maka dia wajib melaksanakan janjinya itu. Sebaliknya kalau Allah tidak memberi anak, maka menyembelih kurban tidak wajib.

Nadzar tidak bisa diterapkan pada ibadah yang dasarnya sudah wajib. Tidak ada cerita kalau diterima jadi pegawai negeri, maka saya akan shalat lima waktu. Sebab shalat lima waktu memang wajib hukumnya, diterima jadi pegawai negeri atau tidak diterima, hukumnya tetap wajib.

Nadzar hanya berlaku untuk bentuk ibadah sunnah saja. Seperti shalat sunnah, puasa sunnah, haji sunnah, infaq sunnah atau dzikir sunnah.

Nadzar juga hanya berlaku dalam bentuk perbuatan yang bernilai ibadah dan taqqarrub kepada Allah SWT. Kalau ada orang mau menggunduli rambutnya bila kesebelasan sepak bola idamannya menang, namanya bukan nadzar. Karena menggunduli kepala bukan ibadah, tidak ada nilai taqarrubnya kepada Allah.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc