Dakwah Tetapi Melupakan Mencari Nafkah

Assalamualaikum wr wb.

Bagaimana pandangan Ustadz mengenai suatu kelompok yang berdakwah dengan cara mengembara, berkeliling ke masjid-masjid di seluruh Indonesia. Saya sendiri kurang tahu kegiatan mereka, tetapi kemarin ada teman saya yang diajak menikah oleh orang dari kelompok itu, tetapi teman saya masih ragu-ragu.
Kalau tidak salah, mereka berkeliling ke pelosok-pelosok sampai berbulan-bulan, dan (mungkin) kadang-kadang melupakan kewajiban menafkahi anak-istri. Terima kasih atas jawabannya.

Wassalamualaikum wr. wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dakwah adalah bentuk kegiatan mengajak orang untuk mengenal dan menjalankan agama Islam. Metode yang bersiat filosofis memang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Misalnya, dakwah itu harus lemah lembut, penuh hikmah dan mau’idzah hasanah, sebagaimana disebutkan di dalam ayat Al-Quran.

Adapun bentuk teknis pendekatannya, lebih banyak diserahkan kepada realitas di lapangan dakwah. Sebab realitas dakwah di lapangan akan selalu berbeda. Apa yang terjadi di masa nabi tentu berbeda dengan yang terjadi 100 tahun kemudian. Dan tentu sangat jauh berbeda dengan yang terjadi di masa sekarang ini.

Apa yang dilakukan oleh kelompok yang anda sebutkan itu, dalam pandangan kami adalah merupakan variasi bentuk teknis dakwah. Mereka secara bersama-sama melakukan perjalanan dari satu negeri ke negeri lainnya, dari satu masjid ke masjid lainnya. Tujuannya adalah untuk mengajak orang-orang meramaikan masjid dengan ibadah, mencari ilmu dan juga bersilaturrahim.

Sampai pada taraf ini, rasanya tidak ada yang salah atas bentuk teknis dakwah seperti itu. Sebab cara seperti itu ternyata juga banyak membuahkan hasil. Begitu banyak orang yang tadinya bermalasan ke masjid untuk shalat, kemudian memiliki semangat yang tinggi dalam berIslam. Bahkan di banyak negeri, bentuk pendekatan dakwah seperti ini seringkali bisa menjadi non muslim untuk masuk Islam.

Apalagi ketika di dalam masjid, mereka menerapkan pola hidup sederhana, makan bersama dan berbagi seadanya. Mereka menerapkan keikhlasan dalam beramal, tidak mengejar kemegahan duniawi, bahkan memberikan sebuah kenikmatan yang seringkali tidak dirasakan oleh orang lain.

Meski demikian, belum tentu dalam kehidupan nyata mereka termasuk orang-orang miskin dan kekurangan. Tidak sedikit di antara mereka yang orang kaya dan bahkan berkecukupan. Banyak juga para bos dan pemilik beberapa perusahaan yang ikut dalam dakwah mereka. Di mana secara finansial, mereka boleh dibilang sudah makmur dan kaya. Salah satu buktinya adalah mereka tidak pernah minta proposal dana ketika melakukan jaulah. Semua biaya perjalanan yang terkadang sampai berbulan-bulan itu dari hasil merogoh kocek sendiri. Padahal kalau dihutung-hitung, mereka harus naik pesawat dari satu negara ke negara lain, juga naik kendaraan di darat atau laut, di mana semuanya pasti membutuhkan biaya. Sepanjang yang kami ketahui, juga tidak pernah ada discount khusus buat mereka dalam masalah ongkos perjalanan.

Belum lagi kebutuhan makan dan minum mereka, yang pastinya juga banyak memakan biaya. Kecuali biaya penginapan yang boleh dibilang gratis, karena biasa tidur di masjid. Maka kalau dipikir secara nalar, dakwah yang mereka lakukan itu justru membutuhkan biaya yang besar. Kalau sampai mereka bisa tetap eksis melakukannya, secara hitungan matematis dan logikanya, pastilah mereka adalah orang yang berkecukupan. Tentu saja mereka tidak mungkin melakukan perjalanan lama ke berbagai kota, kecuali mereka telah menyiapkan bekal untuk anak dan istri di rumah.

Kalau sampai melupakan mencari nafkah, mungkin secara husnudzdzon boleh kita katakan bahwa merka memang sudah berkecukupan. Atau kalau mereka memang miskin tapi melalaikan kewajiban, mungkin sudah ada yang menanggungnya. Atau kalau pun tidak, hal itu sifatnya kasuistik saja dan memang perlu diingatkan.

Namun secara umum sebagai sebuah alternatif bentuk pendekatan dakwah, rasanya tidak ada yang salah dengan format seperti ini. Kecuali bila sampai mengklaim bahwa hanya cara seperti iniah yang benar, sedangkan cara lainnya salah. Maka hal itu tidak bisa dibenarkan.

Sebagaimana kita juga tidak boleh mengatakan bahwa bentuk dakwah yang kita lakukan inilah yang paling benar. lantas yang dikerjakan oleh orang lain pasti salah. Sebab bentuk teknis dakwah itu cukup banyak dan masing-masing punya keunikan tersendiri. Semua merupakan khazanah kekayaan umat Islam yang harus kita syukuri.

Kita mengenal ada banyak bentuk teknis dalam berdakwah seperti tabligh akbar, majelis zikir, pengajian, mendirikan madrasah, membangun pesantren atau mendirikan yayasan sosial. Bahkan dalam skala tertentu, berdakwah di dalam parlemen pun bisa menjadi sebuah alternatif. Maka janganlah kita saling menjelekkan atau saling memandang rendah sambil mencari-cari kesalahan saudara kita sendiri.

Sebab kalau kita secara sengaja mulai mencari titik kelemahan atau kesalahan saudara kita, tentu wajar bila yang bersangkutan pun membalas dan melakukan tindakan yang sama. Dia pun akan mencari-cari kelemahan kita. Kalau tindakan ini bisa diteruskan menjadi saling memperbaiki diri masing-masing, tentu hal itu positif. Namun yang paling sering terjadi justru sebaliknya. Setelah saling mencari kelemahan dan kekurangan saudaranya, langkah selanjutnya adalah saling ejek, saling tuding, saling hujat dan saling fitnah. Akhirnya kita bukan berdakwah, tetapi sibuk mencaci maki ke kanan dan ke kiri. Nauzubillahi min zalik.

Yang paling penting sekarang adalah bagaimana kita meningkatkan kemesraan di dalam tubuh umat Islam. Seharusnya kita perlu lebih sering bersilaturrahim dan saling berziarah satu sama lain. Alangkah indahnya bila masing-masing pemimpin dari beragam gerakan Islam duduk bersama-sama dan shalat dalam satu shaf secara berjamaah. Lantas para pendukungnya mengikuti langkah pemimpin mereka, bukan malah saling sikut dan saling hajar sesama saudara.

Ketahuilah bahwa perbedaan pandangan yang seringkali diributkan itu, sesungguhnya hanyalah dalam masalah furu’ (cabang) bukan pada masalah ushul (pokok). Sungguh sebuah sikap yang sangat tidak produktif buat kebesaran Islam.

Semoga Allah SWT menyatukan hati kita semua dalam sebuah kecintaan kepada-Nya. Semoga Allah SWT mempertemukan hati kita dalam ketaatan kepada-Nya. Semoga Allah SWT menyatukan hati kita dalam mengajak manusia ke dalam Islam. Semoga Allah SWT merekat hati kita dalam upaya membela syariat-Nya. Amien

Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.