Haruskah Tergabung Dalam Jamaah Tertentu

Assalamualaikum Ustadz, Ana mau tanya, apakah hukumnya tergabung dalam majelis dalam mempelajari Islam. Selama ini, Ana tidak tergabung resmi dengan yang namanya majelis karena satu dan lain hal, tetapi Ana tetap aktif berdiskusi dengan ikhwan akhwat teman Ana atau Ana lebih senang membaca buku-buku, menonton televisi, mengikuti seminar-seminar, atau mencari informasi sendiri lewat media. Alhamdulillah pemahaman tetap jalan dan Ana anggap baik-baik saja, pengetahuan terasa menjadi lebih luas, misalnya tentang pemahaman mazhab-mazhab dalam Islam atau bagaimana ijtihad orang Salafi dan Tarbiyah atau juga sekadar harus tahu bagaimana Islib, Mu’tazilah, Syiah, bahkan banyak teman-teman Ana sendiri mengakui tidak sepaham seperti Ana. Ana sendiri jadi suka membentuk argumen sesuai ilmu yang Ana punya, insyaallah memperkuat. Apakah itu masih baik-baik saja?

Ana senang karena bisa memberi informasi kepada orang banyak. Ana tetap mengikuti syariat yang memang dalilnya jelas selama memang benar dan Ana sering mencari pertalian antara manhaj yang shahih itu. Ana takut sekali taklid terhadap satu pemahaman, karena pernah ada seorang sahabat yang taklid dengan Syiah hingga seperti orang yang tidak sadar. Bagaimana harus menyikapi ini?

Bagaimana tiap kali ada jamaah bertanya, "Kamu harus ada dalam jamaah, apa jamaah kamu?" Lalu, Ana lebih senang menjawab, "Ana adalah orang Islam", tidak menyebut diri Ana Tarbiyah, atau Ana Salafi, atau lain-lainnya. Ana sedih sekali melihat perpecahan dalam Islam. Terima kasih banyak Ustadz, pengetahuan saya masih minim sekali jadi harus banyak bertanya. Semoga keselamatan selalu bersama Ustadz. Assalamualaikum.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Apa yang anda kemukakan itu memang sebuah representasi ketulusan dan keikhlasan Anda. Memang tidak ada keharusan buat siapapun untuk ikut kelompok manapun. Namun juga tidak ada larangan untuk ikut suatu kelompok atau jamaah, selama masih berada di dalam manhaj aqidah ahlussunnah wal jamaah.

Masing-masing jamaah itu punya kelebihan serta prestasi masing-masing yang bisa dibanggakan. Sesungguhnya satu dan lainnya memang harus saling menguatkan. Karena kompleksitas masalah umat Islam yang sedemikian besar, nyaris tidak mungkin sebuah jamaah berpikir bahwa hanya jamaah mereka sendiri saja yang bisa menangani masalah itu.

Jamaah-jamaah yang dimiliki umat Islam umumnya masih terbatas kemampuannya. Belum ada satu pun jamaah yang mampu menangani semua problematika umat. Semua rata-rata masih bermasalah dengan jumlah SDM, apalagi kalau sudah bicara tentang kualitas SDM. Dan yang sudah muttafaqun ‘alaihi dari semua jenis kelemahan adalah masalah klasik, yaitu masalah dana dan budget.

Sehingga amat tidak layak bila masing-masing jamaah itu merasa harus paling benar sendiri atau paling besar sendri, lantas menafikan keberadaan jamaah lainnya. Yang lebih tepat seharusnya adalah bersinergi dan saling melengkapi. Sebab kenyataannya, sebesar apapun sebuah jamaah yang dimiliki umat Islam, tetap saja membutuhkan back-up dari jamaah lainnya.

Khusus buat anda sendiri, sesungguhnya tidak ada yang salah ketika berkiprah dalam suatu jamaah yang menurut anda paling cocok. Asalkan sikap mental anda pun tetap terjaga dan tidak beranggapan bahwa saudara anda yang berada di shaf yang berbeda dengan anda sebagai musuh atau saingan.

Seharusnya setiap elemen umat tidak perlu merasa bahwa jamaahnya itu satu-satunya jamaah yang diridhai Allah. Sebab yang diridhai Allah itu hanya Islam saja, bukan jamaah tertentu. Dan selama mash beragama Islam, seseorang insya Allah akan tetap berada di dalam ridha Allah SWT.

Apalagi mengingat sekarang ini belum ada jama’atul muslimin sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. Kelompok Salafi, Tarbiyah, Ikhwan, Jamaah Tabligh, Hizbu Tahrir dan ratusan elemen lainnya bukanlah jama’atul muslimin, melainkan hanya bagian kecil dari sekian banyak jamaah-jamaah milik umat Islam. Ikut bergabung dengan salah satunya tentu ada keistimewaannya, namun bukan berarti yang tidak ikutan lantas menjadi kafir atau berkurang kadar imannya.

Bahkan boleh jadi mereka yang tidak ikutan dengan salah satu kelompok malah mendapat ridha di sisi Allah. Mungkin karena amalnya yang besar dan melahirkan sekian banyak kebaikan dan manfaat buat umat Islam. Apalagi bila diiringi dengan keikhlasan yang murni. Sebaliknya, bukan tidak mungkin mereka yang sudah tergabung dengan beragam kelompok itu malah dikalahkan dari segi amalnya oleh mereka yang belum tergabung.

Namun yang sudah berada dalam suatu jamaah, kalau dilihat dari segi keberkahan berjamaah, tentu saja punya nilai tersendiri. Dan berbeda dengan mereka yang tidak tergabung. Namun semua itu bukan berarti orang yang tidak ikut dengan suatu jamaah tertentu lantas dianggap imannya kurang. Sebab iman dan kualitas keIslaman itu merupakan privasi seseorang dengan Penciptanya.

Sementara yang namanya sebuah jamaah itu biar bagaimana pun adalah sebuah hasil ijtihad, yang terkadang ijtihad itu bisa benar dan terkadang tidak luput dari kesalahan manusiawi.

Khusus nasehat yang juga penting untuk Anda dalam masalah ini adalah tentang pentingnya menuntut ilmu dan mendalami masalah agama. Apa yang anda sebutkan itu sudah sangat baik, hanya tinggal ditingkatkan baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Syukur kalau sampai bisa menguasai kunci utamanya, yaitu bahasa arab. Sebab rujukan ilmu-ilmu keIslaman itu 99% berbahasa arab. Tentu sangat menyulitkan bila seorang yang menuntut ilmu-ilmu agama tidak mampu merujuk kepada literatur asli.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.